Pak Adi muncul tergopoh-gopoh. Lagi-lagi Saski mencibir. Ardian itu anak seorang pengusaha sukses yang kabarnya banyak memberi bantuan pada sekolah. Jadi bisa dimaklumi jika perlakuannya memang sedikit istimewa.
Sudahlah, lupakan! Gumam Saski dalam hati. Ia menengadahkan kepala. Hujan masih juga turun. Belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Ah, bagaimana ini?
Apa memaksakan diri saja ya? Tapi bisa basah kuyup dong!
Tidak ada jalur angkutan menuju rumah Saski. Ia pun tak memiliki kendaraan pribadi. Perlu waktu sekitar 30 menit mencapai sekolah dengan berjalan kaki.
“Rumah lo dimana? Gue anter!”
Saski bengong. Ardian sudah kembali ada di sampingnya.
“Apa…,”
“Gue suka lo,”
“Hah?”
Ardian tersenyum simpul. “Iya. Suka.” Kepala Ardian mengangguk. “Jarang-jarang ada cewek ngomong blak-blakan kayak lo. Selama ini semua kan palsu. Baik depan gue ada maunya aja.”
Ck, ngomong apa sih dia?