Menelpon Ayahnya pun tak mungkin, karena pria paruh baya itu tak akan pernah menjempunya. Terlebih hanya dalam kondisi seperti ini, Agnesh sekarat pun, Kailash tak akan pernah sudi untuk menjemputnya. Dari dulu, dia selalu meminta bantuan Aurel disaat-saat seperti ini. Tetapi sekarang, dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi.
Dengan susah payah, Agnesh berusaha untuk berdiri. Gadis itu tetap mencoba berjalan meski terseok-seok. Tubuhnya lemas, dia sudah tak kuat untuk berjalan lagi. Perutnya pun terasa sangat perih, mengingat dia tak makan sedari pagi. Tubuhnya terasa sakit semua, terlebih lututnya yang mengeluarkan darah tiada henti.
Agnesh menyerah, dia memilih untuk menunggu dipinggir jalan. Mencoba menunggu seseorang datang membantunya. Agnesh selalu berpikir, entah sampai kapan penderitaannya ini berakhir. Apakah mungkin berakhirnya ini semua saat dia menutup mata untuk selamanya? Jika memang iya, Agnesh tak akan sanggup Tuhan.
"AGNESH? ASTAGA LO KENAPA?" dari jarak satu meter terlihat seorang lelaki yang memberhentikan motornya saat melihat siluet Agnesh yang duduk-duduk dipinggir jalan.
Agnesh menoleh, tiada hentinya dia mengucapkan rasa syukur. Tuhan masih berbaik hati padanya. Agnesh mencoba berdiri walaupun dengan susah payah, karena merasa kasihan lelaki itupun membantunya untuk berdiri. "Aakash, kamu bisa anterin aku pulang nggak? Nanti sampai rumah, aku bakal ganti uang bensinnya kok, beneran," ujar Agnesh dengan tatapan memohon.
Aakash Chizuru Watanabe, lelaki kelahiran Jepang ini adalah teman sekelas Agnesh.
Tanpa berpikir dua kali, Aakash mengiyakan permintaan gadis itu. "Ayo," ujarnya seraya menuntun Agnesh menuju ke arah motornya dan membantunya untuk duduk dengan nyaman.
Setelah itu, Aakash ikut naik ke atas sepedanya dan menjalankan sepedanya dengan perlahan. "Lo kenapa dijalan sepi sendirian gitu, Nesh? Mana luka-luka lagi badan lo, lo kerampokan?"
"Hah, engga kok. Aku dari makam Aurel," sahutnya.
Mendengar jawaban yang Agnesh lontarkan membuat Aakash bertanya-tanya. "Tapi, kok lo bisa ada disini. Nggak mungkin kan kalau lo jalan kaki dari tempat pemakaman Aurel?"
Agnesh menggeleng, meski dia tahu Aakash tak akan melihat gerekan kepalanya. "Iya, aku jalan. Soalnya uang aku udah habis."