Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Imron "Iblis Membentangkan Sajadah" Refleksi Manusia Modern

7 Desember 2024   08:40 Diperbarui: 7 Desember 2024   08:51 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber : chatgbt.com)

Perjuangan melawan godaan: Manusia harus sadar akan kehadiran "iblis" dalam berbagai bentuk, termasuk nafsu, ambisi, dan keserakahan.

Refleksi diri: Cerita ini mengajak pembaca untuk merenungkan sejauh mana mereka benar-benar menjalani nilai-nilai spiritual dalam hidup.

Sekilas kalau kita melihat jalan ceritanya, kisah ini dimulai dengan penggambaran sosok iblis yang secara metaforis hadir dalam kehidupan manusia. Dalam cerpen ini, iblis tidak hanya didefinisikan sebagai makhluk gaib yang berusaha menyesatkan manusia, tetapi juga mewakili sifat-sifat buruk seperti keserakahan, kemunafikan, dan hasrat untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang salah.

Tokoh utama dalam cerita adalah seorang pria yang merasa dirinya religius dan sering menunjukkan kesalehannya di depan orang lain. Ia selalu membentangkan sajadah di tempat-tempat ramai untuk shalat, tetapi niatnya bukan murni ibadah melainkan untuk mendapatkan pujian. Sajadah dalam cerita ini menjadi simbol dari spiritualitas yang seharusnya suci, tetapi malah dikotori oleh kepentingan duniawi.

Pada satu titik, pria ini bertemu dengan seseorang yang misterius, digambarkan sebagai "iblis" dalam bentuk manusia. Iblis ini memprovokasi pria tersebut, mengungkapkan bahwa perbuatannya selama ini hanyalah pura-pura. Dialog antara keduanya menjadi momen refleksi yang mendalam. Iblis berkata bahwa ia tak perlu lagi menyesatkan manusia secara langsung karena manusia kini sering kali menyesatkan dirinya sendiri.

Cerpen ini ditutup dengan adegan yang ambigu, di mana pria tersebut akhirnya menyadari kemunafikannya namun merasa sulit melepaskan kebiasaan buruknya. Ia berdiri di atas sajadahnya, merenungi apakah ia benar-benar mampu beribadah dengan tulus atau terus terjebak dalam penampilan kosong.

Beberapa catatan saya yang mungkin bisa terungkap dalam cerpen ini, dianratanya;

1. Gaya Penulisan

Imron Supriyadi menggunakan gaya naratif yang simbolis dan reflektif dalam cerpen ini. Penulis kerap memanfaatkan dialog antara tokoh utama dan "iblis" untuk menyampaikan gagasan filosofis, yang membuat cerpen ini terasa seperti sebuah perenungan spiritual. Alur cerita yang mengalir lambat tetapi penuh makna memberi ruang bagi pembaca untuk merenungkan makna dari setiap adegan.

Bahasa yang digunakan sederhana tetapi sarat dengan makna kiasan. Misalnya, sajadah tidak hanya sebagai alat fisik untuk beribadah, tetapi juga melambangkan kesucian hati yang sering kali "dibentangkan" hanya untuk dilihat orang lain.

2. Simbolisme dalam Cerita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun