Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Imam Setiawan adalah seorang pria visioner yang memiliki banyak mimpi besar dan tekad yang tak tergoyahkan. Semangat pantang menyerah yang ia miliki menjadi bahan bakar utama dalam setiap langkah hidupnya. Saat ini, Imam sedang menjalani fase penting dalam hidupnya, berusaha menjadi pribadi yang lebih kuat dengan mengalahkan batasan-batasan dirinya sendiri. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan magister dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada tahun 2023, Imam membawa semangat belajarnya ke tingkat yang lebih tinggi. Di balik pencapaiannya, Imam menghadapi tantangan unik, yaitu hidup dengan disleksia dan ADHD. Namun, daripada melihatnya sebagai hambatan, Imam justru melihatnya sebagai warna yang memperkaya perjalanan hidupnya. Sebagai pendiri Rumah Pipit dan Komunitas Guru Seneng Sinau, Imam tidak hanya berbagi pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga menyebarkan inspirasi kepada para guru dan orang tua di seluruh penjuru Indonesia. Melalui proyek ambisius bertajuk “The Passion Project Disleksia Keliling Nusantara,” Imam berkomitmen untuk menjelajahi daerah-daerah pedalaman Indonesia, bertemu dengan anak-anak, guru, dan orang tua. Dalam perjalanan ini, ia berbagi ilmu dan pengalaman, dengan harapan memberikan kontribusi nyata dalam pendidikan serta memperkuat komunitas di daerah-daerah terpencil. Perjalanan ini tidak hanya menjadi sarana untuk berbagi, tetapi juga sebagai bentuk dedikasi Imam untuk membuka pintu bagi anak-anak yang ia yakini sebagai "pembuka kunci surga," mengilhami generasi muda untuk bermimpi dan berani menghadapi tantangan, tak peduli seberat apa pun itu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memori Kerja, Mesin untuk Belajar dan Menghadapi Tantangann Disleksia

15 Oktober 2024   13:28 Diperbarui: 15 Oktober 2024   14:48 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah kalian bahwa salah satu ciri utama otak disleksia adalah lemahnya memori kerja? Bagi banyak orang, memori adalah komponen penting dalam aktivitas sehari-hari, namun bagi penderita disleksia, kelemahan ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan usaha ekstra. 

Memori kerja yang buruk seringkali membuat kita, yang memiliki disleksia, merasa seolah-olah otak kita adalah sebuah gudang yang penuh ide namun sulit diakses.

 Bayangkan seperti mencoba mencari sesuatu dalam ruangan yang gelap tanpa cahaya kita bisa meraba-raba, tetapi sering kali yang kita ambil bukanlah apa yang kita cari. 

Salah satu contoh umum dari hal ini adalah seringnya saya mengacaukan kata-kata seperti "spesifik" dengan "pasifik". Ini mungkin terdengar sederhana, tetapi bagi otak disleksia, perbedaan semacam itu bisa menjadi penghalang besar.

Sebagai anak disleksia, memori kerja yang lemah membuat berbagai aktivitas menjadi lebih sulit. Mulai dari merencanakan hari, mengorganisir tugas, hingga menjalankan pekerjaan sederhana, semua itu memerlukan upaya yang lebih besar dari yang diperkirakan. 

Terkadang, hanya membuat daftar "to-do" bisa menjadi tugas berat karena otak saya harus berusaha mengatur informasi berdasarkan waktu dan tempat. 

Akibatnya, proses belajar pun menjadi terasa lebih menantang. Saya mengalami kesulitan tidak hanya dalam membaca, tetapi juga dalam matematika, serta mengalami kelemahan dalam semua komponen memori kerja.

 Hal ini membuat saya lebih rentan melakukan kesalahan saat menerjemahkan angka dari bentuk lisan ke bentuk tertulis dibandingkan dengan teman-teman saya yang memiliki memori kerja lebih kuat.

Salah satu kelemahan paling menonjol saat belajar matematika adalah ketidakmampuan saya untuk menyimpan dan mengambil kombinasi angka atau fakta dari memori jangka panjang.

 Hal ini membuat sumber daya yang seharusnya saya gunakan untuk memahami konsep yang lebih kompleks justru terpakai hanya untuk mengingat informasi dasar. Ini adalah salah satu tantangan terbesar bagi saya dalam proses pembelajaran. 

Ketika membaca kalimat, paragraf, atau bahkan teks yang lebih panjang, memori kerja memainkan peran penting. Memori kerja membantu mempertahankan informasi yang sudah dibaca dan menghubungkannya dengan informasi yang baru saja diterima. 

Namun, seringkali yang terjadi adalah saya merasa seperti lupa semua yang baru saja saya baca. Ketika ditanya tentang isi halaman yang baru saya baca, jawaban yang sering keluar dari mulut saya adalah, "Saya tidak bisa mengingat apa pun!"

Bukan hanya dalam membaca, tetapi juga dalam menulis, saya mengalami kesulitan. Menulis membutuhkan proses yang panjang dan rumit, di mana otak harus mengolah kata-kata dan ide, lalu memilih yang tepat untuk dituliskan di atas kertas.

 Namun, proses ini seringkali berakhir dengan kekacauan. Urutan kata dan ide yang terputus-putus membuat saya sulit menyusun kalimat menjadi tulisan yang terstruktur dengan baik. Membuat tulisan adalah proses yang jauh lebih rumit daripada yang mungkin dibayangkan, terutama bagi mereka yang mengalami disleksia. 

Menyusun kalimat yang terorganisir dan runtut adalah tantangan besar, karena otak harus bekerja keras untuk berpindah dari satu langkah ke langkah berikutnya, dan ini sangat menguras energi.

Namun, tantangan ini bukan berarti tak bisa diatasi. Meskipun banyak proses yang bagi orang lain tampak otomatis, seperti memasukkan kaus kaki ke dalam laci tanpa perlu berpikir atau mengemudi ke tempat kerja tanpa memikirkan arah, bagi kami, penderita disleksia, tugas-tugas ini bisa memerlukan lebih banyak pemikiran. 

Otak kami tidak bekerja dengan cara yang sama seperti otak orang lain. Hal-hal yang seharusnya bersifat otomatis, seperti mengingat di mana saya meletakkan sesuatu, sering kali membutuhkan perhatian yang lebih besar.

Tapi inilah kenyataannya: otak disleksia mungkin berfungsi secara berbeda, namun bukan berarti lebih rendah. Justru sebaliknya, dengan tantangan yang ada, kami belajar untuk lebih kuat dan lebih kreatif dalam mengatasi hambatan. 

Disleksia bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari perjalanan untuk memahami diri sendiri dan cara otak bekerja. Memori kerja memang lemah, tetapi dengan latihan, strategi, dan dukungan yang tepat, kami mampu mengatasinya dan terus belajar.

Jadi, bagi kalian yang merasa memiliki kelemahan dalam memori kerja atau kesulitan lain dalam belajar, jangan menyerah. Ingatlah bahwa otak kita, meskipun berbeda, tetap memiliki potensi yang luar biasa. 

Setiap tantangan adalah kesempatan untuk berkembang, dan setiap kesulitan adalah peluang untuk menemukan cara baru dalam memahami dunia. 

Memori kerja adalah mesin untuk belajar, dan dengan pemahaman serta strategi yang tepat, kita semua bisa mengoptimalkannya sesuai dengan cara kita sendiri.

Dyslexia is not due to a lack of intelligence, it's a ;ack of access. It's like, if you're dyslexix, you have all the information you need, but find it harder to process."

-Orlando Bloom

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun