Ups.... tidak sampai satu jam kemudian, perjalanan darat dengan menggunakan mobil, Joy sudah bisa memarkir kendaraan kesayangannya itu, persis di depan rumah masa kecilnya. Rumah dengan bangunan limas khas Jawa itu, bagian bawahnya sudah di plester, tampak tembok melingkar setinggi satu meter mengelilingi rumah itu.Â
Di bagian atasnya, dibuat dinding dari kayu yang disusun sirap. Sementara di bagian dalamnya, dinding dilapis triplek, kemudian di cat warna biru muda. Warna yang mulai memudar itu, tampak bersih, meski disana-sini memang memperlihatkan kusam dan kecoklatan. Warna ini memperlihatkan tanda-tanda ketuannya.
Pernah satu kali Joy dan saudara lainnya ingin merombak rumah itu dijadikan berdinding tembok. Namun setelah bermusyawarah, semuanya sepakat untuk merawat rumah itu apa adanya. Mereka kemudian hanya melakukan perbaikan di bagian yang rusak dan membutuhkan perbaikan minor saja. Biasanya, ada genting yang pecah atau merosot, dan menyebabkan kebocoran. Karena kebocoran itu, menyebabkan air melubangi plafon yang dibuat dari triplek. Perbaikan lain yang pernah dilakukan, adalah mengganti kusen pintu yang bagian bawahnya growong karena dimakan rayap. Perbaikan dilakukan dengan mengganti bagian bawah yang dirusak rayap, tanpa mengganti keseluruhan kusen.
Semua saudara Joy, menginginkan agar rumah masa kecil itu, bentuk bahkan warnanya tetap dipertahankan, sebagai kenang-kenangan masa lalu yang bisa dilihat. Model jendela kaca yang bisa dibuka ke depan, dan kaca patri warna-warni di bagian bawahnya, menjadikan rumah itu semakin terasa antik dan unik. Dari kaca warna-warni di bagian bawah daun jendela itu, akan membiaskan cahaya matahari yang masuk dan menembus kaca. Hasil pembiasan cahaya yang bisa menerobos masuk itu, memendarkan cahaya yang amat menarik di bagian dalam rumah. Cahayanya memberi kesan anggun, dan terasa seperti punya daya tarik magis yang entah apa pengaruhnya. Yang jelas, Joy sangat menyukai warna-warna yang menembus dan membias halus dan berhenti di dinding triplek yang ada di dalam rumah, setelah sebelumnya memenuhi ruangan tamu dan sebagian ruang makan yang berdampingan dengan ruang tamu.
Sementara itu, genting kodok yang menjadi atap, dibagian paling atas itu, memang menjadi kekhasan yang memperlihatkan masa kejayaan semasa orangtuanya masih hidup. Genting sederhana itu, pada waktu dipasangkan untuk mengganti genting biasa yang ada sebelumnya, menjadi yang pertama di kampung itu. Kemudian diikuti pak Jono, lurah setempat yang sekarang juga sudah meninggal. Rumahnya ditempati Sari, anak keduanya yang sudah menikah dengan Partono, teman sekelas Joy sewaktu SMA. Partono memangberasal dari desa sebelah, namun sebagai teman sekolah, dia sering main di kampung ini. Entah apa pekerjaannya sekarang, dan dimana keberadaan mas Iwan, kakak Sari sekarang, hampir tidak ada yang mengetahuinya.
Iwan ini, salah satu sahabat Joy sejak kecil. Mereka biasanya selalu bermain bersama. Hampir setiap hari, mereka menjadi motor bagi kelompok kecil yang berjumlah 6 orang. Sementara di lapangan sepak bola yang lokasinya berada di sebelah kanan jalan masuk desa, sekarang sudah tidak ada lagi. Dulu di lapangan itu, menjadi tempat favorit mereka bermain bola. Hampir setiap hari bermain sepak bola dengan menggunakan bola plastik. Bola yang mereka beli secara patungan dengan teman-teman yang biasa berkumpul bersama di pasar desa itu, menjadi bola kebanggaan karena dibeli dari uang jajan mereka selama sebulan. Selain sepak bola, di lapangan ini mereka biasa bermain layang-layang.
Warga desa juga sering memanfaatkan lapangan ini, untuk berbagai kegiatan bersama, seperti peringatan tujuh belasan, atau peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Biasanya, dibangun panggung pertunjukkan dengan ada tenda besar di bagian atasnya. Di panggung ini, para tokoh desa senang sekali berpidato bergantian. Pementasan wayang kulit semalam suntuk. Sementara Joy sendiri, tidak terlalu tertarik dengan apa yang disampaikan kecuali saat ada pengumuman pemenang berbagai perlombaan yang digelar dan diikutinya.
Joy dan teman-teman masa kecilnya, hanya senang menyaksikan penampilan musik yang pemainnya diundang dari Kecamatan Gondanglegi. Permainan mereka sungguh luar biasa. Kelompoknya komplit, karena mereka membawa empat orang artis penyanyi yang kulitnya putih atau kuning langsat bersih, wajahnya selalu tersenyum menyapa penonton dengan ramah seolah-olah sudah mengenal baik warga kampung itu.Â
Keramahan mereka membuat wajahnya makin bercahaya, rambut ikal mayang, ada yang lurus panjang sebahu, ada juga yang berambut pendek memperlihatkan lehernya yang jenjang dan menggunakan pakaian yang amat ketat. Penilaian ini, karena memang warga setempat hampir tidak ada yang pernah menggunakan baju dengan sangat ketat semacam itu. Ada juga yang menggunakan rok pendek, hingga memperlihatkan paha mereka, dan tanpa risih mereka bergoyang, berjoget mengikuti irama lagu yang dimainkan dengan lincah oleh lima orang pemain musik.
Penampilan musik di panggung itu, biasanya berlangsung selama seminggu. Selain penampilan musik dari Kecamatan Gondanglegi, ada juga artis lokal kampung mereka, yang ikut bernyanyi bersama penyanyi yang diundang itu. Namun, suaranya seringkali membuat penonton tertawa, karena memang terasa fals dan nggak begitu pas dengan lagu yang mereka dengar dari kaset, ataupun dengarkan dari radio.
Sehari sebelumnya, Joy memang ingin menyegarkan badannya, dengan memilih menginap di salah satu hotel di pusat Kota Malang, kota kelahirannya, dan tidak langsung menginap di rumah itu. Rasanya penat sekali, selah mengendarai mobil sendirian, sejak berangkat dari Jakarta. Ia ingin berendam air hangat, atau mandi di bawah shower yang memancar dengan kencang.
Seperti kebiasaannya sejak kecil sebelum memasuki rumah, di depan pintu Joy selalu mengucapkan salam. Assalamu'alaikum....
Joy memang tidak mengharapkan ada balasan atas salam yang diucapkannya. Ia pun sadar mengapa tidak ada jawaban dari dalam rumah, karena memang rumah ini kosong, tidak ada yang menghuninya. Adiknya tidak ada yang tinggal disana, pun dirinya. Rumah itu, yang selalu tampak terjaga kebersihannya, sehingga memberi kesan kalau masih ada penghuni yang tinggal di sana.
Ini memang hasil kerja Mbak Sumi, yang diminta untuk membersihkan bagian dalam rumah, halaman depan, samping dan belakang. Pepohonan yang ada di halaman itu, juga selalu dipangkas rapi, dan tanaman yang ada juga tetap dirawat, dan dipotong secara rutin.
Sepekan dua kali, Mbak Sumi membersihkan kamar dan ruang-ruang lain yang ada di rumah itu. Selain itu, sprei dan sarung bantal dan guling, selalu dicuci dua pekan sekali, meskipun tak ada yang menggunakan kamar tidur. Di dalam rumah, Mbak Sumi selalu memasang aroma terapi cendana dan terkadang melati, seperti kebiasan ibunya sewaktu masih sehat. Dapur pun tampak bersih, dan peralatannya juga terawat dengan baik. Hanya selang gasnya memang sengaja di lepas dari tabung. Selang itu hanya dipasang saat ada yang tinggal di rumah.
Sementara lemari pendingin satu pintu yang ada di sisi sebelah kanan dapur, listriknya belum disambungkan. Karena memang tidak ada bahan makanan yang ada di dalamnya. Lemari pendingin ini, juga bersih dari debu. Luar biasa kerja Mbak Sumi.
Semoga lemari pendingin ini masih berfungsi, Joy pun segera menyambungkan aliran listriknya. Alhamdulillah, bagian freezernya masih berfungsi dengan baik. Tidak sampai sepuluh menit, dinginnya sudah merata. Joy pun lalu memasukkan semua bahan makanan yang dibawanya dari Jakarta. Makanan itu yang sebelumnya disimpan dalam cooler box itu, kemudian dipindahkan ke dalam freezer dan bagian lemari pendingin.
Kulkas tua yang masih berfungsi dengan baik ini, kemudian terisi penuh. Hebat sekali kualitas kulkas ini. Hampir 10 tahun terakhir, tidak pernah dipakai. Dipakai, kalau Joy atau adiknya kebetulan pulang dan menginap di Malang. Padahal, seingat Joy, kulkas ini dibeli almarhum ayahnya ketika ia duduk di kelas dua SMP. Ia ingat betul peristiwanya. Suatu saat, ketika pulang dari kegiatan pramuka di sekolah, di hari Sabtu sore, ada mobil pick up yang mengantarkan kotak besar. Tingginya melebihi tinggi badannya saat berdiri, ketika itu. Kalau ia mengangkat tangan, maka tingginya baru sama. Joy memang sudah memperkirakan itu kulkas yang baru dibeli ayahnya. Ia ingat pembicaraan ayah dan ibunya, beberapa hari sebelumnya.
Kesetiaan Mbak Sumi, yang sekarang sudah berusia hampir 60 tahun ini, tak perlu diragukan lagi. Meskipun Angin Monsun Timuran yang meniupkan hawa dingin di Kota Malang berhembus pelan. Mbak Sumi selalu tampak ceria. Seingat Joy, ia tak mampu mengingat apakah Mbak Sumi pernah sedih. Ia selalu mempunyai cerita yang menyenangkan. Entah itu karangannya sendiri, atau dari pengalaman dirinya. Satu hal yang jelas, Mbak Sumi punya stok cerita yang tak ada habisnya. Ada saja yang bisa diceritakannya. Mulai soal sayuran di pasar, coklat yang tidak enak dijadikan minuman dingin, pengayuh becak yang kedodoran celananya, kusir kuda yang nggak mau menyerah kalah, hama wereng yang menyerang padi petani, hingga bangunan mall baru yang konstruksinya mulai dibangun. Padahal, ketika itu mall itu belum ada, yang ada hanyalah gambar yang terpentang lebar memenuhi pinggiran jalan tentang perencanaan pembangunan mall.
Suhu Malang Raya memang bisa mencapai belasan derajat Celsius sejak bulan Agustus. Kota Batu bahkan mencapai 14 derajat Celsius, suhu yang bagi orang-orang di daerah tropis terasa dingin. Sedangkan Kota dan Kabupaten Malang antara 16 hingga 19 derajat Celsius. Kondisi ini diperkirakan akibat awan hilang dan angin Monsun Timuran.
BMKG menyebutkan, hawa dingin yang dirasakan di Malang Raya terjadi karena pergerakan Angin Monsun Timuran. Angin ini bertiup dari benua Australia dan membawa massa udara dingin dan kering. Di saat yang sama, Malang Raya juga sedang memasuki kemarau dengan hari tanpa hujan yang cukup panjang.
Tutupan awan yang membawa hujan hilang di atas Malang Raya. Akibatnya, pada siang hari sinar matahari menerobos langsung tanpa penghalang awan, menyebabkan terik menyengat di tengah dingin dan kering angin Monsun Timuran. Sedangkan pada malam hari, awan yang seharusnya berfungsi sebagai selimut, menahan lebih lama radiasi matahari di daratan.
Namun lantaran tak ada selimut awan yang menaungi, maka suhu pada malam hari bisa turun, dan menjadi sangat dingin. Pasalnya, panas sinar matahari langsung dilepaskan kembali ke atmosfer.
BMKG juga sering mengeluarkan pengumuman dan himbauan agar warga Malang Raya menjaga kondisi kesehatan dan mengonsumsi makanan bergizi. Sebuah himbauan yang memang tidak diperlukan, mengingat warga Malang sebagian besar sudah terdidik. Namun, sebagai kewajiban dari tugas kelembagaannya, maka himbauan itu terus dilakukan. Sebab suhu dingin biasanya yang berlangsung hingga September itu, semakin dingin di dua bulan berikutnya, bahkan bisa melewati pergantian tahun.
Namun, di Kabupaten Malang yang diprakiraan mengalami cuaca cerah, sepanjang pertengahan November, juga akan mendorong panas pada malam harinya. Suhu pada malam dan pagi hari cukup panas, sekitar 20 hingga 24 derajat Celsius. Suhu ini terbilang panas, karena memang suhu di Malang Raya biasanya lebih sejuk dari itu. Suhu paling dingin biasanya berada di daerah Lawang di wilayah Malang utara, mencapai 17 derajat Celsius.
Joy yang merasa gerah, kemudian menghidupkan AC di kamarnya dulu. Kamar yang ia tempati sejak kecil hingga lulus SMA. Setelah SMA, Joy kos di Depok, Jakarta, di dekat kampusnya. Setelah itu, amat jarang ia menempati kamar itu. Namun, kamar ini sangat terawat. Semua benda-benda kesukaannya masih terjajar rapi. Bersih tanpa debu. Sekali lagi, terima kasih mbak Sumi yang menjaga kebersihan kamar ini, dan semua area di dalam rumah ini. Lemari baju dua pintu, dengan satu bagian untuk menggantungkan baju warna kayu maron itu, tetap seperti dulu. Bahkan, masih ada beberapa kemeja dan kaos lamanya, masih tergantung rapi. Semua tersungkup plastik, jadi bersih dari debu yang menempel. Ada dua jas, dan beberapa celana jins lamanya, masih tergantung disana. Beruntung, ukuran badannya tidak terlalu banyak berbeda. Jadi Joy merasa masih bisa menggunakan pakaian yang ada itu. Paling tidak untuk bersantai di rumah. Ada dua tumpukan kemeja, dan kaos, serta  satu tumpukan sarung dan baju koko, juga masih ada di tempatnya. Semua terawat dengan baik. Bahkan, aroma pakaian itu pun masih tetap wangi.
Joy pun, mengeluarkan pakaian dari koper kecil yang dibawanya, kemudian memindahkan isinya ke dalam lemari itu. Di sebelah lemari pakaian, ada lemari kecil tempat sepatu dan sandal. Joy membukanya, ternyata masih ada beberapa sandal di sana. Sementara dua sepatu kulitnya, tampaknya memang masih bagus. Namun, ia ragu dengan kekuatannya. Biasanya, sepatu yang ditinggal lama dan tidak pernah dipakai itu, akan mudah lapuk, lemnya terlepas karena lembab.
Wah ini, sepatu sport lamanya ternyata masih kuat. Tampaknya, Mbak Sumi bekerja keras merawat semua ini. Joy pun, teringat ada kotak mainan yang diletakkan di bawah meja belajarnya. Dengan penasaran, Joy pun berjongkok dan mengangkat kotak mainan itu. Kotak kayu yang dibuat oleh ayahnya itu, ternyata memang luar biasa kuat. Kotak itu memang terbuat dari kayu jati. Ayahnya memang bukan tukang profesional tetapi seorang dosen, namun jago jua membuat kotak kayu itu. Menurut ayahnya dulu, kota itu dibuat sama dengan kotak kayu miliknya yang pernah hilang entah kemana.
Joy pun membuka kotak kayu itu. Masih ada beberapa mobil-mobilan dan pistol mainan  didalamnya. Ada juga beberapa kartu permainan dan kotak papan catur. Ia membuka kota papan catur itu, dan melihat ternyata isinya masih lengkap. Kotak catur itu dikeluarkan dan diletakkan di meja. Siapa tahu bisa dijadikan teman, daripada bengong saat sendiri.
Ada beberapa pesawat terbang mainan yang sudah patah sayapnya. Sewaktu kecil, Joy memang suka dengan pesawat terbang. Bahkan, suatu kali pernah bercita-cita ingin menjadi pilot. Pesawat-pesawat itu, merupakan salah satu mainan kesukaannya saat masih di SD. Tampaknya juga masih tersimpan dalam kotak kayu ini. Ada satu pesawat terbang remot control. Ia ingat betul, mainan itu dibelikan ayahnya di Surabaya. Itu oleh-oleh, yang menurut ayahya dibelikan temannya yang baru pulang dari Jepang. Jadi itu mainan dari Jepang. Wah karena itulah, Joy berusaha merawat dan masih menyimpannya. Â Ia sendiri sebetulnya sudah lupa dengan pesawat mainan itu. Namun karena ayahnya pernah berpesan agar mainan itu dijaga dengan baik, maka ia pun tetap menyimpannya, meskipun mungkin sekarang sudah tidak bisa lagi diterbangkan. Tapi siapa tahu masih bisa diterbangkan, pikirnya dalam hati.
Joy pun mengeluarkan pesawat remote control itu dari kotak kayu dan meletakkan di meja belajarnya. Ia masih mengaduk-aduk isi kotak untuk mencari remote control pesawat mainan itu. Karena agak kesulitan, Joy yang penasaran itu akhirnya mengeluarkan semua mainannya dari kotak kayu itu. Saat hampir semua dikeluarkan, di bagian bawah kotak, ia baru melihat remote control berwarna hitam-merah itu bertengger di pojokkan kotak. Ia pun lalu menjulurkan tangan untuk meraihnya. Saat akan mengangkat, tidak bisa diambil karena kawat antenanya terkait di sudut kotak. Dengan agak keras, Joy memaksa menarik antena itu. Namun, rumahnya kepala antena itu, masuk dalam lubang kecil dekat pojokan. Seketika, Joy pun ingat, itu lubang merupakan kunci untuk membuka bagian bawah kotak yang menyimpan kotak tersembunyi. Memang untuk membukanya, tidak ada kunci khusus. Hanya perlu mencolok pegas kecil yang ada di dalam lubang itu.
Joy pun mengurungkan niatnya menarik antena remote control. Ia kemudian malah mendorong antena itu sedikit ke dalam lubang di sebelah kirinya, untuk menekan tonjolan pegas yang ada di dalamnya. Klik... terdengar bunyi kunci terbuka. Ia pun segera menekan bagian tengah kotak, lalu mengangkat ujungnya. Sementara tangannya yang lain, kemudian menarik pelan antena dari lubang tersebut.
Wah... Joy pun langsung teringat dengan beberapa benda yang ia masukkan dalam kotak itu. Ada foto Hanna, Sri Isyana Kusumawardhani, pacarnya semasa SMA, namun mereka putus tanpa ada penjelasan tentang apa penyebab Hanna menjauh darinya. Hanna dulu rumahnya tidak jauh dari rumah ini. Apakah ia masih disana, entahlah. Joy hanya ingat, sebelum Pandemi Covid-19 melanda, sempat pulang ke Malang untuk menghadiri pernikahan Hanna. Namun, sungguh tragis, sehari setelah pernikahan itu, saat akan pergi liburan berbulan madu, mereka mengalami kecelakaan. Kabar ini didapat Joy dari grup wa teman SMA.
Ada batu cincin, yang katanya black safir, tapi tidak tahu apa itu asli atau tidak. Namun, saat Joy punya uang, ia membuatkan cincin untuk pengikat batu itu dari bahan suasa. Bahan ini, merupakan logam campuran emas plus tembaga, namun warnya juga kuning seperti emas. Satu lagi, pisau pramuka kecil yang dimilikinya pertama kali. Pisau itu, sejak SD sampai SMA menemaninya dalam setiap kegiatan pramuka. Pernah hilang, namun ditemukan kembali. Di bagian pegangan pisau itu, digurat namanya. Jadi meski hilang atau tertukar, akan segera tahu mana pisau miliknya. Wah ini, ada satu lagi benda yang terbungkus kaos warna putih. Ia sudah lama melupakan benda ini. Namun sang ayah yang memaksakan agar ia serius belajar, justru kemudina mnjigar tidak lai
Joy kaget dan segera menduga-duga, apakah bisikan yang sering ia dengar ada kaitannya dengan benda kecil yang ada dalam bungkusan kaos oblong warna putih itu.
Kaos oblong itu, warna putihnya yang sudah menguning. Benda itu ditemukan di bawah rak atau kotak mainan semasa kecil. Ia pun langsung ingat dengan apa isi bungkusan itu. Sebuah pecahan batu yang ia temukan saat bermain di kebon samping rumahnya. Saat itu, ia berharap menemukan bongkahan emas yang bisa dijualnya untuk membeli berbagai macam mainan moderen seperti milik teman-temannya di sekolah.
Ketika dibuka lagi bungkusan itu, Joy pun agak kaget karena setelah ia cermati, pecahan batu itu seperti memiliki alur yang membentuk anak kunci. Dulu sewaktu kecil, ia sama sekali belum mengenal bentuk. Ketika itu, hanya berfikir sebagai benda unik, yang kalau disimpan lama bisa menjadi benda antik. Ia juga ingat, dulu ia seperti melihat wajah sebuah patung yang pernah dilihatnya di Candi Singhasari, yang memang pernah dikunjunginya sewaktu berjalan-jalan dengan sekolah mengunjungi candi itu. Itu sebabnya, ia menyimpan benda temuannya itu.
Kini, Joy yang juga pernah belajar arkeologi itu, melihat benda itu dengan kaca mata keilmuan yang mungkin sudah lama dilupakannya. Benda itu memang harus dibersihkan lebih dahulu, agar bisa diketahui bentuk aslinya dengan lebih jelas. Joy pun langsung melupakan yang lain, kini perhatiannya tertuju pada benda itu yang langsung diletakkan di atas meja belajarnya, dan ia pun menyalakan lampu belajar yang lebih terang.
Sekilas wajah yang tampak pada lempengan batu yang ditemukannya adalah Arca Prajnaparamita Candi Singhasari. Dalam filosofi Jawa Kuno, ada konsep pendharmaan. Konsep ini kemudian diwujudkan dalam bentuk perjalanan akhir dari raja ke dalam arca sesuai dengan dewa-dewi yang menitis dalam tubuhnya. Dalam upacara Sraddha, pada penghujung pupuh 67 disebutkan, Gayatri akhirnya menyatu dengan Prajnaparamita dan didarmakan dalam Kamal Pandak. Dari bagian inilah, kemudian banyak ahli menghubungkannya dengan arca fenomenal arca Prajnaparamita yang ada di Candi Singosari. Arca itu selama ini dikenal sebagai arca Ken Dedes, sebagai arca Rajapatni.
Selain menyebutkan tempat pendharmaan Rajapatni, Â di dalam Negarakertagama juga ditunjukkan sejumlah tempat pendharmaan raja-raja Majapahit dan keluarganya. Seperti Kertanegara yang didharmakan dalam Candi Jawi, Penguasa Wengker. Wijayarajasa, didharmakan di Candi Surawarna, Penguasa Matahun. Raja Watsari didharmakan di Candi Tegowangi. Dalam konsep pendharmaan ini, mencoba menyelaraskan antara Dewa di jagat raya dengan raja di kerajaan yang dipraktekkan di Jawa. Pada penetapannya dilakukan dalam upacara Sraddha. Upacara ini banyak dijalankan dikalangan bangsawan Majapahit.
Tak terasa, upaya membersihkan lempengan itu sangat menyita perhatian dan waktu Joy. Terdengar azan ashar, memanggil seluruh ummat manusia untuk berhenti sejenak menjalankan sholat. Joy pun segera meletakkan lempengan batu itu, yang sudah lebih bersih, dan semakin terlihat wajah arca Prajnaparamita. Ia berjalan menuju kamar mandi, mengambil air wudhu kemudian sholat ashar.
Sekitar lima belas menit kemudian, Joy merasakan kantuk dan lelah. Ia pun merebahkan badannya di ranjang yang ada di belakang kursi meja belajarnya. Tak berapa lama, seluruh inderanya mulai melemah. Matanya sudah tertutup, namun pendengarannya masih bisa mendengar lamat-lamat suara yang ada di sekitarnya. Lamat-lamat suara sepeda motor yang melintas di depan rumahnya. Disaat semakin kesadaran menghilang dan lelap, ia kembali mendengar bisikan "terimakasih Joy, bersihkan lagi, dan pelajari baik-baik, karena akan ada banyak kebaikan."
Bisikan itu berulang sampai tiga kali yang membuat kesadaran Joy semakin awas. Ia tak jadi tertidur pulas. Namun, tak lama kemudian Joy mendengar azan magrib di kumandangkan. Wah rupanya, ia memang tertidur selepas sholat ashar hingga azan magrib. Padahal ia merasa baru mau tertidur pulas. Ia merasa baru beberapa menit merebahkan badanya di ranjang yang selalu menemaninya setiap malam hingga menamatkan pendidikan sekolah menengah atas.
Ia pun bangkit dari tidur, kemudian mandi dengan shower air hangat, dan perutnya sudah meminta jatah untuk diisi. Ia pun ingat kalau sejak sarapan tadi, memang belum sempat makan, karena keasyikannya membongkar-bongkar harta karunnya. Â Selesai mandi, ia langsung sholat magrib. Sepuluh menit kemudian, ia sudah asyik di dapur menyiapkan makan malam yang rendah karbohidrat. Ia hanya ingin memanggang sepotong ikan, dan diberi bumbu dabu, sedikit kecap asin. Bersamaan dengan memanggang ikan, ia pun meletakkan sebutir kentang ukuran sedang. Segelas kopi disiapkan, untuk menemaninya makan malam.
Sembari makan, ia mengingat lagi pesan bisikan yang didengarnya saat menjelang azan magrib tadi. Wah jangan-jangan ia memang sudah menemukan hubungan antara bisikan yang semakin sering didengarnya, dengan artefak bergambar arca Prajnaparamita. Apakah itu artefak bagian dari peninggalan bersejarah atau bukan, masih perlu dilakukan sejumlah pengujian dan penelitian. Ah sudahlah, nanti ia akan meminta Endang, salah satu teman kuliahnya yang sekarang mengabdi sebagai dosen di almamaternya di Jakarta.
Sekarang ia menikmati makan malam dalam keheningan Kota Malang, yang malam ini udaranya terasa panas. Meski baru beranjak malam, namun suara lalu lalang kendaraan yang biasanya dulu terdengar ramai melintas di depan rumahnya, sudah semakin jarang terdengar. Mungkin, larangan untuk banyak bergerak dan adanya pembatasan mobilitas warga menjadi salah satu penyebabnya. Entahlah, sekarang sembari menunggu azan Isak, Joy ingin sekali pergi ke masjid di kampungnya. Tapi niat itu diurungkan, karena ia merasa badannya masih terasa membutuhkan istirahat. Ia sendiri merasakan aneh, biasanya tubuhnya cukup kuat melakukan perjalanan darat. Khawatir kalau kondisi fisiknya terganggu, Joy pun segera minum madu hangat dan memakan bawang putih. Resep yang biasa dilakukannya untuk menjaga kebugaran badan.
Ia pun mencoba merancang rencana tentang apa yang ingin dilakukannya di Malang. Mungkin ia akan membongkar rumah ini, untuk dijadikan kos-kosan. Karena sekarang, tidak jauh dari lokasi rumahnya ini, berdiri megah sebuah perguruan tinggi swasta yang tampaknya ramai dengan mahasiswa. Sekarang memang terlihat sepi karena adanya pembatasan pergerakan warga akibat Pandemi Covid-19, namun jika sudah usai tentu akan sangat ramai. Ini merupakan saat yang baik untuk menyiapkan segala sesuatunya. Â Tidak berapa lama, Joy mendengar azan Isya' berkumandang, dan ia segera bangkit menuju musholah kecil yang ada di bagian depan rumahnya ini. Seusai menunaikan sholat Isya' ia lantas melanjutkan proyek kecilnya, dengan menggambar bentuk bangunan kos-kosan yang dibangun mirip hotel atau apartemen. Tidak lupa, di bagian bawah depan gedung yang akan dibangunnya itu, akan dibuat resto. Tampaknya ia sudah memutuskan untuk memulai bisnis di Kota Malang, kota kelahirannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H