Inilah yang menjadi dasar "perdebatan" oleh Kuasa Hukum Terdakwa terhadap keterangan Saksi Ahli Psikologis Klinis ... bahwa, "darimana bisa dibilang sebuah tindakan adalah lazim atau tidak?" .... adakah data statistik dan pengamatan yang dilakukan untuk menentukan sebuah aksi/tindakan adalah aksi/tindakan yang lazim?
Inilah yang menjadi dasar pemahaman bagi Penulis, kenapa sistem peradilan di negara2 lain (yang bisa dibilang sudah lebih maju) lebih mengutamakan apa yang disebut first-hand evidence; bukti otentik; bukan kesaksian-kesaksian (baik dari Ahli ataupun bukan) yang sebagus apapun tampaknya, se qualified apapun ahli-nya, ini hanya second-hand evidence; bukti-bukti presumptive yang sekali lagi, di luar sana, disajikan secara hati-hati di peradilan (bukan melimpah ruah seperti dalam persidangan ini)
Ahli Psikiatri Forensik RSCM - Ibu Natalia Widiasih Rahardjanti
Seperti biasa dan diharapkan, Kuasa Hukum Terdakwa di awal persidangan menunjukkan keberatannya atas Saksi Ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum :)
Saksi Ahli Psikiatri Forensik ini, dalam pengamatan penulis, jauh lebih netral dibandingkan Saksi Ahli Psikologis Klinis yang sebelumnya dimintai keterangan.
Memang ada 5-6 inkonsistensi yang dicatat oleh Saksi Ahli Psikiatri Forensik, tapi disini netralitas Saksi tampak saat beliau berkata jujur bahwa tidak tahu berapa banyak total pertanyaan yang mereka ajukan selama berinteraksi dengan terdakwa.
Disini Kuasa Hukum Terdakwa tampak ber-keberatan juga karena dalam persidangan ini, kehidupan masa lalu terdakwa yang tidak berkaitan dengan Korban juga menjadi konsumsi publik karena Jaksa menggali lebih dalam kesana, mungkin untuk membangun persepsi bahwa Terdakwa itu bersalah, jiwanya tidak stabil, dll .... lebih kepada pembunuhan karakter, menurut tanggapan Kuasa Hukum Terdakwa.
OK lah, kita tinggalkan dulu hal-hal yang berbau persepsi, karena setiap orang punya persepsi yang berbeda-beda. Yang penulis cermati dari keterangan saksi ahli ini dan dalam persidangan yang berlangsung Kamis lalu (2016-08-18):
- Terdakwa memiliki banyak masalah yang mengganggu dirinya terkait Patrick, mantan pacarnya.
- Terdakwa memiliki kecenderungan membahayakan dirinya dan orang lain; terdakwa ternyata sempat 2x (kalau ingatan saya tidak salah) melakukan usaha bunuh diri. pertama dengan usaha mengiris tangannya, yang kedua dengan mencoba "meracuni" dirinya dengan barbeque grill didalam ruangan tertutup.Â
sekedar informasi saja, menyalakan arang, batubara, ataupun kendaraan bermotor akan menghasilkan gas CO (Carbon Monoksida) yang sangat "mematikan" karena akan terikat lebih cepat kedalam sistem pernapasan manusia sehingga tidak bisa lagi menyerap oksigen. ini yang membuat korbannya tidak bisa bernafas. CO jauh lebih gampang terserap dan terikat dibanding O2 (Oksigen) yang digunakan oleh tubuh manusia untuk bernafas.