Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Menangis Tiap Petang

1 Juni 2023   19:52 Diperbarui: 1 Juni 2023   20:15 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Gambar oleh Leandro De Carvalho dari Pixabay)

"Soal nama-nama yang dia sebutkan? Ya memang nama-nama itu tak ada di desa ini. Tapi teruslah tanya, dia akan menyebutkan nama-nama lebih banyak. Nah, hitunglah, lalu dia akan menyebut nama ke ke 13. Nama ke 13 itu adalah nama warga desa ini. Yang dia sebut sebagai nama ke 13 adalah yang akan meninggal dua hari setelahnya," kata Kang Sarjan.

"Dulu ada yang namanya Munan. Dia disebut sebagai orang ke 13 pada ucapan Bandi. Munan meninggal sadis. Dia diracun. Sugi, juga pernah disebut sebagai nama ke 13 dan meninggal dengan bacokan. Ada juga beberapa nama lain," kata Kang Sarjan dengan mata melotot padaku.

"Aku sudah bicara ini ke banyak orang. Tapi karena aku diragukan, tak ada yang percaya. Kau datanglah ke rumah Bandi di tanggal 11. Di saat itulah dia akan menyebut nama ke 13. Jadilah saksi, di tanggal  13 orang yang disebut itu akan meninggal dunia. Bulan selanjutnya datanglah lagi di tanggal 11 ke rumah Bandi. Dia akan menyebut nama ke 13 dan dua hari kemudian akan meninggal. Percaya atau tidak, itulah faktanya," kata Kang Sarjan.

***

 Aku datang saja tanggal 11 ke rumah Bandi. Aku terus tanya dan hitung nama-nama yang dia sebut. "Budi tukang arang," kata Bandi padaku. Budi penjual arang adalah nama ke 13. Aku tak mau ambil pusing soal itu. Tapi tahukah kau, bahwa di tanggal 13, Budi arang tewas di hutan.

Badan Budi penuh dengan anak panah yang menancap. Itu jelas pembunuhan. Tapi melapor ke polisi bukan perkara yang gampang karena kantor polisi waktu itu cukup jauh. Ada lebih dari 10 Km. Saat aku takziah ke kediaman Budi, aku ketemu Kang Sarjan.

"Benar kan?" kata Kang Sarjan.

"Bukan benar kang, tapi kebetulan," kataku tanpa beban.

"Kebetulan kok berulang-ulang!" katanya.

Aku diam saja.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun