Mohon tunggu...
imanu putra
imanu putra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Mekanisme Pelaksanaan Saham Syariah

14 April 2016   10:18 Diperbarui: 14 April 2016   10:26 3150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aturan dan norma jual beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek , ‘an-Taradhin, serta terhindar dari unsure maysir, gharar, riba, haram dhulum, ghisy dan najasy. Selain hal-hal tersebut, konsep preferred stock atau saham istimewa juga cenderung tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan yang dapat diterima secara konsep syariah, yaitu: pertama, adanya keuntungan tetap (predeterminant revenue), yang dikategorikan oleh kalangan ulama sebagai riba. Kedua, pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa terutama pada saat perusahaan dilikuidasi. Hal ini dianggap mengandung unsur ketidakadilan.

Adanya fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual beli saham semakin memperkuat landasan akan bolehnya jual beli saham. Dalam kumpulan fatwa Dewan Syariah Nasional Saudi Arabia yang diketahui oleh Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah Ib Baz Jilik 13 Bab Jual Beli ((JH9) halaman 320-32) fatwa nomor 4016 dan 5149 tentang hukum jual beli saham dinyatakan sebagai berikut : Jika saham yang diperjualbelikan tidak serupa dengan uang secara utuh apa adanya, akan tetapi hanya representasi dari sebuah asset seperti tanah, mobil, pabrik, dan yang sejenisnya, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang telah diketahui oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk diperjualbelikan dengan harga tunai ataupun tangguh, yang dibayarkan secara kontan ataupun beberapa kali pembayara, berdasarkan keumuman dalil tentang bolehnya jual beli.

Nasroen Haroen, Muhammad Hasyim, dan al-Barwary mengemukakan pendapat sejumlah tokoh berkaitan dengan hukum berinvestasi saham di pasar perdana. Sebagian kecil mengharamkan berinvestasi saham di pasar perdana, sedangkan mayoritas ulama menghalalkannya.

Mayoritas ulama menghalalkan investasi saham berdasarkan penyertaan modal yang dilakukan berbasis modal dari pemegang saham yang dihimpun lewat prinsip berbagi imbal hasil dan kerugian berdasrkan mekanisme berbagi hasil atau ‘uqud al-Ishtirak (mudharabah dan musyarakah) pada perusahaan yang tidak melanggar prinsip syariah seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan.

Berdasarkan fatwa DSN-MUI hukum berinvestasi saham adalah halal bila berasal dari perusahaan yang kegiatan usahanya bergerak di bidang yang halal, dan investor membeli saham untuk tujuan investasi bukan spekulasi. Penyertaan modal dapat dilakukan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham public.

2.5 Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Transaksi Saham Syariah

Sesuai dengan fatwa DSN-MUI, transaksi saham dihalalkan sepanjang perusahaan tersebut tidak melakukan transaksi yang dilarang, emiten menjalankan usaha dengan criteria syariah serta transaksi dilakukan dengan harga pasar wajar. Harga pasar wajar saham syariah harus mencerminkan nilai atau valuasi atas kondisi yang sesungguhnya dari asset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar dan efisien serta tidak direkayasa.

Secara implisit fatwa ini mengatakan bahwa penentuan harga saham yang wajar adalah harus mencerminkan nilai underlying asset perusahaan emiten, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran sebagaimana yang kita lihat di pasar sekuder.

Dari sisi investor, transaksi saham merupakan sesuatu yang halal jika memang digunakan untuk investasi dan bukan untuk kegiatan spekulasi. Kegiatan spekulasi dilarang karena spekulasi menyebabkan peningkatan pendapat bagi sekelompok masyarakat tanpa memberikan konstribusi yang bersifat positif maupun produktif, serta memiliki unsure gharar (ketidakjelasan) dan maisyir (judi).

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kehati-hatian yang tinggi dalam melakukan transaksi saham di bursa efek agar kita dapat memenuhi prinsip kehalalan sesuai fatwa MUI, sehingga harta kekayaan yang diperoleh melalui bursa efek menjadi halal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun