Tahukah kalian bahwa salah satu ciri utama otak disleksia adalah lemahnya memori kerja? Bagi banyak orang, memori adalah komponen penting dalam aktivitas sehari-hari, namun bagi penderita disleksia, kelemahan ini menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan usaha ekstra.
Memori kerja yang buruk seringkali membuat kita, yang memiliki disleksia, merasa seolah-olah otak kita adalah sebuah gudang yang penuh ide namun sulit diakses.
Bayangkan seperti mencoba mencari sesuatu dalam ruangan yang gelap tanpa cahaya kita bisa meraba-raba, tetapi sering kali yang kita ambil bukanlah apa yang kita cari.
Salah satu contoh umum dari hal ini adalah seringnya saya mengacaukan kata-kata seperti "spesifik" dengan "pasifik". Ini mungkin terdengar sederhana, tetapi bagi otak disleksia, perbedaan semacam itu bisa menjadi penghalang besar.
Sebagai anak disleksia, memori kerja yang lemah membuat berbagai aktivitas menjadi lebih sulit. Mulai dari merencanakan hari, mengorganisir tugas, hingga menjalankan pekerjaan sederhana, semua itu memerlukan upaya yang lebih besar dari yang diperkirakan.
Terkadang, hanya membuat daftar "to-do" bisa menjadi tugas berat karena otak saya harus berusaha mengatur informasi berdasarkan waktu dan tempat.
Akibatnya, proses belajar pun menjadi terasa lebih menantang. Saya mengalami kesulitan tidak hanya dalam membaca, tetapi juga dalam matematika, serta mengalami kelemahan dalam semua komponen memori kerja.
Hal ini membuat saya lebih rentan melakukan kesalahan saat menerjemahkan angka dari bentuk lisan ke bentuk tertulis dibandingkan dengan teman-teman saya yang memiliki memori kerja lebih kuat.
Salah satu kelemahan paling menonjol saat belajar matematika adalah ketidakmampuan saya untuk menyimpan dan mengambil kombinasi angka atau fakta dari memori jangka panjang.
Hal ini membuat sumber daya yang seharusnya saya gunakan untuk memahami konsep yang lebih kompleks justru terpakai hanya untuk mengingat informasi dasar. Ini adalah salah satu tantangan terbesar bagi saya dalam proses pembelajaran.
Ketika membaca kalimat, paragraf, atau bahkan teks yang lebih panjang, memori kerja memainkan peran penting. Memori kerja membantu mempertahankan informasi yang sudah dibaca dan menghubungkannya dengan informasi yang baru saja diterima.
Namun, seringkali yang terjadi adalah saya merasa seperti lupa semua yang baru saja saya baca. Ketika ditanya tentang isi halaman yang baru saya baca, jawaban yang sering keluar dari mulut saya adalah, "Saya tidak bisa mengingat apa pun!"
Bukan hanya dalam membaca, tetapi juga dalam menulis, saya mengalami kesulitan. Menulis membutuhkan proses yang panjang dan rumit, di mana otak harus mengolah kata-kata dan ide, lalu memilih yang tepat untuk dituliskan di atas kertas.
Namun, proses ini seringkali berakhir dengan kekacauan. Urutan kata dan ide yang terputus-putus membuat saya sulit menyusun kalimat menjadi tulisan yang terstruktur dengan baik. Membuat tulisan adalah proses yang jauh lebih rumit daripada yang mungkin dibayangkan, terutama bagi mereka yang mengalami disleksia.
Menyusun kalimat yang terorganisir dan runtut adalah tantangan besar, karena otak harus bekerja keras untuk berpindah dari satu langkah ke langkah berikutnya, dan ini sangat menguras energi.
Namun, tantangan ini bukan berarti tak bisa diatasi. Meskipun banyak proses yang bagi orang lain tampak otomatis, seperti memasukkan kaus kaki ke dalam laci tanpa perlu berpikir atau mengemudi ke tempat kerja tanpa memikirkan arah, bagi kami, penderita disleksia, tugas-tugas ini bisa memerlukan lebih banyak pemikiran.
Otak kami tidak bekerja dengan cara yang sama seperti otak orang lain. Hal-hal yang seharusnya bersifat otomatis, seperti mengingat di mana saya meletakkan sesuatu, sering kali membutuhkan perhatian yang lebih besar.
Tapi inilah kenyataannya: otak disleksia mungkin berfungsi secara berbeda, namun bukan berarti lebih rendah. Justru sebaliknya, dengan tantangan yang ada, kami belajar untuk lebih kuat dan lebih kreatif dalam mengatasi hambatan.
Disleksia bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari perjalanan untuk memahami diri sendiri dan cara otak bekerja. Memori kerja memang lemah, tetapi dengan latihan, strategi, dan dukungan yang tepat, kami mampu mengatasinya dan terus belajar.
Jadi, bagi kalian yang merasa memiliki kelemahan dalam memori kerja atau kesulitan lain dalam belajar, jangan menyerah. Ingatlah bahwa otak kita, meskipun berbeda, tetap memiliki potensi yang luar biasa.
Setiap tantangan adalah kesempatan untuk berkembang, dan setiap kesulitan adalah peluang untuk menemukan cara baru dalam memahami dunia.
Memori kerja adalah mesin untuk belajar, dan dengan pemahaman serta strategi yang tepat, kita semua bisa mengoptimalkannya sesuai dengan cara kita sendiri.
Dyslexia is not due to a lack of intelligence, it's a ;ack of access. It's like, if you're dyslexix, you have all the information you need, but find it harder to process."
-Orlando Bloom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H