Mohon tunggu...
Nailah Ilma Hamuda
Nailah Ilma Hamuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswi tahun pertama program studi psikologi. Saya memiliki ketertarikan yang besar akan tingkah laku manusia. Saya juga cukup menyukai kegiatan menulis dan berharap tulisan saya dapat bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mine?

21 Juli 2022   12:32 Diperbarui: 22 Juli 2022   16:20 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oktav baik-baik aja kan, Om, Tante? Nggak ada masalah apa-apa? Cuma pingsan aja?" tanya Anton sambil duduk di sofa dekat jendela. "Enggak kok Nak, kata dokter dia cuma kurang nutrisi aja, makasih ya kalian udah mau jengukin Oktav," tutur ayah Oktav diikuti tatapan hangat ibu Oktav kepada teman sekelas Oktav. "Iya, Om, kita kan satu kelas, satu keluarga, kalau ada yang sakit pastilah kita jenguk, ya kan temen-temen?" ucap Anton yang dijawab dengan anggukan teman-temannya.

  "Nah, udah siap ni Ta, makan dulu yuk, biar keisi perutnya," ucap ibu Oktav seraya menyodorkan sendok berisi cilok kepada Oktav, hendak menyuapi. Entah apa yang terjadi, ekspreksi Oktav berubah seketika ketika melihat cilok itu didekatkan. Suatu ekspreksi ketakutan yang sangat kental. "Enggaaakk!!! Jauhiiin!!! Jauuhin ituuu!! Hiks, hiks.. jaaauuhh.. hiks, jaauuhh." Oktav tiba tiba merintih ketakutan. Dirinya meringkuk di balik selimut. "Kamu kenapa, Ta? Kenapa?? Ini cilok, kamu takut apa? Kamu liat apa? Ada yang serem?" deretan pertanyaan terucap dari bibir ibunya, ia panik. Teman-temanya ikut khawatir, tapi mereka tak ada yang membuka suara. Sementara ayahnya dengan sigap langsung memanggil dokter.

Dokter yang tadi menangani Oktav masuk ke ruangan rawat Oktav, Ruang Mawar. Sang dokter lantas mempersilakan teman-teman Oktav untuk keluar terlebih dahulu agar Oktav merasa lebih tenang. 

Ia bersegera memeriksa kondisi tubuh  Oktav. Tidak ada yang aneh. Sama seperti ketika tadi ia mengeceknya. "Tadi anak saya teriak ketika melihat cilok, Dok. Kenapa ya?" tanya ayah Oktav kemudian dengan mimik muka harap-harap cemas. "Hmm cilok? Menurut tes kesehatan yang sudah dilakukan, Oktav tidak memiliki catatan trauma atau alergi apapun." "Saya juga bingung, Dok. Kenapa dia seperti itu," tutur ibunya khawatir. 

"Boleh tolong ciloknya dibawa kemari?" pinta dokter. Ibu  Oktav pun memberikan cilok itu. Cilok itu kini sudah ada di tangan sang dokter. "Yuk, Oktav makan?" tutur dokter kepada Oktav lembut. "Enggaaaak, nggak mau hiks, jauhiin!!" teriaknya lagi meronta-ronta. Oktav seperti bukan dirinya. Benar-benar seperti orang lain. "Kenapa Oktav? Kenapa kamu nggak mau?" tanya dokter yang  diketahui bernama Dokter Nia. "Kalo aku makan, aku jadi gendut, aku nggak mau.. aku takut gendut!! Hiks ga ga aku ga boleh gendut!! Gaaa!!" teriak Oktav lagi-lagi. 

Dokter itu terdiam, lalu berkata, "Saya tidak tahu pasti dengan kondisi yang dialami Oktav, namun dilihat dari reaksi yang ditunjukkan Oktav, kemungkinan besar, Oktav mengalami gangguan mental, mungkin disebabkan oleh depresi akan makanan atau tekanan yang ada dalam dirinya. Tapi jangan khawatir, saya akan menyarankan rumah sakit dengan fasilitas spesialis yang tepat untuk mendiagnosis lebih lanjut dan menangani ini." Oktav masih meringkuk dengan muka ketakutan. 

Berkat saran Dokter Nia, orang tua Oktav akhirnya memutuskan membawa Oktav ke Rumah Sakit Sumber Harapan, rumah sakit jiwa di ujung kota ini dimana ada dokter yang sangat terkenal dengan keahliannya dalam bidang kejiwaan, yakni Dokter Burhan. 

Tak lama setelah dibawa ke sana, Oktav dinyatakan memiliki gejala awal anoreksia nervosa. Suatu gangguan psikologis yang menyebabkan seseorang terobsesi dengan berat badan dan apa yang dimakannya. Gangguan ini ditandai dengan ketakutan yang tidak beralasan terhadap kelebihan berat badan. Namun pastinya, apapun yang terjadi, segala cara akan dilakukan oleh orang tuanya agar Oktav segera sembuh dan bisa melanjutkan hidupnya dengan normal. Randy yang mengetahui Oktav dibawa ke rumah sakit jiwa merasa dirinya benar-benar sampah. Hati dan pikirannya tak pernah tenang. Ia takut sekali terjadi sesuatu pada diri Oktav. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika hal itu sampai terjadi.

SELESAI

Terimakasih sudah membaca ^_^

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun