Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Demit Penghuni Kantor Desa

9 Mei 2016   22:12 Diperbarui: 9 Mei 2016   22:15 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

            Berhari-hari Petinggi Markasan menimbang-nimbang pikiran. Ia minta cuti agar tidak terpengaruh suasan di kantor. Ia menyepi ke tempat yang tenang. Dan pada akhirnya, Petinggi Markasan memutuskan dengan bulat. Tidak mengusir demit itu, yang berarti juga menjadikannya sebagai teman.

            Markasan disertai beberapa Perangkat Desa membawa “orang pintar” ke Kantor Desa pada jam 12 malam. Orang pintar itu keliling Kantor Desa sejenak, kemudian duduk bersila di bawah pohon beringin. Ia mencipta keheningan, membaca mantra. Angin diam, awan tak bergerak. Anjing menyalak. Markasan membisu.

            Sebentar kemudian Petinggi Markasan dipanggil “orang pintar” itu. Ia diperkenalkan dengan penghuni yang tidak dapat dilihat orang lain yang ikut hadir. Ia teteskan darah di ujung telunjuknya sebagai tanda persahabat. Sejak detik itu Pak Petinggi Markasan berteman dengan para iblis di Kantor Desa.

            Yang hadir malam itu memang tidak ada yang menyaksikan dengan mata kepalanya. Namun, kabar ini begitu cepat menyebar. Tidak membutuhkan sampai waktu tengah hari keesokannya, semua penduduk mengetahui.

            “Aku rela, agar desa ini tidak timbul gejolak.” Kata Markasan kepada bawahannya.

            Kerelaan Markasan membuat masyarakat kagum. Karena mereka anggap sebagai pengorbanan yang besar. Kemudian rasa kagum itu membersitkan rasa sungkan. Bertambahlah kewibawaan Petinggi Markasan.

            Namun bersahabat dengan demit juga tidak mudah. Kadang-kadang, bahkan teramat sering, Markasan tak mampu mengendalikannya. Para demit suatu ketika ikut rapat dinas Pemerintahan Desa --tentu tanpa bisa dilihat peserta lainnya-- membisikkan tentang strategi untuk memajukan desa ini. Demit menyarankan membangun ini membangun itu. Dananya bisa dimintakan swadaya pada masyarakat, terutama perusahaan-perusahaan yang ada di desa ini. Rumah Markasan pun perlu dibangun. “Masak pengorbanannya sudah cukup besar, genting rumahnya banyak yang pecah.” Kata salah satu demit.

            Markasan sanggup. Semua program yang dibisikkan demit harus dijalankan bawahan dan masyarakatnya. Dan semuanya berhasil dikerjakan dengan waktu yang tepat. “Itu semua juga karena bantuan teman-teman demit. Kami ini adalah tim sukses Pak Markasan.” Kata salah satu demit yang menemani Markasan meninjau jembatan yang sudah selesai.

            “Saya merasa berhutang budi dengan teman-teman demit. Apa yang bisa saya berikan untuk membalasnya?” Kata Markasan.

            “Oh itu tidak perlu. Teman-teman demit tidak membutuhkan apa-apa. Asal Pak Markasan sukses, kami ikut senang. Cuma, kalau jalan-jalan begini keliling desa kita bisa cepat lelah. Sebaiknya Pak Petinggi mencari kendaraan. Kalau tak bisa yang bermotor, kuda pun lebih baik.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun