Agnesh yang mulai kelelahan memelankan langkah, sesekali kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Reno masih mengejarnya atau tidak. "Alhamdulillah, Abang udah nggak ngejar aku lagi," gumamnya dengan napas yang ngos-ngosan.
Ditengah-tengah Agnesh menormalkan detak jantung dan mengatur napasnya, Reno datang kemudian menarik tangan Agnesh dengan kencang hingga membuat gadis itu tersungkur. Lututnya menindih baju yang cukup tajam, membuat luka itu mengeluarkan darah yang cukup banyak. Tak cukup sampai disana, Reno kembali memukuli kaki Agnesh dengan ranting kayu yang dia bawa, Agnesh meringis kesakitan dengan tangis yang kembali menguar.
"Ab-abang..." rintih Agnesh disertai air mata yang mengalir deras dipipinya.
Reno tak peduli dengan rintihan sakit Agnesh, dia kembali menghujam Agnesh tanpa ampun. Rambut Agnesh tak lagi rapi, seragamnya semakin kotor karena tendangan-tendangan yang Abangnya berikan. Samping matanya lebam, Reno menamparnya tanpa belas kasihan. Bahkan lututnya yang berdarah pun tetap Reno pukuli dengan ranting.
"Udah Abang, Agnesh nggak kuat," mohon Agnesh dengan tatapan sayunya.
Reno yang melihat itupun tertawa puas. "BERANI BERTINGKAH, HARUS BERANI NERIMA KONSEKUENSINYA ANJING!! KEMANA LO SEHARIAN INI HAH?! DASAR ANAK GA TAU DIUNTUNG, LO ITU UDAH BODOH, JANGAN TAMBAH NGEBUAT KELUARGA GUE MALU, SIALAN!!!"
Agnesh menunduk, tak berani menatap Reno yang menatapnya dengan pandangan meremehkan. "Ma-maaf abang, ta-tadi Nesh-"
BRAK
Tak sampai selesai Agnesh berbicara, Reno kembali menendangnya dan berlalu pergi menuju tempat asal dimana sepedanya berada. Agnesh yang melihat itu, berusaha memanggilnya, berusaha meminta tolong untuk pulang bersama, karena dengan seperti ini tidak memungkinkan dirinya pulang jalan kaki. Namun, melihat respon Reno yang justru mengulurkan jari tengahnya membuat Agnesh lagi-lagi hanya terdiam sembari menghela napasnya gusar.
Agnesh terisak, sebelah tangannya dia gunakan untuk menutupi lututnya yang mengeluarkan darah. "Abang, jangan tinggalin Agnesh," lirih Agnesh dengan sesegukan.
Masih dengan tangisannya, Agnesh menatap sekeliling. Tak ada kendaraan ataupun motor lain yang melintasi jalan ini. Jika saja, dia berada di tempat yang ramai maka memungkinkan dirinya untuk mencari ojek dan membayarnya ketika sudah sampai di rumah nanti.