Mohon tunggu...
Ni MadeSantiani
Ni MadeSantiani Mohon Tunggu... Buruh - Goresan pena

Perempuan yang menyukai fajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Persimpangan

26 April 2020   10:00 Diperbarui: 26 April 2020   10:07 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan bagi Surya. Selain karena laporan keuangan akhir tahun, juga tugas kuliah yang menumpuk dan sudah jatuh tempo.

Tapi pikirannya berkelana. Pada sosok perempuan yang tiba-tiba tidak ada kabar. Seperti hilang di telan bumi atau hilang untuk selamanya?

Padahal ada sesuatu yang ingin dia katakan, kata-kata yang sudah lama tinggal di hati, namun tertahan di langit-langit bibir.

Perempuan itu bernama Iluh, sosok yang ia kenal lewat media sosia. Perempuan ceria, penuh dengan cerita--- ada saja yang ia ceritakan tiap mereka chat atau video call. Hari-harinya yang sepi kini terasa penuh cerita semenjak mengenal perempuan itu.

Tiba-tiba dia ingin mengubah prinsip hidup yang telah dia buat. Luka akibat hubungan yang kandas, sempat membuat ia tidak percaya pada sebuah ikatan. Tapi Iluh telah memberi pengertian lain pada sebuah hubungan.

Menerima sosok pasangan kita secara utuh tanpa membuat ia harus mengubah dirinya menjadi sempurna. Mencintai apa adanya. Seperti yang dilakukan Iluh.

Banyak hal telah mereka bicaraan mulai hutang, keluarga, kesukaan, film, pekerjaan bahkan pengeluaran tiap bulan tidak luput.

Kini Surya berharap keberuntungan berpihak padanya.

Aku akan mencoba lebih berani mengungkapkan perasaan ini, batinya dalam hati.

Semua rencana telah disususn rapi, tiket ke Bali sesuai tanggal yang telah di tentukan. Alamat sudah ia catat dan tersimpan rapi di dompet bersama kartu-kartu yang lain. Kini tinggal memastikan keberadaan perempuan itu, apa ada di sana. Karena terakhir mereka chat, perempuan itu sedang ada di Salatiga untuk sebuah pelayanan.

Minggu ini seperti biasa dia dan band keroncong Merah Putih tampil di sebuah kafe.

Pengunjung yang datang tidak lebih dari sepuluh orang, itu pun mereka yang ingin bernostalgia dengan lagu-lagu lawas.

Tiba-tiba jantungnya berhenti berdetak, lidahnya kelu saat padangan ini jatuh pada sosok yang duduk di sudut ruangan bergaun merah pulkadot. Rambut lurus pendek, wajah oval, bermata bulat dan tersenyum manis padanya. Tatapan itu---- tatapan dari sepasang mata yang ia rindukan. Membisu. Matanya terpaku.

Dua buah lagu yang dia bawakan terasa begitu lama. Ia ingin segera berlari mendekati perempuan itu untuk memastikan bahwa dialah yang selama ini mengisi malam-malam sepinga dengan chat-chat serta video call yang penuh kehangatan.

***

Perempuan itu menyerup kopi pahit yang ia pesan, tapi matanya tak pernah lepas memandang laki-laki yang sedang bernyanyi di atas panggung.

Kini dia benar-benar melihat laki-laki secara nyata, bukan sekedar khayalan. Sepuluh bulan mereka saling kenal tanpa pernah bertatap muka.

Badannya tegap dan kekar, akibat latihan keras di gym yang sering ia ceritakan. Berkacamata kotak serta berkulit putih.

Keberaniannya untuk datang dan bertemu secara langsung sungguh di luar nalarnya. Karena dia tipe perempuan yang tidak mau hati lebih menguasai dirinya. lebih baik baginya  menggunakan logika daripada hati jika nanti terluka lagi, sakitnya tidak akan parah.

Tapi kali ini dia melanggar semua prinsip yang telah ia bangun demi sosok yang ada di depannya, dia biarkan hatinya saat ini bertindak.

Teringat semua percakapan yang sering mereka lakukan. Ya, mereka adalah dua menusia yang memiliki banyak kesamaan: kesedihan, kemiskinan yang memeluk erat hidup mereka semasa kecil,  serta kekecewaan akan sebuah hubungan cinta.

Tak hanya itu mereka lebih menyukai gunung, hutan, sawah, daun-daun yang basah oleh embun. Alunan musik dalam rintik hujan yang membuat kesepian terasa membahagiakan.

Banda Naira, Kunto Aji, Katon, Hivi adalah lagu yang sering mereka dengar saat bersua.

Tapi mereka tidak berada di jalan yang sama sekalipun mereka memandang langit dan menghirup oksigen di bumi yang sama.

Ia menyadari bahwa perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan. Perhatian, ucapan mesra, pelukan dan ciuman pengantar tidur sering Surya berikan.

Lima menit lagi laki-laki itu akan selesai bernyanyi, perempuan itu memutuskan pergi karena tak sanggup memulai kisah yang tak bisa dia hadapi. Ia tersenyum dan pergi. Segera masuk ke sebuah taksi yang berada di depan kafe, tanpa sempat mengucapkan sebuah kata.

Ia mengeluarkan ponselnya, mengambil sim card, kemudian menggantinya dengan yang baru.

"Selamat tinggal," ucapnya.

****

"Mas Surya, ini ada sesuatu dari mbak yang duduk memakai baju merah tadi", kata seorang pelayan kafe.

Dia masih berdiri termanggu, melihat perempuan itu melangkah keluar cafe. Semua kejadian terasa cepat.

Dengan perasaan bercampur aduk ia membuka kotak itu.
Dadanya terasa sakit dan sesak melihat benda yang ada di dalamnya.

Lukisan bumi dan bulan yang sangat cantik. Terlihat seorang laki-laki duduk sendiri memandang bulan penuh kerinduan tepat diatasnya ada seorang perempuan berayaun pada bulan sabit, memandang jauh ke bawah dengan sedih.

Oh Tuhan bukan ini mauku. Batinnya.

******

"Hei ,aku kirimi lagu buat kamu", sapa laki-laki itu ketika mereka chat bersama.

"Lagu apa?" tanya Iluh.

"HIVI. Bumi dan Bulan."

Dengan penasaran Iluh membuka youtube dan mulai mendengarkan. Bait pertama biasa, baik kedua air mata menggenang di pelupuk, masuk reff hatinya remuk hancur

"Kisah kita seperti lagu ini, walaupun berpasangan tapi tak sejalan. Kau yang masih memimpikan sebuah hubungan indah dalam sebuah ikatan. Sedangkan aku memilih menghabisakan waktu sendiri." kata Surya. Kala Iluh mengutarakan perasaannya kepada Surya.

Selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun