"Aku selalu menangis karena aku selalu seperti diperlihatkan banyak manusia ketika petang. Mereka mengalami nasib yang tak baik di alam sana. Ada Marno, dia lelaki yang sudah meniggal. Rumahnya di ujung dekat sungai. Aku melihat dia sangat kesuitan di alam sana. Padahal Marno sangat baik padaku. Ada Ridwan, ada Markum, ada Samiun, ada Yu Kamti. Ada banyak sekali. Aku seperti melihat kesedihan mereka ketika petang," kata Bandi padaku.
"Aku tak bisa membendung kesedihan itu. Mereka semua adalah orang Mbiru yang telah meninggal dunia," kata Bandi.
***
"Pak, kemarin aku temui Bandi petang hari. Setelah dia menangis dia cerita," kataku pada Pak Diran, sesepuh di desa.
"Mas, sudah kubilang. Bandi itu tidak waras. Jangan dekati dia," kata Pak Diran padaku.
"Tapi dia cerita tentang..." ujarku yang langsung dipotong.
"Dia ngomong soal Marno, Ridwan, Markum, Samiun, Yu Kamti kan? Nama-nama orang itu tidak ada di sini. Memang ada yang namanya Ridwan dan Kamti. Tapi mereka masih SMP. Kalau Bandi bilang nama-nama yang telah meninggal itu. itu bohong, tak ada nama mereka di desa ini. Aku lebih tua dari Bandi. Aku lebih tahu," kata Pak Diran agak meninggi.
***
"Bu, kemarin aku temui Bandi petang hari. Setelah dia menangis dia cerita," kataku pada Bu Sumi, salah satu wanita yang cukup supel.
"Mas, sudah kubilang. Bandi itu tidak waras. Jangan dekati dia," kata Bu Sumi yang  sama persis dengan Pak Diran.
"Tapi dia cerita tentang..." ujarku yang langsung dipotong.