Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Desa Cerdas Dimulai dari Pendamping yang Literat

1 Januari 2025   14:53 Diperbarui: 2 Januari 2025   15:17 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memperkaya literasi satu cara mencapai lain dunia (sumber: Gambar oleh StockSnap dari Pixabay)

Dalam dunia pendampingan desa, sering kali ditemui kenyataan yang memprihatinkan, yakni minimnya perhatian terhadap literasi. Hal ini tidak hanya mencerminkan masalah individu, tetapi juga berimbas pada pengembangan desa itu sendiri.

Ada "sebagian kecil" pendamping desa yang enggan berliterasi, meskipun mereka sungguh sangat memahami bahwa, berliterasi adalah kunci mencipta perubahan di desa yang mereka dampingi. 

Tugas pendamping desa bukan hanya soal mendampingi dan memberi solusi, tetapi lebih dari itu. Tugas pendamping yakni menjadi agen perubahan dalam memberikan informasi, seperti memahamkan berbagai regulasi, kebijakan, dan literasi sosial yang ada.

Jika saja pendamping desa ada yang enggan berliterasi, bagaimana mereka bisa mengidentifikasi masalah yang ada di desa dengan baik? Bagaimana mereka bisa menginformasikan dan memahamkan masyarakat desa, jika pengetahuan dasar saja kurang?

Dalam banyak hal, pendamping desa harus mampu menghubungkan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dengan kebutuhan pemerintah desa dan masyarakat desa. Untuk itu, kemampuan literasi sangat dibutuhkan. 

Sayangnya, ada "sebagian kecil" pendamping yang lebih memilih menilai masalah hanya dari apa yang mereka lihat di permukaan, bahkan hanya dari membaca judul sebuah artikel. Mereka lupa bahwa berliterasi adalah pintu pertama melihat lebih dalam dari palung persoalan.

Sebagai contoh, ketika pendamping desa hanya mengandalkan informasi sepotong-sepotong mengenai regulasi, dapat berakibat fatal. Terutama ketika kebijakan yang diterapkan tidak sesuai dengan fakta di lapangan, menjadikan rencana pembangunan desa yang mestinya berjalan lancar jadi tersendat. 

Penelitian Agustiar (2021) "Optimalisasi Peran Pendamping Desa dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa." dalam Jurnal Ascarya, menemukan pelaksanaan Dana Desa tidak maksimal, disebabkan kualitas pendamping desa yang tidak cukup memahami cara pengelolaannya secara benar.

Literasi menjadi jembatan yang sangat penting guna menghubungkan berbagai informasi yang ada. Sayangnya, literasi di kalangan pendamping desa, seringkali dipandang sebelah mata. 

Padahal, semakin tinggi tingkat literasi seseorang, semakin baik pula cara mereka menyampaikan informasi, mengarahkan, dan membantu menyelesaikan masalah.

Di tingkat desa, kesadaran akan pentingnya literasi menjadi sangat relevan, terutama dalam konteks pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat.

Pendamping desa yang literat bisa lebih efektif mengelola program pembangunan yang ada, karena mereka memahami regulasi dengan baik, serta mampu memberikan solusi berbasis pengetahuan yang valid.

Seringkali, ditemukan pendamping desa yang lebih mengandalkan insting dan pengalaman ketimbang pemahaman berbasis informasi yang mendalam. 

Dalam situasi ini, keterbatasan informasi bisa menjadi masalah besar. Masyarakat desa yang ingin berkembang sering kali bergantung pada pendamping guna memeroleh informasi yang tepat dan valid. 

Namun, jika pendamping itu sendiri tidak tahu banyak tentang topik yang sedang dibahas, mereka akan kesulitan memberikan penjelasan yang akurat. 

Alih-alih menjadi agen perubahan, pendamping justru berisiko menjadi penghambat kemajuan jika tidak mampu meningkatkan kapasitas dirinya. 

Sekaligus hal ini menjadi penyebab rendahnya tingkat literasi di desa itu sendiri, karena masyarakat pun mengikuti jejak pendamping yang kurang memahami pentingnya berliterasi.

Contoh, dalam program P3MD, penting bagi pendamping desa memahami secara mendalam mengenai SDGs Desa dan cara menerapkannya dalam konteks desa. 

Jika seorang pendamping desa tidak memahaminya dengan baik, tentu sulit mengintegrasikannya ke dalam perencanaan dan implementasi program.

Dalam hal ini, literasi menjadi penentu utama apakah program tersebut akan berhasil atau justru gagal. 

Pendamping desa yang literat tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu menerjemahkannya menjadi langkah-langkah strategis dan praktis yang dapat diterapkan di lapangan. 

Dengan literasi yang tepat dan dengan media yang pas, seperti melalui Learning Manajemen Sistem (LMS), atau artikel-artikel yang tertebar di banyak platform, mereka akan mampu memberikan arahan yang tepat berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, bukan hanya berdasarkan pengalaman atau asumsi semata. 

Pentingnya literasi dalam pendampingan desa bukanlah hal baru. Banyak studi yang menunjukkan bahwa kualitas pendampingan sangat dipengaruhi oleh kualitas literasi. 

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2021), pendamping desa yang memiliki tingkat literasi yang tinggi cenderung lebih sukses dalam menjalankan tugas mereka.

Mereka lebih mampu mengatasi masalah yang ada, mengelola kegiatan dengan lebih efektif, dan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat desa. 

Hal ini menunjukkan bahwa literasi merupakan investasi yang tidak hanya berdampak pada individu pendamping, tetapi juga pada perkembangan desa secara keseluruhan.

Namun, realitanya ada pendamping desa yang mengabaikan pentingnya berliterasi. Mereka mungkin merasa cukup dengan apa yang mereka dengar atau hanya mengandalkan pengalaman dan penjelasan atasan. Padahal, zaman terus berubah dan informasi semakin berkembang pesat dan mudah didapat.

Untuk itu, sebagai pendamping desa, seharusnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan komitmen terus belajar. 

Membaca buku, jurnal, atau bahkan membaca regulasi terbaru adalah cara yang paling efektif memperkaya pengetahuan, merawat dan memperkuat kemampuan pendampingan. Dengan begitu, mereka bisa memberi dampak lebih besar bagi desa yang didampingi.

Jika pendamping desa tidak literat, bagaimana mungkin desa yang mereka dampingi bisa berkembang menjadi desa yang cerdas? 

Desa yang literat adalah desa yang tahu apa yang mereka butuhkan bukan yang mereka inginkan. Tanpa pengetahuan yang cukup, masyarakat desa akan terjebak dalam lingkaran fakir informasi.

Mereka tidak akan bisa mengambil keputusan yang tepat, karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di sinilah peran pendamping desa yang literat menjadi sangat penting, yakni sebagai penghubung antara dunia luar dan dunia desa yang kadang terisolasi oleh keterbatasan informasi.

Kesimpulannya, untuk menciptakan desa yang berkembang, kita harus mulai dengan memperbaiki literasi pendamping desa. Tanpa literasi yang baik, semua usaha memperbaiki desa akan terhambat. 

Desa membutuhkan pendamping yang tidak hanya mengandalkan pengalaman, tetapi juga pengetahuan yang didapatkan dari membaca dan belajar.

Jika pendamping desa terus gagap literasi, maka desa pun akan gagal literasi. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan literasi, agar kita dapat membantu desa menuju masa depan yang lebih cerah. Desa cerdas dimulai dari pendamping desa yang literat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun