"Soal nama-nama yang dia sebutkan? Ya memang nama-nama itu tak ada di desa ini. Tapi teruslah tanya, dia akan menyebutkan nama-nama lebih banyak. Nah, hitunglah, lalu dia akan menyebut nama ke ke 13. Nama ke 13 itu adalah nama warga desa ini. Yang dia sebut sebagai nama ke 13 adalah yang akan meninggal dua hari setelahnya," kata Kang Sarjan.
"Dulu ada yang namanya Munan. Dia disebut sebagai orang ke 13 pada ucapan Bandi. Munan meninggal sadis. Dia diracun. Sugi, juga pernah disebut sebagai nama ke 13 dan meninggal dengan bacokan. Ada juga beberapa nama lain," kata Kang Sarjan dengan mata melotot padaku.
"Aku sudah bicara ini ke banyak orang. Tapi karena aku diragukan, tak ada yang percaya. Kau datanglah ke rumah Bandi di tanggal 11. Di saat itulah dia akan menyebut nama ke 13. Jadilah saksi, di tanggal  13 orang yang disebut itu akan meninggal dunia. Bulan selanjutnya datanglah lagi di tanggal 11 ke rumah Bandi. Dia akan menyebut nama ke 13 dan dua hari kemudian akan meninggal. Percaya atau tidak, itulah faktanya," kata Kang Sarjan.
***
 Aku datang saja tanggal 11 ke rumah Bandi. Aku terus tanya dan hitung nama-nama yang dia sebut. "Budi tukang arang," kata Bandi padaku. Budi penjual arang adalah nama ke 13. Aku tak mau ambil pusing soal itu. Tapi tahukah kau, bahwa di tanggal 13, Budi arang tewas di hutan.
Badan Budi penuh dengan anak panah yang menancap. Itu jelas pembunuhan. Tapi melapor ke polisi bukan perkara yang gampang karena kantor polisi waktu itu cukup jauh. Ada lebih dari 10 Km. Saat aku takziah ke kediaman Budi, aku ketemu Kang Sarjan.
"Benar kan?" kata Kang Sarjan.
"Bukan benar kang, tapi kebetulan," kataku tanpa beban.
"Kebetulan kok berulang-ulang!" katanya.
Aku diam saja.
***