Hal ini bisa dilihat ketika di Indonesia yang mayoritas beragama Islam orang yang mampu membaca akan huruf latin dan membaca akan huruf Arab secara harfiah pun juga masih kurang. Padahal sudah banyak program yang digalakkan dari pemerintah maupun dari para pegiat literasi.
Dalam kajian tafsir kemenag berkaiatan surat Al Alaq dijelaskan Tuhanmu itulah yang mengajar manusia menulis dengan perantaraan pena atau alat tulis lain. Tulisan berguna untuk menyimpan dan menyebarkan pesan serta ilmi pengetahuan kepada orang lain.
Di antara bentuk kepemurahan Allah adalah Ia mengajari manusia mampu menggunakan alat tulis. Mengajari di sini maksudnya memberinya kemampuan menggunakannya. Dengan kemampuan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan temuannya sehingga dapat dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya.
Dengan dibaca oleh orang lain, maka ilmu itu dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus berkembang. Demikianlah besarnya fungsi baca-tulis.
Membangun kesadaran literasi perlu kolaborasi semua unsur agar literasi menjadi budaya bagi penduduk di negeri ini. Sekolah yang menjadi salah satu tempat domain pengembangan literasi sperti yang ditelah digariskan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek.
Melalui pengembangan gerakan literasi sekolah diharapkan mampu membangun budaya membaca pada peserta didik.
Dalam buku panduan gerakan literasi sekolah yang dikeluarkan oleh pemerintah salah satunya menjelaskan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
Kegiatan GLS tidak lepas dari penguatan pendidikan karakter dan pembelajaran Abad XXI sebagai upaya mewujudkan profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, memiliki sikap bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri.
Selain itu, terkait literasi itu sendiri, kegiatan GLS mendorong integrasi penguasaan enam literasi dasar (baca-tulis, digital, numerasi, finansial, sains, serta budaya dan kewargaan).
Proses pembelajaran hidup di dalam kelas peserta didik memiliki keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan dan memanfaatkan teknologi dan media informasi, dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan kecakapan hidup (life skill).
Kecakapan hidup itulah yang kemudian dikenal dengan konsep 4 C yang meliputi kecakapan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill), kecakapan berkomunikasi (communication skills), kecakapan kreativitas dan inovasi (creativity and innovation), dan kecakapan kolaborasi (collaboration).