Saski mendengus. “Ya udah lah, Pak. Kunci aja! Saya tunggu di depan kalau gitu,” katanya lagi. Tak lama Saski pun melangkah meninggalkan kelas. Namun baru sampai depan pintu, sebuah teriakan berulang terdengar. Langkahnya pun terhenti.
“PAK ADI! PAK! PAK ADI!”
“Eh, Mas Ardian! Ada apa toh Mas panggil-panggil Bapak?”
Saski mengenali sosok pemuda yang berteriak-teriak memanggil Pak Adi. Ardian Basupati, ketua osis yang belum lama ini terpilih. Laki-laki yang nyaris diidolakan seluruh kaum hawa di sekolahnya. Pintar, tajir dan berprestasi. Benar-benar profil sempurna!
“Ini Pak saya mau pinjam payung. Ada?”
“Oh ada, Mas. Ada! Yuk saya ambilkan.”
Tanpa sadar bibir Saski mengerucut. Orang kaya selalu mendapat perlakuan berbeda, huh!
Tadi saja ia diusir-usir, giliran Ardian mendapat perlakuan begitu dihormati. Ah, memang nasib. Siapa dirinya juga. Kalau berbanding dengan Ardian ya ibarat langit dan bumi.
“Kenapa dengan lo? Bete?”
Hah?
“Ada yang salah sama gue?”