Mohon tunggu...
Imas Siti Liawati
Imas Siti Liawati Mohon Tunggu... profesional -

Kunjungi karya saya lainnya di www.licasimira.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Bulan Motivasi RTC] Bekas Luka

24 Mei 2016   04:18 Diperbarui: 24 Mei 2016   04:19 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/Rsa_Mystery

Aku menduga-duga, hal apa yang akan dikatakan Ari padaku. Yang pasti kabar bahagia. Ya, aku yakin itu. Selama lima tahun pacaran, baru 6 bulan terakhir ini ia mulai menunjukkan keseriusannya dengan hubungan kami.

Hari itu aku bersiap dengan penampilan terbaik. Aku bahkan memoles wajah cukup lama. Aku harus cantik sore ini, bisikku dalam hati.

Dan tepatlah dugaanku. Ada hal berbeda yang kutemui saat sudah berada di depan café. Café ditata dengan sangat indah. Penuh dengan hiasan bunga warna- warni yang mendominasi keseluruhan ruangan. Selain itu café juga terlihat sepi. Tak nampak satu orang pengunjung pun, padahal biasanya saat- saat seperti ini café justru melayani banyak pengunjung. Ada apa ini?

Jantungku berdegup kencang. Seingatku hari ini bukan hari ulang tahun juga bukan hari kami jadian. Jadi ada apa, benakku kembali menduga- duga kemungkinan yang akan terjadi.

Tiba- tiba aku teringat sosok wanita di halte yang duduk tepat di sebelahku saat aku menuju kemari. Wajahnya berseri- seri saat melakukan pembicaraan via telepon. Entah dengan siapa, tetapi aku sempat mencuri dengar jika dia tak henti berbicara tentang rencana pernikahannya yang akan segera digelar bulan depan.

Akan kah Ari? Ah sudahlah…

Cepat- cepat kutepis pikiran yang semakin ngawur. Aku mempercepat langkah masuk ke dalam café. Seorang pelayan yang berdiri tak jauh dari pintu menyambutku dengan senyuman ramah. Ia membawaku ke sebuah meja yang telah ditata dengan apik. Tampak Ari berdiri di sana dengan senyum terulas di bibir serta mata yang tak lepas terus menatapku.

 Aku tersipu sekaligus bingung. Namun belum sempat kuutarakan isi kepalaku, kejutan kembali hadir. Dari pintu belakang cafe keluarga besarku masuk. Ayah, ibu, tante, om juga beberapa sepupu dekatku.

Aku terbelalak tak percaya. “I—ini…”

Sontak pandanganku kembali beralih ke Ari. Ia masih di posisi semula dengan senyum yang juga masih terulas di bibir. Terlihat sedikit gugup, tetapi dia berusaha bersikap tenang.

Tiba- tiba Ari berlutut. Tangannya merogoh sesuatu dari saku celana lalu mengulurkan sebuah kotak beludru berwarna merah. Mataku melebar seketika. Bukan, bukan kotaknya yang mengejutkanku tetapi apa yang ada di dalam kotak tersebut. Cincin…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun