Frans menurunkan aku tepat di depan rumahku. Rumah kami waktu itu digunakan sebagai restoran. Kokinya mamaku sendiri. Usai turun dari boncengan Frans, aku menggunakan kesempatan terakhir kalinya (karena belum tentu kami akan bertemu lagi), untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa Frans benar-benar nggak ada rasa sama aku.
"Yuk, Frans, masuk dulu ke rumah," ajakku.
"Nggak, aku mau balik karena tadi teman-teman cowok mau lanjut ke rumah Alex."
"Lho, kamu mau balik lagi? Singgah sebentar aja deh, ntar kubikinin kopi, deh. Atau mau roti bakar juga ada."
"Nggak, Nov. Makasih banyak. Aku balik ya?"
"Bener, nggak mau mampir, nih?"
"Iya, makasih, Nov."
Frans benar-benar bersiap untuk pergi. Aku pun mengangguk. Rupanya memang tak ada harapan kami bisa bersama. Rupanya memang tak ada setitik pun rasa di hatinya untukku.
Aku melambaikan tangan dan tersenyum. Melepas mantan calon kekasih yang pergi melaju dengan motornya, membelah jalanan menuju arah Timur kota Malang.
Inilah ending yang membuatku yakin bahwa KKN buatku bukanlah Kisah-Kasih Nyata. Mungkin lebih ke Kenalan-Ketemu-Ngilang. Karena kemudian Frans, ngilang selama-lamanya dari hidupku.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H