Mohon tunggu...
Ilham Sanrego
Ilham Sanrego Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Aliyah PP Alahid Pape

sederhana, penuh mimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

1 Januari

11 Mei 2024   12:52 Diperbarui: 11 Mei 2024   13:18 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, selalu begitu. Engkau mendengar, engkau taat. Pagi yang sangat dingin ini rasanya akulah, ayahmulah ini yang akan menyeduh kopi untuk kita. Semoga saja dengan itu engkau bisa merasakan seruput yang lebih dalam. Pejamkanlah matamu jika nanti kau menyeruput, tarik nafasmu agak dalam lalu tahan hingga kopinya menyatu dengan kulit tenggorokanmu. Selanjutnya lepaskan, lepaskan semuanya! Jangan ada yang tertinggal."

"Untukku, gulanya agak banyak. Maafkanlah jika harus kuminta kopi yang juga lebih kental dari biasanya. Ah, Ayah. Jikalau air hitam-manis itu melalui kerongkonganku, tampaklah seluruh bumi berputar dan menari. Sejumlah apa pun saja yang datang dan pergi kemudian sudah tidak ada artinya lagi. Itulah kepenuhan. Inilah kepenuhan. Semua yang sanggup kupikirkan dan kurasahan kulihat terhampar untuk segera kujamah."

"Tidak. Untuk kita, kopinya kental dengan gula yang sangat banyak. Aku tak akan menakarnya. Keahlianku, salah satunya yang belum sempat kuceritakan padamu adalah merasai sejumput demi sejumput kopi dan gula yang disiram air mendidih. Jangan khawatir! Untuk itu aku ahlinya."

"Ya. Saya mendengar. Saya taat."

"Bertanyalah mengapa?"

"Mengapa?"

"Sebab aku ingin mendengarmu meninju langit lagi. Aku ingin melihatmu mempersetan keadaan lagi. Aku ingin tarianmu sebagaimana apa yang berputar-putar dalam batok kepalamu itu, Anakku. Aku tahu kau risau. Ada beberapa senti di ruang kesadaranmu di mana kekecewaan, kemarahan dan lain-lainnya kau letakkan sekenanya."

"Seperti sebelumnya, Ayah? Sama dengan apa yang kita lalui sejak awal mulanya."

"Ya. Seperti sebelumnya."

"Aku pun mengerti sepenuhnya, Ayah. Engkau pasti akan balik bertanya lagi tentang sesuatu yang engkau mafhum jawabannya. Tapi kau mau mendengar aku yang menjawabnya, bukan?"

"Ah, Anakku. Engkau kepenuhan cita-citaku. Engkau kemakbulan doa-doaku. Maka jawablah lagi jika kau sudah siap : masih buaskah seluruh sudut kota?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun