Mohon tunggu...
Inas Amalia
Inas Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya Ingin Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Matematika terhadap Perkembangan Kognitif pada Masa Pandemi

20 Juli 2021   19:33 Diperbarui: 20 Juli 2021   19:46 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan pada anak usia dini meliputi  perkembangan kognitif, bahasa, sosial emosional, nilai agama moral, dan fisik motorik. Kognitif adalah proses berfikir anak yang memunculkan kemampuan menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan kejadian atau peristiwa (Veronica, 2018). Menurut Piaget kognitif adalah kemampuan seseorang untuk merasakan, dan mengingat, dan membuat alasan untuk berimajinasi (Ibda, 2015).

Menurut Mayesty (1990) bermain adalah salah satu stimulasi dari perkembangan kognitif pada anak, karena bagi anak bermain dalah hidup dan hidup adalah permainan. Salah satu bentuk permainan yang dapat mendorong perkembangan kognitif pada anaka adalah dengan permainan simbolik. Permainan simbolik adalah bermain dengan memaikan suatu peran, dengan itu anak terlatih untuk berpikir abstrak (Veronica, 2018).

Menurut Piaget kognitif pada anak usia dini melewati dua tahap yaitu tahap sensori motorik (0-2 tahun) dan tahap pra-operasional (2-6 tahun). Yang pertama adalah tahap sendori motorik yang berlangsung sejak kelahiran hingga usia dua tahun. Pada tahap ini, bayi memperlihatkan pola reflektif sebagai adaptasi dengan dunia. 

Pada usia satu sampai empat bulan bayi mengandalkan tindakan atau gerakan sebagai respons dari tindakan sebelumnya. Pada usia empat bulan sampai usia setahun, bayi meperlihatkan tindakan-tindakan yang terlibat dengan lingkungan sekitar. Dengan ini anak mulai belajar mengingat objek secara permanen, maka inilah yang disebut kemampuan untuk mengingat. Pada usia setahun hingga dua tahun anak mempertahankan sesuatu yang menarik, tetapi dengan variasi yang lebih tetap. 

Pada usia satu setengah tahun anak mulai mengalami perkembangan mental dan dapat menggunakan kombinasi mental tertentu untuk menyelesaikan persoalah yang sederhana, seperti menggunakan mainannya untuk membuka pintu. Menjelang akhir tahap sensori motorik, anak bisa membedakan antara dirinya dengan dunia sekitarnya dan menyadari objek tetap (Mu'min, 2013).

Selanjutnya tahap pra-operasional pada usia dua sampai enam tahun, pada tahap ini anak menunjukan aktivitas dalam menghadapi hal diluar dirinya. Di tahap ini pula anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan symbol. Cara berpikir anak pada tingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis (Ibda, 2015).

Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini Selama Pandemi

Pembelajaran yang dilakukan secara daring di masa pandemi ini memberikan dampak buruk bagi pendidikan terutama dalam anak usia dini walaupun juga terdapat dampak baik yang dirasakan. Ada banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pembelajaran di masa pandemi ini. Salah satunya adalah orang tua harus ikut berperan penting dalam pembelajaran dirumah dan perkembangan anak, terutama dalam perkembangan kognitif.

Tantangan di masa pandemi ini bagi kemampuan kognitif anak yaitu berupa risiko, perilaku, emosional, dan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan ataupun keterlambatan perkembangan. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap masa depan anak. Pada  masa pandemi ini orang tua dan guru dituntut untuk berkreatifitas dan aktif agar pembelajaran dapat berjalan menyenangkan. Dalam hal tersebut kebanyakan pendidik lebih menekankan kepada konsep bermain(Widya, 2012). Bagi anak usia dini itu sangat berperan penting karena merupakan bagian dalam pengembangan kemampuan kognitif anak.

Pada anak usia dini, kemampuan kognitif anak harus dikembangkan agar kedepannya anak bisa berpikir secara kritis, logis, bisa memecahkan masalah dirinya nanti, dan lain-lain(Fauzy & Nurfauziah, 2021). Pembelajaran yang ada di Indonesia, seperti yang kita ketahui Indonesia lebih menstimulasikan pembelajarannya pada kegiatan yang sangat berhubungan dengan kognitif. Hal tersebut dikarenakan para orang tua berpikir bahwa anak yang cerdas dan suskses nantinya adalah anak yang memiliki kemampuan kognitif yang tinggi sehingga hal tersebut akan menjadi tantangan bagi para orang tua. 

Dalam pembelajaran daring ini, tentunya guru tidak dapat secara langsung berinteraksi dengan anak-anak dan tidak dapat melihat secara langsung perkembangan kognitif dari anak-anak. Padahal dalam pendidikan anak usia dini hubungan guru dengan peserta didik sangat penting dalam mencapai aspek perkembangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun