Mohon tunggu...
Indah Muthiah
Indah Muthiah Mohon Tunggu... Administrasi - Content Writing

Penulis pemula yang sedang belajar story telling dan proofreading. Selalu ingin berbagi cerita yang bil hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hikmah Dibalik Kisah Mengupas Apel

3 Januari 2024   07:00 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:37 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo para pembaca setia Kompasiana!

Indahime here. 

Siapa disini yang suka apel? Tentu semua suka. 

Tapi pernahkah kamu berpikir bahwa apel bisa memberikan kita pembelajaran berharga? 

Oh, ini bukan tentang Sir Isaac Newton yang menemukan hukum gravitasi bumi lewat fenomena jatuhnya apel dari pohon. 

Tapi ini tentang suatu hikmah dibalik kisah mengupas apel. Yuk saatnya kita belajar bersama dengan sebuah apel ajaib.

Ada 1 buah apel yang akan melewati 3x proses sebelum dimakan.

1. Apel yang sudah dicuci bersih. 

2. Apel yang sudah dikupas kulitnya.

3. Apel yang sudah dipotong-potong menjadi lebih kecil.

Kita jadikan 3 proses itu sebagai nilai ideal atau standar dari buah apel yang mau dimakan. 

Bagi yang langsung gigit apelnya tanpa dicuci dan dikupas kulitnya tidak diajak ya. Hehe berchyandaaa~

Mari kita bahas satu persatu.
1. Apel yang sudah dicuci bersih. 

Kita pasti akan butuh yang namanya air bersih, tentu fungsinya HANYA untuk mencuci apel.

Air ledeng, air PAM, air sanyo, air galon, air sumur, dan sebagainya. Begitu banyak pilihan. Mana yang kita punya? Mana yang kita miliki?

Misal kondisinya kita hanya punya air sumur, padahal kita ingin pakai air galon. Lalu apa?

Ya mungkin akan ada 2 pilihan. 

1. Kita bisa saja lebih effort mengeluarkan uang dan tenaga untuk beli air galon (tentu fungsinya hanya untuk mencuci apel agar bersih). 

2. Atau kita pakai saja air sumur—air yang kita punya saat ini—kita saring airnya beberapa kali sampai bersih, lalu kita bilas beberapa kali apel yang mau kita cuci. 

Kita akan pilih yang mana?

Oke coba kita memilih air yang ada saja, yaitu air sumur. Kita tidak jadi memilih air galon yang kita inginkan karena kita sedang tak bertenaga untuk keluar atau lagi tidak ada uang untuk beli. Tidak masalah. Keadaannya memang begitu.

Mungkin yang kita pikirkan akan lebih bersih jika pakai air galon, karena kita pikir air sumur itu kotor. Makanya kita menginginkan pakai air galon. Tapi mau bagaimana lagi? Balik lagi ke pilihan yang kita putuskan tadi. Setiap pilihan pasti mengandung konsekuensi.

2. Apel yang sudah dikupas kulitnya. 

Setelah apel sudah kita cuci, lalu kita ingin apel itu dikupas kulitnya. Yang kita butuhkan mungkin di antara pilihan di bawah ini.
- ada orang yang bersedia mengupas kulit apel untuk kita
- kita menggunakan alat otomatis mengupas kulit apel
- kita mencari tempat untuk mengupas kulit apel, seperti toko buah, tempat jus, atau yang lainnya.

Mana yang akan kita pilih?
Misal lagi-lagi kita sedang tak bertenaga untuk keluar, kita juga tidak punya alat otomatis pengupas kulit apel, dan tidak ada orang yang mau mengupaskan kulit apel untuk kita—kecuali diri kita sendiri. Lalu apa?

Mau tidak mau, kita mengupas sendiri kulit apel itu. Dengan bersungut-sungut kita kupas. Mungkin hasilnya akan jelek karena kita tidak bisa atau tidak ahli mengupas. Bisa jadi kita tidak punya pengalaman mengupas kulit apel (karena terbiasa langsung dimakan dengan kulitnya).

- Mungkin pada prosesnya jari kita akan terluka, berdarah.
- Mungkin pada prosesnya kita mengupas kulit apel dengan tidak rata.
- Mungkin pada prosesnya kita masih menyisakan kulit apel di sana sini karena lagi-lagi kita tidak bisa dan tidak terbiasa.

But it's okay. Kita tak punya pilihan lain. Kita harus tetap melewatinya. 

3. Apel yang sudah dipotong-potong menjadi lebih kecil.

Setelah kita lalui 2 proses itu, kita akan mudah melewati langkah terakhir yaitu memotong-motong apel menjadi beberapa bagian.

Saya bisa menjamin, rasa apel itu akan lebih manis daripada biasanya karena kita mau memilih untuk menerima kenyataan, berusaha realistis dengan pilihan yang ada, walaupun semua pilihan mengandung konsekuensi.

Kita akan lebih merasa bahagia karena kita berhasil melewati semua proses itu. Kita akan tetap memiliki idealisme dengan memenuhi semua standar itu. Hanya saja caranya, prosesnya, keadaannya, semua tidak sesuai dengan yang kita inginkan—hal yang instan dan mudah.

Hikmahnya:

Kebanyakan dari kita lebih menginginkan hal instan dan mudah, tanpa mau berusaha lebih keras. Kita malas mencuci apelnya. Kita malas mengupas kulitnya. Kita malas memotong-motong apelnya. Kita tidak mau berproses. Kita tidak mau bersusah payah. Kita hanya pasrah.

Iya tidak masalah jika memang kamu lebih memilih begitu. Karena ini bukan untuk mencari mana yang benar mana yang salah. Mana yang lebih baik mana yang lebih buruk. 

Tapi ini soal paradigma. Ini soal mindset.

Soal bagaimana kita tidak menghindari kenyataan dan menerima keadaan dengan lapang dada. Kita bisa belajar bagaimana memahami masalah dan keadaan yang tidak selalu bisa ideal sesuai kemauan kita.

Tidak semua hal bisa sesuai dengan apa yang kita mau dan kita inginkan. Kadangkala kita perlu belajar menerima keadaan, lalu bersyukur, dan menikmati keadaan itu dengan sisi positif.

Fin.

By: Indahime

Setelah membaca "Hikmah Dibalik Kisah Mengupas Apel" sampai selesai, bagaimana pandanganmu terhadap buah apel sekarang? Apakah bisa membuatmu lebih bersyukur? Silahkan tulis di kolom komentar. 

Mohon like, share, dan dukungannya.

Jika ada kritik dan saran boleh sampaikan melalui DM Instagram @indah_i3. 


Terima kasih banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun