Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Perubahan Elektoral dan Masa Depan Desa

4 Januari 2025   07:03 Diperbarui: 5 Januari 2025   20:07 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/TOTO SIHONO)

Penghapusan presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang demokrasi lebih inklusif. Semua partai politik peserta pemilu kini dapat mencalonkan presiden tanpa terikat perolehan suara legislatif, mengakhiri mekanisme politik eksklusif yang sebelumnya membatasi pencalonan berdasarkan ambang batas suara tertentu.

Langkah ini membuka ruang kompetisi yang lebih sehat, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat akar rumput, termasuk desa.

Desa, yang selama ini dianggap sebagai elemen pasif dalam dinamika politik nasional, kini memiliki peluang berkontribusi lebih signifikan dalam menentukan masa depan bangsa.

Suara masyarakat desa kini lebih relevan karena setiap partai, besar maupun kecil, memiliki kesempatan yang sama mencalonkan kandidatnya.

Seperti yang diungkapkan Antlöv (2003), desa bukan hanya unit administratif terkecil, tetapi juga pusat aktivitas politik yang menentukan arah pembangunan daerah dan bahkan nasional.

Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini, peran desa semakin diperkuat melalui partisipasi yang lebih luas dan inklusif.

Tidak hanya suara desa akan semakin dihargai, tetapi desa juga berpotensi menjadi lokus dari munculnya pemimpin baru yang memahami persoalan lokal sekaligus memiliki visi nasional.

Keputusan ini juga membawa dampak langsung terhadap partai-partai politik.

Selama ini, partai kecil kerap tersingkir dari arena pencalonan presiden karena tidak mampu memenuhi persyaratan ambang batas.

Dengan penghapusan ambang batas, partai-partai ini mendapatkan kesempatan mengajukan kandidat yang lebih merepresentasikan kepentingan masyarakat kecil, termasuk masyarakat pedesaan. 

Tavits (2008) menyebutkan bahwa sistem pemilu yang lebih terbuka memungkinkan distribusi suara yang lebih merata, yang pada akhirnya mendorong inklusivitas dalam politik.

Salah satu rambu yang ditetapkan MK adalah bahwa partai yang tidak mencalonkan pasangan calon pada pemilu presiden tidak dapat mengikuti pemilu berikutnya.

Rambu ini memaksa partai untuk lebih serius dalam mencalonkan kandidatnya dan menjalin koalisi strategis.

Bagi partai kecil, ini menjadi tantangan guna memastikan relevansi mereka dalam kompetisi politik, sekaligus menjadi peluang menawarkan kandidat yang benar-benar mewakili aspirasi masyarakat, termasuk di pedesaan.

Desa, dalam konteks ini, menjadi pusat perhatian baru. Dalam buku Ricklefs (2012), disebutkan bahwa transformasi sosial dan politik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran desa sebagai unit sosial yang paling dekat dengan masyarakat.

Dengan keterbukaan sistem politik yang lebih luas, desa menjadi basis kekuatan politik baru yang mendorong kandidat dengan visi pembangunan berkelanjutan, terutama di bidang pertanian, pendidikan, dan kesehatan yang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat pedesaan.

Di sisi lain, penghapusan ambang batas ini juga membawa implikasi besar bagi pembangunan desa.

Seperti yang diungkapkan Liddle (2011), demokrasi yang sehat membutuhkan koneksi yang kuat antara pemerintah pusat dan masyarakat lokal.

Dalam konteks ini, keberadaan pemimpin yang memahami persoalan desa akan menjadi lebih penting. 

Partai-partai politik perlu menjadikan desa sebagai bagian integral dari strategi politik mereka, bukan hanya sebagai kantong suara tetapi juga sebagai mitra dalam merumuskan kebijakan pembangunan.

Penghapusan ambang batas berpotensi menjadikan desa sebagai lokus munculnya pemimpin baru yang memahami persoalan lokal (sumber: AI Meta)
Penghapusan ambang batas berpotensi menjadikan desa sebagai lokus munculnya pemimpin baru yang memahami persoalan lokal (sumber: AI Meta)

Salah satu pertanyaan menarik adalah apakah desa siap menghadapi peluang baru ini. Desa-desa di Indonesia memiliki beragam kapasitas dalam hal partisipasi politik dan kemampuan mengartikulasikan aspirasinya di tingkat nasional.

Oleh karena itu, partai politik memiliki tanggung jawab besar membangun kapasitas desa melalui pendidikan politik dan pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Pendidikan politik di desa menjadi elemen penting menjawab tantangan ini. Tanpa pendidikan politik yang memadai, masyarakat desa dapat menjadi sasaran manipulasi politik oleh elit-elit tertentu.

Pendidikan politik ini harus mencakup pemahaman tentang hak dan kewajiban warga negara, pentingnya partisipasi dalam pemilu, dan kemampuan kritis memilih pemimpin yang kompeten. 

Pendidikan politik juga perlu disertai dengan program-program pemberdayaan ekonomi, sehingga masyarakat desa memiliki kemandirian yang lebih besar dalam menentukan pilihan politiknya, sekaligus mampu menghindari pengaruh negatif seperti politik uang atau manipulasi suara.

Keberhasilan keputusan MK ini juga sangat tergantung pada bagaimana implementasinya diatur.

Salah satu rambu yang ditetapkan adalah bahwa pengaturan lebih lanjut oleh pembentuk undang-undang harus dilakukan dengan partisipasi masyarakat secara bermakna, inklusif, dan transparan.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri mengingat proses legislasi di Indonesia kerap kali minim partisipasi publik.

Tavits (2008) menegaskan bahwa keterbukaan sistem politik tidak hanya soal mekanisme pencalonan, tetapi juga bagaimana semua elemen masyarakat, termasuk desa, berpartisipasi secara aktif dalam seluruh proses demokrasi.

Selain itu, keputusan ini juga membuka peluang munculnya lebih banyak kandidat dalam pemilu mendatang.

Dengan tidak adanya batasan pencalonan, kemungkinan besar surat suara akan dipenuhi oleh wajah-wajah baru. Hal ini menjadi keuntungan bagi pemilih karena pilihan mereka menjadi lebih beragam.

Banyaknya kandidat juga menjadi tantangan bagi pemilih desa yang belum sepenuhnya teredukasi dalam memilih pemimpin yang kompeten.

Oleh karena itu, partai politik dan lembaga terkait perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif guna memastikan masyarakat memahami program dan visi-misi para kandidat.

Lebih jauh, desa juga memiliki potensi besar menjadi pusat inovasi politik yang lebih inklusif. Desa-desa menjadi laboratorium demokrasi di mana berbagai model partisipasi masyarakat diuji dan diterapkan.

Misalnya, pengembangan musyawarah desa sebagai ruang diskusi yang demokratis menjadi contoh bagaimana masyarakat lokal dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Integrasi isu-isu pembangunan berkelanjutan dalam politik desa juga perlu menjadi perhatian, seperti pertanian berkelanjutan, mitigasi perubahan iklim, dan pengelolaan sumber daya alam, memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional secara menyeluruh.

Namun, apakah keputusan ini akan bertahan dalam lima tahun ke depan? Dalam dunia politik yang dinamis, keputusan ini tetap rentan terhadap perubahan. 

Ricklefs (2012) mencatat bahwa sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa reformasi besar sering kali menghadapi tantangan serius di kemudian hari. 

Jika ada tekanan politik yang cukup besar, baik dari partai dominan maupun elemen lain yang merasa dirugikan, bukan tidak mungkin MK akan mengkaji ulang keputusan ini.

Jika keputusan ini mampu membuktikan dampak positifnya, terutama dalam meningkatkan kualitas demokrasi dan representasi masyarakat, maka akan sulit membatalkannya.

Demokrasi yang inklusif dan kompetitif adalah fondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan. Desa, sebagai akar dari masyarakat Indonesia, memiliki peran strategis dalam mewujudkan cita-cita ini.

Ke depan, peran desa tidak hanya berhenti sebagai penerima manfaat dari kebijakan pusat tetapi juga sebagai aktor yang proaktif dalam menentukan arah pembangunan.

Partai politik, pemerintah, dan masyarakat desa harus membangun sinergi yang kuat guna memastikan bahwa keputusan MK ini benar-benar menjadi tonggak perubahan positif bagi Indonesia.

Dengan demikian, desa tidak hanya menjadi bagian dari demokrasi, tetapi juga menjadi penggerak utama dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun