(Catatan "Ketika Iblis Membangkan Sajadah" Cerpen Imron Supriyadi)Â
Oleh Ronas Alfa, Pegiat Sastra Indonesia
Imron Supriyadi, hanya saya kenal dari berbagai tulisannya yang tersebar di berbagai media, dan situs dunia maya. Dari sejumlah referensi, saya melihat, Imron Supriyadi, adalah seorang penulis cerpen asal Indonesia, tepatnya dari Desa Sabrangrowo, Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Suami dari Pustrni Hayati, S.Pd.I ini, karyanya sering memadukan unsur lokal dengan gaya penulisan yang reflektif dan kaya makna.
Ayah dari Annisatun Nurul Alam, Muhammad Kahfi El Hakim dan Muhammad Akbar El Hakim ini, dikenal karena kemampuannya menangkap kehidupan sehari-hari dalam prosa yang mendalam, sering kali mengeksplorasi tema-tema seperti perjuangan hidup, tradisi, hingga keajaiban kecil dalam kehidupan biasa.
Cerpen-cerpen alumnus Fakultas Ushukuddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang 1997 ini, biasanya menonjolkan karakter yang kuat dan latar yang sangat khas, menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia secara otentik. Dalam karya-karyanya, jurnalis senior di Sumsel ini, kerap memadukan nilai-nilai tradisional dengan pandangan modern, menciptakan cerita yang relevan sekaligus sarat filosofi.
Satu karya Imron Supriyadi yang kemudian menggelitik saya diantaranya cerpen "Ketika Iblis Membentangkan Sajadah" yanh juga dimuat di sejumlah media lokal dan nasional secara online.
Dalam penilaian saya, "Ketika Iblis Membentangkan Sajadah" adalah salah satu cerpen karya Imron Supriyadi yang penuh makna dan filosofi mendalam. Dalam cerita ini, Imron menggambarkan pergulatan batin manusia antara keimanan dan godaan duniawi, dengan pendekatan yang unik dan simbolik.
Cerpen ini menghadirkan tokoh-tokoh dengan konflik moral yang kuat, di mana "iblis" dalam cerita bukan hanya sosok makhluk gaib, tetapi juga simbol dari nafsu dan dorongan buruk dalam diri manusia. "Sajadah" yang menjadi simbol spiritualitas di sini dijadikan perangkat yang mencerminkan ironi: bagaimana sesuatu yang sakral bisa saja menjadi alat manipulasi jika dipengaruhi oleh kepentingan tertentu.
Tema utama cerita ini adalah tentang keikhlasan dalam ibadah dan kehidupan, serta pentingnya menjaga kemurnian hati dalam menghadapi godaan. Imron dengan cermat menyoroti bagaimana manusia bisa terjebak dalam kepura-puraan atau kehilangan makna sejati dari spiritualitas karena pengaruh kekuasaan, ego, atau materialisme.
Ada beberapa catatan yang kemudian menjadi bagian dari hal penting dalam cerpen ini, diantaranya pesan moral dari cerita ini meliputi; Keikhlasan dalam beribadah: Ibadah sejatinya adalah hubungan tulus antara manusia dan Tuhan, bukan sekadar ritual yang dipamerkan.