Pengertian Gharar
Secara lughawi gharar adalah  al-khathr, pertaruan, majhul al-aqibah; tidak jelas hasilnya ataupun dapat diartikan sebagai al-mukhatharah, pertaruhan dan al-jahalah; ketidakjelasan. Gharar merupakan bentuk keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang lain. Yang dimaksut dengan gharar dapat diartikan sebagai semua bentuk jual beli yang didalamnya mengandung unsur-unsur ketidakjelasan, pertaruhan dan perjudian.
Sedangkan secara istilah, al-Zuhayli mendefinisikan gharar atas dasar aneka konsep yang ditawarkan oleh para fuqaha, yaituÂ
a) al-sarakhsi, dari madzhab Hanafi, berpandangan bahwa gharar adalah ma yakunu mastur al-aqibah, yaitu sesuatu yang tersembunyi akibatnya,Â
b) al-Qarafi, dari kalangan madzhab Maliki, mengatakan bahwa asl al-gharar huwa al-ladhi la yudra hal yuhsal am la ka al-tayr fi al-hawa wa al-samak fi al-ma, yaitu sesuatu yang tidak diketahui apakah ia akan diperoleh atau tidak, seperti burung di udara dan ikan di air,Â
c) Shirazi, seorang ulama yang bermazhab Syafi'i, berkata bahwa gharar adalah ma intawa 'anh amruh wa khafiya 'alayh 'aqibatuh, adalah sesuatu yang urusannya tidak diketahui dan akibatnya tersembunyi,Â
d) Ibn Taymiyah mengatakan gharar bermakna al-majhul al-'aqibatuh, yaitu tidak diketahui akibatnya.
Gharar terjadi ketika kedua belah pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah minggu depan, tahun depan dan sebagainya, yang merupakan produk dari suatu transaksi yang dibuat bersama. Ketidak jelasan ini kemudian disebut gharar yang dilarang dalam islam. Islam melarang gharar hadir dalam perekonomian, sebab gharar mengandung ketidakadilan.Â
Islam mensyaratkan para pelaku ekonomi patuh dan tunduk pada beberapa ketentuan yang, misalnya dalam jual beli, meliputi: a) timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat dan jenis yang ditimbang), b) barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul, tidak diketahui ketika beli), c) mempunyai tempo tangguh yang jelas, dan d) ada kerelaan para pihak terhadap bisnis yang dijalankan.
Hukum Gharar
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pelarangan terhadap transaksi gharar didasarkan kepada larangan Allah Swt atas pengambilan harta/ hak milik orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. Ibnu taiiyah menyandarkan pada firman Allah Swt, yaitu:
Dan jangan sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,npadahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 188)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu denga jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-nisa': 29)
Hikmah Larangan Jual Beli Gharar
Diantara hikmah larangan jual beli gharar adalah untuk menjaga harta orang lain dan menghindari perselisihan dan permusuhan yang muncul akibat adanya penipuan dan prtaruhan.
Bentuk Jual Beli Gharar
Bentuk transaksi gharar menurut Abdullah Muslih terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.Jual beli barang yang belum ada (ma'dum)
Tidak adanya kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad tersebut sudah ada ataupun belum ada (bai' al-ma'dum). Contohnya menjual janin yang masih dalam kandungan induknya, kecuali dengan cara ditimbang sekligus atau setelah anak binatang itu lahir.
2.Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
a.Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual. Bila suatu barang belum diserahteriakan di saat jual beli, maka barang tersebut tidak dapat dijual kepada orang lain.
b.Tidak adanaya kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang dijual. Contohnya jual beli ijon atau buah yang masih dipohon dan belum terlihat baik.
c.Tidak adanya kepastian tentang waktu penyerahan obyek akad. Jual beli yang dilakukan dengan tidak menyerahkan langsung barang sebagai obyek akad. Contohnya jual beli dengan menyerahkan barang setelah kematian seseorang.
d.Tidak adanya kepastian obyek akad. Yaitu adanya dua obyek akad yang berbeda dalam satu transaksi. Contohnya, dalam suatu transaksi terdapat dua barang yang berbeda kriteria dan kualitasnya, kemudian ditawarkan tanpa menyebutkan barang yang mana yang akan dijual sebagai obyek akad.
e.Kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi. Contohnya transaksi jual beli laptop dalam keaadaan rusak. Termasuk jual beli gharar karena didalamnya terdapat unsur spekulatif bagi penjual dan pembeli.
3.Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan
a.Tidak adanya kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual.
b.Tidak adanya kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar.
c.Tidak adanya ketegasan bentuk transaksi, yaitu adanya dua macam atau lebih transaksi yang berbeda dalam satu obyek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang dipilih sewaktu terjadi akad.
d.Adanya keterpaksaan.
Ada empat macam jual beli gharar yang diperbolehkan:
a.Jika barang tersebut sebagai pelengkap
b.Unsur ghararnya sedikit
c.Masyarakat memaklumi hal tersebutkarena dianggap sesuatu yang remeh
d.Mereka memang membutuhkan transaksi tersebut.
Ibnu Qayyim di dalam Zadu al-Ma'ad mengatakan "tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisahkan darinya maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli"
Gharar yang masih diperselisihkan, yakni gharar yang berada ditengah-tengah antara diharamkan dan diperbolehkan, sehingga para ulama berselisih pendapat di dalamnya. Contohnya, ketika ingin menjual sesuatu yang terpendam di tanah, seperti kacang, wortel, umbi-umbian, dan lainnya.
Para ulana sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual beli tersebut, namun masih berada dalam menghukuminya. Adanya perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka diantaranya Imam Malik memandang gharar ringan, atau tidak mungkin dilepas darinya dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga memperbolehkannya. Dan sebagian yang lain diantaranya Imam Syafi'i dan Abu Hanifah memandang ghararnya besar, dan memungkinkan untuk dilepas darinya, sehingga mengharamkannya.
Daftar Pustaka
Nadratuzzaman Hosen.2009. Â Analisis Bentuk Gharar Dalam Transaksi Ekonomi. Al-iqtishad, 01(01): 54-63.
Sirajul Arifin. 2010. Gharar dan Risiko dalam Transaksi Keuangan. Jurnal Tsaqafah, 06(02): 313-333.
https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-gharar.html, Selasa, 10 November 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI