Saat tamu-tamu itu sudah pergi, Satir memberanikan untuk menyapa.
“Mas Bas.”
Bupati Basuki memandang Satir dari ujung kaki sampai ujung kepala. Bersandal japit dari karet, celana, baju, dan kopiahnya sudah pudar. Bau keringat. Dan membawa buntalan dalam tas plastik.
“Siapa kamu?”
“Saya Satir, temanmu waktu kecil...”
“Saya tak pernah punya teman gembel!”
Bupati Basuki menutup pintu. Sebelum pintu ditutup, Satir sekilas melihat topeng yang dipajang di atas meja kerja. Bukan topeng Panji, ya bukan! Tapi topeng Dasamuka!***
*) Cerpen ini disunting dari Cerpen Pusaka (Versi cetak terbit di Surabaya News, 2004)
Djoglo Pandanlandung Malang,
2004/2016
iman.suwongso@yahoo.co.id
GLOSARI:
- Piandel=pusaka=sikep= benda yang dianggap dapat memberi kekuatan jasmani atupun rohani
Penggede= pejabat
Gedeg= dinding terbuat dari anyaman bambu
Tata tentrem kerta raharja= ungkapan dalam masyarakat jawa untuk menunjukkan situasi damai yang berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani
Sowan= mendatangi seseorang yang dianggap lebih tinggi derajatnya
Kondang= terkenal atau dikenal luas
Gak lombo= tidak tampil apa adanya dalam hal kekuatan rohani
Wayang Topeng Malangan= drama tari yang penarinya memakai topeng yang bercerita tentang siklus panji, dengan wajah topeng, gerak tari, ritme, struktur berciri khas Malang (wilayah yang masuk dalam propinsi Jawa Timur, Indonesia)
Pangot= alat untuk memahat/mengukir topeng
Panji Asmoro Bangun= tokoh sentral dalam cerita panji yang senantiasa sebagai protagonis
Digdaya= memiliki kekuatan jasmani dan rohani yang tidak terkalahkan lawannya
Panjenengan= anda atau kamu
Rawuh= datang
Gerah= jenuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H