Mohon tunggu...
Imas Siti Liawati
Imas Siti Liawati Mohon Tunggu... profesional -

Kunjungi karya saya lainnya di www.licasimira.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mama Ngomel!

28 Mei 2016   11:57 Diperbarui: 28 Mei 2016   14:58 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diambil dari www.nbcnews.com

“KAYLA! KAMU NGGAK DENGAR MAMA BILANG APA?”

Aku melengos lalu berbalik. “Apa sih, Ma?”

“Itu sepatu taruh di tempatnya! Jangan asal. Malu kalau ada tamu berantakan.”

“Ya elah, Ma. Cuma sepatu doang, nanti juga kan bisa.” balasku dengan wajah merengut.

“Nggak nanti, sekarang beresin!”

Aku berdecak. “Nanti sih, Ma! Aku masuk dulu. Lapar nih!”

“Sekarang! Atau kamu nggak bakal dapat makan siang!”

Mataku membulat. Ya Tuhan, Mama tega amat sih!

“SEKARANG, KAYLA!” Perintahnya lagi.

Dengan malas, aku pun akhirnya menurut. Kembali menuju pintu depan, mengambil sepatu lalu memindahkannya ke rak sepatu yang berada di sisi kanan pintu.

Duh, kayak gini aja ribut si Mama!

Bisa kali nanti-nanti. Apaan, gara- gara sepatu bisa nggak makan.

Rese deh Mama. Ngomel mulu kerjaannya!

Galak amat sama anak sendiri? Udah kayak emak tiri aja!

***

“Ngapa kamu? Manyun aja?” tanya Mama saat aku melangkah menuju meja makan.

Aku mendengus sebal. Mama nggak sadar, ih!

“Cuci tangan, KAYLA!”

Aku terhenyak. Mama melotot ke arah diriku yang tengah membuka tudung saji. “Jangan jorok!” timpalnya lagi.

“Ya sabar sih, Ma. Kayla kan mau lihat Mama masak apaan,”

“Alasan!” cibir Mama. “Kamu kayak ada masalah aja Mama masak apa. Udah sana cuci tangan!”

Aku merengut. Mama ngomel mulu sih!

“Ngapain masih bengong di situ? Sana! Katanya lapar?”

Aku berbalik. Alih- alih menuju dapur, aku kembali ke kamar. “Heh, nggak jadi makan kamu, Kayla?”

Aku menggeleng dengan bibir mengerucut sebal. “Nggak. keburu kenyang diomelin Mama mulu.”

“Lagian kamu suka banget cari gara-gara. Makanya dengerin apa yang Mama bilang. Jangan masuk kuping kanan keluar kuping kiri!”

Wajahku pun bertambah muram. Ngomel lagi deh!

Ck, Mama ini beneran Ibu tiri apa ya?

***

“Kayla, cuci piringnya!”

Aku mendesis. “Nanti aja sih, Ma. Kayla mau nonton TV dulu. Nanti abis acaranya selesai ya,” tawarku kemudian.

“Anak gadis itu rajin, Kay. Jangan males!” Geleng Mama.

“Nggak males, Ma. Tapi nanti!” bujukku kembali dengan mata yang tak lepas dari layar kaca. “Kayla janji bakal cuci…,”

“SEKARANG KAYLA!” Potong Mama cepat.

Aku menoleh. Mama berdiri tak jauh dariku dengan tatapan tajamnya. Tangannya berkacak di pinggang. Ck, Mama rusuh!

“KAYLA!”

“Iya-iya!” sahutku ketus. bergegas aku pun beringsut dari sofa lalu melangkah ke dapur.

Duh, Mama itu, sehari aja nggak ngomel ngapa sih?

***

“Pulang telat kamu, Kayla?”

Aku nyengir. “Kan namanya main sama teman-teman, Ma. Masa iya Kayla pulang duluan,”

“Itu bukan jawaban Kayla.” Ujar Mama gusar. “Mama udah kasih izin kamu main, tapi Mama juga udah ngingetin untuk tahu waktu. Jam berapa sekarang, hah?”

Aku merengut seketika. “Astaga Kayla ini udah malam. Nggak baik anak gadis masih keluyuran malam-malam.” Sambung Mama lagi.

“Ini kan masih jam delapan, Ma. Belum malam-malam amat,” ucapku membela diri.

“Ngawur!” delik Mama. “Coba Mama tanya kamu tadi tadi solat nggak?”

Aku terdiam. Sejujurnya aku lupa. Keseruan bersama teman-teman hari ini membuatku tak sadar waktu. Bahkan batas jam pulang sebelum maghrib saja aku lewatkan.

 “Sudah Mama duga. Kalau gitu nggak ada main-main lagi selama sebulan ke depan.”

Aku terbelalak. “Ya Mama tega amat sih. Jangan dong, Ma. Masa aku dikurung,”

“Siapa yang dikurung?” geram Mama. “Nggak usah berlebihan. Cuma nggak boleh main. Ke sekolah juga masih bisa.”

“Iya tapikan…,”

“Nggak ada tapi-tapian atau kamu mau Mama tambah hukumannya?”

Dengan cepat aku menggeleng. Mama nyebelin banget sih? gerutuku dalam hati.

“Ngapa kamu? Bete! Kalau gini salah siapa? Salah kamu juga kan? Makanya Kayla, itu telinga dipake buat ngedenger bukan buat pajangan. Ingat kalau main itu tahu waktu. Jangan semau-mau! Mama kasih hukuman biar jadi pelajaran buat kamu. Nanti ke depa…,”

Argh, Mama ngomel lagi sih!

***

Aku melotot saat menemukan sepasang sepatu tergeletak berantakan di depan pintu rumah. ck, ini pasti kerjaan Milana, gerutuku dalam hati. Bergegas aku pun masuk ke dalam rumah lalu mencari keberadaan anak perempuanku.

“MILANA! MILANA!” Teriakku sembari membuka pintu kamarnya. Kekesalanku bertambah karena menemukannya tengah bersantai di ranjang.

Anak ini, huh?

“Apa sih, Ma?” tanyanya gusar. Kurasa ia kesal karena aku mengganggu waktu santainya.

“Itu sepatu kamu, kenapa nggak ditaruh di tempatnya? Berantakan lihatnya. Sana beresin!” Perintahku kemudian. “Itu juga seragam. Kenapa nggak ganti baju dulu sih kamu!”

“Nanti sih, Ma. Udah pewe nih.” Milana membantah.

Aku melotot kesal. “Sekarang, Milana!

“Ih, Mama ngomel aja loh. Nanti aj…,”

“SEKARANG!” Suaraku keras. Tak ada penolakan lagi.

“Iya-iya!” Milana beranjak dari ranjang dengan muka bertekuk. Aku menggeleng, semakin beranjak remaja, Milana makin suka membantah kata-kata. Banyak hal yang dilakukannya pun secara asal dan sembarangan. Jengkelnya jika ditegur selalu banyak alasan. Padahal sebagai orangtua aku harus mendidiknya menjadi anak yang kelak bisa membanggakan. Tahu etika, norma dan kesopanan!

Tiba-tiba kilasan masa lalu melintas di benakku. Dulu aku pernah berada di posisi Milana. Mengabaikan setiap ucapan Mama lalu menggerutu kesal saat ditegur. Ah, jadi seperti ini perasaan Mama saat itu!

***

Lampung, Mei 2016

(ISL)  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun