Mohon tunggu...
Shlaalauyubi
Shlaalauyubi Mohon Tunggu... Penulis - pelajar

penelaah kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ruang Raung Pena

17 Mei 2024   13:51 Diperbarui: 17 Mei 2024   13:53 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Di aula sekolah, acara sudah dimulai sedari tadi. Semua peserta sudah bersiap-siap dan membaca-baca karya-karyanya masing-masing dengan perlahan untuk membayang-bayangkan bagaimana nantinya ketika tampil. Waktu terus bergulir sedangkan aku masih berlari menuju sekolah,walau kini aku sudah sampai disebrangnya dan sedikit terengah-engah.

 Di dalam, Laura yang sang penanggung jawab acara mencari Risma kemana-mana sampai dia menunggu di luar gedung aula sampai terjongkok-jongkok dan meneduh dibawah pohon. Aku melihatnya dan diapun melihatku. Dia mendekat.

"Yub! Kamu kemana aja?" jegat Laura.

"aku... aku abis dari ruamah sakit... Risma... Risma..." jawabku sambil terengah-engah.

"Risma! Kenapa lagi?" Kaget Laura.

                                                                        ***

Di atas panggung, aku telah berdiri dengan gagah walau air mataku tidak tertahan untuk berhenti berjalan ke dagu. Para penonton riuh kebingungan, sebenarnya ada apa dengaku? Kenapa aku lebih dulu menangis? Mungkin itulah beberapa pertnayaan yang lewat bolak-balik dari mulut ke-mulut sependengaranku didepan sini. Mungkin waktu telah menyeruku untuk menghilangkan rasa yang diberi Tuhan, yaitu rasa sedih.

"Melihatnya seperti ini terus. Terasa sedih, gundah dan kasihan. Tapi, kenapa dia tidak melawan? Dia tidak bisu, tuli, lumpuh, buta, atau apapun. Dia masih bisa melawan, bukan! Kalau dia tidak melawan biar aku yang membantunya untuk melawan..." gumamku.

Lantas mulai aku tarik nafas dalam dan mulai berbicara.

 "Saya Shala Al-auyubi, saya teman sebangku orang yang seharusnya tampil disini, dan sekarang orang yang seharusnya maju dan membacakan karyanya sedang berjuang menantang maut di ruang oprasi sana. Dan saya akan bacakan apa yang dia tulis dengan judul 'Ruang Raut Pena'... dan inilah karyanya..." Permainan lampu mulai dilakukan, alunan biola mulai terdengan perlahan, aku sudah cerita semuanya kepada para panitia bahwa untuk memperingati Risma yang tengah berjuang kita akan buat sebuah pentas khusus untuknya, karena aku juga telah membuat live lewat kamera ponselku yang terhubung dengan televisi yang ada di rumah sakit, jadi Risma bisa mendengar sedikit suara aku membaca puisi walau dia tidur dalam bius.

Aku mulai membaca puisi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun