Hati macam apa yang kau miliki Hingga kau buat sirna janji-janji
Hati apa yang kau punya Hati iblis, setankah?
Tidakkah otakmu di tempat saat ini? Hati ibuku menjerit menahan pilu dan malu
Di mana hatimu?
Tidakkah kau selipkan, walau sedikit rasa iba di situ?
Tuhan tak tidur, pecundang! Ingin rasanya menghabisimu malam ini.
Butuh sebulan bagiku untuk akhirnya berani menampakkan diri keluar rumah. Aku butuh jawaban untuk semua pertanyaan yang terus memenuhi isi kepalaku. Ari seorang laki- laki. Dia seharusnya bersikap ksatria. Bertanggungjawab penuh terhadap semua kesakitan dan penghinaan yang aku dan keluarga alami. Biar bagaimanapun dia harus menjelaskan semuanya.
Melewati gang sempit rumahku menuju jalan raya, kupelankan laju kendaraan sambil menebar senyum keceriaan pada siapa saja pagi itu. Aku ingin terlihat bahagia tanpa bekas luka.
“Ya ampun kasian banget ya nasibnya! Batal kawin.”
“Malu- maluin keluarganya aja!”
“Ish, lihat udah kayak tulang teri aja tuh badan. Lagian nikah itu dipastiin lakinya mau. Jangan dipaksa. Yang ada kabur!”