Dan melihat 2 kali Terdakwa berusaha bunuh diri - yang notabene berarti "meninggalkan" Pacarnya ini - Secara Logika, Penulis melihat bahwa Terdakwa sebenernya tidak berkeberatan meninggalkan pacar (atau mantan pacarnya?) ini.
Ini bisa dibiang kontradiktif dengan kesaksian-kesaksian yang mengatakan bahwa Terdakwa sakit hati karena Korban menasehati Terdakwa meninggalkan Pacarnya:
1. Terdakwa tidak pernah menunjukkan sakit hati atau kebencian terhadap Korban.
2. Terdakwa tidak pernah menunjukkan "keberatan" meninggalkan pacarnya - buktinya dia berani berusaha bunuh diri.
Kaitannya dengan Observasi dan Teori yang ada? (kasus mirna dan investigasinya)
Nah .... kesaksian-kesaksian dari Ahli Psikologis Klinis dan Ahli Psikiatri Forensik ini, dalam observasi penuis, tidak menggugurkan teori yang dibangun dalam tulisan tersebut.
justru ini menguatkan teori tersebut. Kenapa?
Dalam Teori tersebut, Kejadian di Kafe Olivier bukanlah kejadian dan lokasi pembunuhan berencana ... tapi lebih kepada facade atau semacam tampilan luar saja untuk menyelubungi sesuatu.
Dalam Observasi dan Inference yang Penulis lakukan, pembunuhan sebenarnya terjadi di dalam mobil yang membawa Korban, Teman Korban, Suami Korban, dan Terdakwa dari Klinik di Grand Indonesia ke RS Abdi Waluyo.
Yang menguatkan Teori ini adalah, karena seseorang yang membunuh Korban (baik yang melakukan, sebagai trigger-man atau trigger-woman; dan juga aktor intelektual atau mastermind dibelakangnya) mempunyai akses atas kehidupan masa lalu Terdakwa, tahu apa saja yang bisa menjadi "kelemahan" terdakwa kalau Terdakwa ini benar-benar masuk dalam persidangan di Indonesia.
Mereka (Trigger-Man/Woman + Mastermind) ... tahu apa saja yang Terdakwa pernah katakan yang kalau dilakukan investigasi kesana, akan ketemu; dan ya memang benar, ketemu beberapa "serpihan" atau "potongan" yang bisa membangun persepsi kesana ... tetapi yang jelas dari kesaksian dua ahli ini adalah bahwa: