Mohon tunggu...
Imam Budiman
Imam Budiman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Kepada Misbach Thamrin & Sandi Firly

21 Januari 2016   22:57 Diperbarui: 21 Januari 2016   23:07 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menjelang Sore Di Galeri Nasional

            ; selepas pameran tunggal lukisan “Arus Balik” Misbach Tamrin

 

barangkali sabetan kuas demi kuas,

satu-satu, warna yang berdanau khas

dalam keheningan, sempat mengoyak

sejarah kita di lampau cuaca masa silam

 

di ruang yang serba sepi serba sunyi

serba melucuti ruas kerat-kerat kelasi

kita membiarkan susunan cat minyak itu

lepas mengantarkan dari peritiwa ke peristiwa,

dari satu kejadian kepada kesaksian

 

berpindah langkah, berhalu selisih warna lain

yang menarasikan isi kepala si perupa

orang-orang sampah, orang-orang buangan

orang-orang yang tak pernah mengerti

mengapa tanpa sebab mereka diadili

tersebab keterlibatan berkarya di sanggar bumi tarung kah

yang membuat tetubuh mesti mendekam sunyi di runcing

bilah-bilah taring jeruji para penjajah bernama ‘orde baru’

 

atau, sebaiknya kita menjadi lakon hidup atas keberulangan

kisah yang sewindu lalu pernah tercatat di atas kertas?

 

di mana letak laut yang merah tabah kucari-cari

selain beriak dalam kuas yang masih bersisa aroma minyak

aku masih mencari makna di atas segala makna

atau memang, aku terlalu kekanak membaca sejarah

 

Galeri Nasional, 2015

 

Obrolan Singkat Catatan Ayah

            ; Sandi Firly

 

di sela rasa kantuk bercampur pening –barangkali

terik mencecah dalam gelas kopi dengan kadar manis

yang tak membuat gula darah kambuhan menjadi naik

 

: seorang pengarang ingusan berdiri sekedirian

dengan pemilik ‘catatan ayah’ –yang diam-diam,

sejarak lengan, diperhatikan oleh seorang wartawati

 

keduanya melayarkan kretek berbeda merk

menghisapnya sendam penuh khidmat

asapnya bergulung, menempur putih tiang arkais

mereka mendiskusikan hal paling mendasar

tentang makna sebuah proses kreatif

 

sebelum sempat menyilang-jabat untuk pisah

keduanya melumbar kendali jarak, tanpa berpamit

sebab keyakinan adanya pertemuan kelak

untuk saling berdiskusi lebih rumit

 

Galeri Nasional, 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun