Secara normatif aturan saham syariah di Indonesia mengacu pada fatwa DSN-MUI No. 20 tahun 2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah. Dan No. 40 tahun 2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal. Penyertaan modal boleh dilakukan pada perusahaan yang tidak melanggar prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti minuman beralkohol.
Secara praktisi, instrument saham belum didapati pada masa Rasulullah SAW. dan para sahabat r.a. pada masa Rasulullah SAW. dan sahabat yang dikenal hanyalah perdagangan komoditas barang rill seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa. Pengakuan kepemilikan sebuah perusahaan (syirkah) pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham seperti layaknya sekarang. Dengan demikian, pada masa Rasulullah SAW. dan para sahabat, bukti kepemilikan dan /atau atas sebuah asset hanya melalui mekanisme jual beli biasa dan belum melalui Initial Public Offering dengan saham sebagai instrumennya. Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar rill biasa yang mengadakan pertukaran barang dengan uang (jual beli) dan pertukaran dengan barang atau barter.
2.3 Indeks Harga Saham Syariah
Indeks harga saham merupakan indicator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu:
1) Â Â Â Sebagai indikator tren saham
2) Â Â Â Sebagai indikator tingkat keuntungan
3) Â Â Â Sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio
4) Â Â Â Memflasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif
5) Â Â Â Memflasilitasi berkembangnya produk derivative.
Saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan  usahanya tidak bertentangan dengan syariah, seperti:
1) Â Â Â Adanya unsur perjudian atau perdagangan yang dilarang