Mohon tunggu...
Indah Muthiah
Indah Muthiah Mohon Tunggu... Administrasi - Content Writing

Penulis pemula yang sedang belajar story telling dan proofreading. Selalu ingin berbagi cerita yang bil hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hikmah Dibalik Kisah Mengupas Apel

3 Januari 2024   07:00 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:37 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Apel yang sudah dikupas kulitnya. 

Setelah apel sudah kita cuci, lalu kita ingin apel itu dikupas kulitnya. Yang kita butuhkan mungkin di antara pilihan di bawah ini.
- ada orang yang bersedia mengupas kulit apel untuk kita
- kita menggunakan alat otomatis mengupas kulit apel
- kita mencari tempat untuk mengupas kulit apel, seperti toko buah, tempat jus, atau yang lainnya.

Mana yang akan kita pilih?
Misal lagi-lagi kita sedang tak bertenaga untuk keluar, kita juga tidak punya alat otomatis pengupas kulit apel, dan tidak ada orang yang mau mengupaskan kulit apel untuk kita—kecuali diri kita sendiri. Lalu apa?

Mau tidak mau, kita mengupas sendiri kulit apel itu. Dengan bersungut-sungut kita kupas. Mungkin hasilnya akan jelek karena kita tidak bisa atau tidak ahli mengupas. Bisa jadi kita tidak punya pengalaman mengupas kulit apel (karena terbiasa langsung dimakan dengan kulitnya).

- Mungkin pada prosesnya jari kita akan terluka, berdarah.
- Mungkin pada prosesnya kita mengupas kulit apel dengan tidak rata.
- Mungkin pada prosesnya kita masih menyisakan kulit apel di sana sini karena lagi-lagi kita tidak bisa dan tidak terbiasa.

But it's okay. Kita tak punya pilihan lain. Kita harus tetap melewatinya. 

3. Apel yang sudah dipotong-potong menjadi lebih kecil.

Setelah kita lalui 2 proses itu, kita akan mudah melewati langkah terakhir yaitu memotong-motong apel menjadi beberapa bagian.

Saya bisa menjamin, rasa apel itu akan lebih manis daripada biasanya karena kita mau memilih untuk menerima kenyataan, berusaha realistis dengan pilihan yang ada, walaupun semua pilihan mengandung konsekuensi.

Kita akan lebih merasa bahagia karena kita berhasil melewati semua proses itu. Kita akan tetap memiliki idealisme dengan memenuhi semua standar itu. Hanya saja caranya, prosesnya, keadaannya, semua tidak sesuai dengan yang kita inginkan—hal yang instan dan mudah.

Hikmahnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun