2.1 Pengertian Saham Syariah
Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa.
Produk saham syariah memiliki profil keuntungan dan resiko yang mirip dengan saham konvensional. Secara umum keuntungan berinvestasi saham adalah hak memperoleh dividend dan capital gain. Berinfestasi  di saham juga mengandung sejumlah risiko, yaitu risiko tidak ada pembagian dividen, risiko capital loss, risiko likuidasi dan risiko saham delisting (dihapus) dari bursa. Hanya saja, saham syariah hanya akn membiayai kegiatan usaha yang halal dan memenuhi kriteria tertentu. Oleh karenanya, berinvestasi di saham syariah menjanjikan nilai lebih dari pada saham konvensional. Selain itu, saham syariah berkarakter sektor riil dan tidak berbasis bunga sehingga relative lebih stabil.
Sebagai bukti kepemilikan, maka saham yang diperbolehkan secara syariah untuk dibeli adalah saham untuk perusahaan-perusahaan yang kegiatan usaha, jenis produk/jasa serta cara pengelolanya sejalan dengan prinsip syariah.
Penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syriah maupun nonsyariah, melainkan pada saham yang memenuhi criteria syariah. BEJ bekerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management telah menggambarkan telah mengembangkan Jakarta Islamic Index (JII) yang menggambarkan indeks yang memenuhi prinsip-prinsip syariah.
2.2 Instrumen Saham Syariah
Secara konseptual perusahaan dikategorikan syariah bila memenuhi dua syarat. Pertama, modal dari pemegang saham dihimpun lewat prinsip  berbagi imbal hasil dan kerugian (profit and loss sharing) berdasarkan mekanisme berbagi hasil atau uqud al-ishtirak. Kedua, aktifitas ekonominya halal. Jika kegiatan usaha perusahaan bertentangan dengan criteria syariah, maka tidak dibolehkan membeli, memegang, atau menjual sahamnya. Sebab, pemegang saham akan terlibat secara langsung dalam bisnis yang diharamkan.
Bentuk perusahaan yang menerbitkan saham merupakan bentuk baru dalam khazanah fikih islam. Sandaran hukum kebolehan bisnis saham sepanjang berasal dari perusahaan yang bidang usahanya halal adalah maslahah mursalah.
Dalam hal ijab qabul, jumhur ulama berpandangan bahwa ijab qabul dianggap sah karena telah terjadi penandatanganan kontrak (ijab qobul secara tertulis). Dalam hal pembagian hasil usaha, investor (sahib al-mal) sebagai partner pasif sudah menyepakati untuk mendapatkan keuntungan sesuai jumlah saham yang dimiliki. Manajemen (mudharib) adalah wakil dari investor dalam menjalankan kebijakan perusahaan.
Saham yang tertib di pasar modal dapat diklasifikasikan ke dalam jenis yang bermacam-macam. Dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim ada saham biasa dan ada saham istimewa. Dari segi cara pengalihan ada saham atas unjuk dan ada saham atas nama. Dari segi kinerja perdagangan ada saham unggulan (blue chip), saham pendapatan (income stock), saham pertumbuhan (growth stock), saham spekulatif (speculative stock), dan saham siklikal(counter cyclical stock).
Jenis saham yang secara langsung tidak dapat diterima dalam perspektif syariah adalah saham istimewa, karena adanya unsure riba karena memberikan pendapatan tetap kepada pemegang saham.