Hadis kedua, diriwayatkan dalam Sunan Abi Daud kitab al-Jihad: "Abu Daud (berkata) Muhammad bin Umar bin 'Ali al-Muqaddami telah menyampaikan kepada kami, katanya Asy'ats bin 'Abdullah (al-Sijistani) telah menyampaikan kepada kami. (Pada jalur yang lain Abu Daud berkata:) Muhammad bin Basysyar telah menyampaikan kepada kami, katanya Ibn Abi 'Adi telah menyampaikan kepada kami, ini adalah ungkapannya. (Pada jalur yang lain pula, Ab Daud berkata:) al-Hasan bin 'Ali telah menyampaikan kepada kami, katanya Wahb bin Jarir telah menyampaikan kepada kami, dari Syu'bah dari Abi Bisyr dari Sa'id bin Jubair dari Ibn 'Abbas, ia berkata: Dahulu ada seorang perempuan yang setiap kali anak yang dilahirkannya selalu meninggal, maka dia pun berjanji, kalau sekiranya nanti anaknya bisa hidup, dia akan memasukkan ke agama Yahudi. Maka ketika suku Bani Nadir telah masuk Islam, mereka masih punya anak-anak Anshr (yang masih beragama Yahudi). Mereka mengatakan: Kita tidak akan membiarkan begitu saja agama anak-anak kita. Maka Allah menurunkan ayat: "Tidak ada paksaan dalam beragama, telah jelas yang benar dari yang sesat". (HR. Ab Dud).
Hadis di atas mengajarkan bahwa setiap pemeluk agama memiliki hak yang sama untuk memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing tanpa ada tekanan dan paksaan dari manapun. Hadis di atas memberi penjelasan kepada umat Muslim untuk menghargai dan menghormati setiap pemeluk agama meskipun berbeda. Hubungan antara sesama manusia (habl min al-ns) tidak dipandang dari perbedaan agama.
Tafsir Ayat bi al-Mufassir
At-Thabari menafsirkan bahwa sesorang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam, sesungguhnya huruf alif dan lam pada kata الدين untuk mema’rifahkan lafadz tersebut, yang Allah maksud dengannya adalah tidak ada paksaan memasukinya yaitu agama Islam. Sungguh sangat jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan, dan menjadi terang bagi pencari kebenaran dan petunjuk jalannya, maka ia terbebas dari kesesatan dan kekeliruan. Jangan sekali-kali kamu paksa masuk agama kamu (Islam) para ahli kitab dan orang yang aku perbolehkan mengambil pajak darinya; maka sesungguhnya orang yang menyipang dari kebenaran setelah ia mendapatkan petunjuk, maka balasannya diserahkan kepada Allah. dia yang Maha Mengatahui siksa di akhirat. Barang siaa kafir terhadap taghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berlindung dengan ketaatan kepada Allah, yang dengannya seseorang tidak merasa takut dan khawatir akan dihinakan, sebagaimana orang yang berpegang dengan kuat pada suatu ikatan yang dia tidak merasa khawatir akan putus. Dan Allah Maha Mendengar iman orang mukmin, kafir terhadap thagut ketika pengukuhan ke Esaan Allah dan bebas dari sekutu dan berhala yang disembah selain-Nya. Allah Maha Mengetahui dengan keinginan hatinya menauhidkan Allah dan memurnikan ketuhanan-Nya serta membesarkan apa yang mengerumuni hatinya yang dapat berupa segala sesuatu yang disembunyikan dalam diri seseorang. Tidak ada satu pun rahasia yang tersembunyi bagi Allah dan tidak ada satu pun permasalahn yang tertutup dari-Nya. semuanya akan mendapat ganjaran kelak di hari kiamat. Jika merupakan perbuatan baik maka akan dibalas dengan kebaikan, dan sebaliknya.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam kitabnya menyebutkan tidak boleh ada paksaan dan tindakan kekerasan untuk masuk ke dalam agama. Iman itu tunduk dan khusdu’. Untuk mencapai hal itu tidak dapat dilakukan dengan paksaan dan tekanan, tetapi harus dengan alasan dan penjelasan yang meyakinkan. Iman adalah urusan hati, maka tidak ada seorang pun dapat menguasai hati manusia. Telah jelas bahwa Islam membawa petunjuk dan kemenangan, sedangkan agama yang lain sesat dan menyimpang dari kebenaran. Karena itu tidak perlu memaksa dan menekan orang lain dalam beragama. Barangsiapa mengkufuri berhala dan segala yang disembah selain Allah dan beriman kepada Allah, mengharapkan pertolongan-Nya, dan mengakui Allah telah mengutus Rasul-Rasul-Nya untuk memberi kabar gembira dan peringatan, sungguh orang tersebut telah berpegang kukuh pada tempat pegangan yang kuat. Allah mendengar segala ucapan mereka yang mengatakan beriman kepada Allah dan mengetahui apa yang dirahasiakan dalam hatinya, baik diucapkan atau tidak. Maka orang yang mengaku segala urusan berjalan dengan ketentuan Allah maka itulah mukmin yang sebenarnya. Sebaliknya, orang yang dalam jiwanya terdapat pengaruh berhala, layak menerima azab.
Dalam tafsir Al-Qurthubi dijelakan bahwa Ayat ini tidak dinasakh, ayat ini turun pada ahli kitab saja. Mereka tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam apabila mereka amu menyarahkan upeti. Yang dipaksa memeluk agam Islam adalah penyembah berhala, tidak diterima dari mereka kecuali mereka mau memeluk agama Islam. Mereka inilah yang dimaksud dalam ayat 66 surat at-Tahrim: “Hai Nabi perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik.” Ini adalah pendapat Asy-Sya’bi,Qatadah, dan Adh-Dhahhak.
selanjutnya dalam tafsir Munir disebutkan janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk Islam, karena bukti dan dalil kebenaran Islam sudah sangat jelas, jadi tidak perlu ada paksaan untuk memeluknya. Karena keimanan adalah kesadaran dan kerelaan, hujjah dan bukti-bukti, jadi tidak ada gunanya segala bentuk paksaan. Telah jalan kebenaran dan jalan kebatilan, telah jelas bahwa Islam adalah jalan kebenaran sedangkan selain Islam adalah jalan kesesatan. Jadi semua orang memiliki kebebasan untuk beriman atau kafir. Allah Maha Mendengar terhadap ucapan orang yang mengaku ingkar kepada thaguut, dan iman kepada-Nya, Maha Mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati manusia berupa pembenaran atau pendustaan.
Penafsiran terakhir adalah sebagaimana yang disebutkan oleh M Quraish Shihab yakni mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu. Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Agama-Nya dinamai Islam, yang berarti damai yang hanya dapat diraih oleh dalam keadaan jiwa yang tenang. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan agama Islam. Mengapa ada paksaan, padahal telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat. Jika demikian, sangat wajar setiap pejalan memilih jalan yang benar, dan tidak terbawa ke jalan yang sesat. Sangatlah wajar semua masuk agama ini, maka pasti ada yang keliru dalam jiwa seseorang jika menelusuri jalan yang lurus setelah jelas jalan itu terbentang di hadapannya. Barang siapa beriman kepada Allah dan mengingkari segala sesuatu yang mematikan akal dan memalingkannya dari kebenaran, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh pada penyebab terkuat untuk tidak terjerumus ke dalam jurang. Allah Maha Mendengar apa yang kalian katakan, Maha Melihat apa yang kalian lakukan, maka Dia pun akan membalasnya dengan yang setimpal.
Manusia dilahirkan dalam keadaan bebas. Kebebasan mereka dalam kehidupan benar-benar mutlak dalam segala hal, hingga bertemu dengan kebenaran atau kebaikan. Hak kebebasan beragama merupakan hak yang esensi bagi manusia yang memungkinkan ia sanggup untuk menjawab dengan bebas panggilan kecintaan dari Tuhan dan untuk menjawab penciptanya. Hak untuk beriman secara bebas termasuk dalam kerangka kebebasan hati nurani perorangan. Kebutuhan untuk menjamin kebebasan beragama harus diikuti dengan perlindungan hak-hak asasi manusia yang lain, yakni hak berkumpul; mencari, menerima, dan memberikan penerangan, dan mengajarkan agama atau kepercayaan. Kebebasan beragama juga mendorong penerapan kebebasan agama atau kepercayaan dalam ranah sosial, ekonomi, dan politik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Kebebasan beragama difahami sebagai prinsip bahwa setiap individu bebas memilih dan mengimani agamanya serta mengamalkan sepenuhnya ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Islam memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama masing-masing dan tidak diperbolehkan memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Dengan demikian, maka tidak dibenarkan ada pihak-pihak lain untuk mengganggu-gugat hak yang paling dasar ini, baik berupa pengingkaran sepenuhnya atau hanya sekadar pereduksian.