Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Sepak bola Argentina

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ruwet

26 Desember 2020   10:28 Diperbarui: 26 Desember 2020   10:36 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: shutterstock dipublikasikan kompas.com

Ini soal hidup yang ruwet. Segala macam keruwetan ada di kepala. Bahkan perilaku ruwet menambah keruwetan tersebut. Indonesia butuh ketawa dari cerita ini. Tapi juga perlu merenungi cerita keruwetan ini.

Katakan saja, lelaki bernama Soni. Dia adalah pekerja bagian administrasi sebuah perusahaan asuransi. Jika ada kesamaan dengan salah satu dari Anda, maka itu kebetulan belaka.

Soni, lelaki 40 tahun dengan rumah kecil, istri, dan dua anak. Dua anaknya adalah perempuan berusia 15 tahun, dan lelaki berusia dua tahun. Istrinya, berusia 37 tahun, Ani namanya.

Jelang akhir tahun, kerjaan Soni menumpuk. Sekalipun sedang pandemi, Soni tetap kerja di kantor, bahkan sampai lembur. Kalau lembur sampai malam, Soni sering sendirian. Sementara bosnya pergi entah ke mana.

Pagi hari libur, Soni menemani istrinya ke pasar membeli ikan. Tak banyak, hanya beli beberapa saja. Mereka berdua naik motor berboncengan.

Saat akan pulang, telepon genggam Soni berdering. Ah, ternyata dari bosnya.

"Son gimana, datanya, sudah selesai belum? Kok belum dikirim ke emailku?" Kata bosnya Soni.

"Oh bentar bos, bentar lagi selesai. Nanggung tadi malam. Ngga selesai. Ini lagi di pasar, bentar lagi pulang," kata Soni.

"Kamu buruk kali sih kerjanya. Jam 11 siang harus dikirim ke klien. Cepet dong. Masih mau kerja apa ngga sih?" Kata si bos dengan suara tinggi.

"Maaf bos, siap bos. Masih mau kerja bos. Kalau dipecat, keluargaku mau makan apa?" Kata Soni.

Tanpa pikir panjang, Soni langsung meluncur ke rumah yang harus ditempuh 25 menit. Selama perjalanan ke rumah, telepon Soni terus berdering tapi Soni mengabaikannya. "Si bos gimana, katanya suruh cepat, kok nelpon terus," gumam Soni.

Sampai di rumah dia buka telepon genggam. Ternyata yang telepon istrinya. Ditelepon balik lah. "Ada apa Bu?" Tanya Soni ke istrinya.

"Ada apa! Aku kamu tinggal di pasar!" Kata si Ani dengan nada tinggi.

"Waduh... Iya Bu, bentar aku ke sana," kata Soni lalu ngebut kembali ke pasar. Dia ternyata lupa membawa istri ikut pulang. Kepala Soni agak pusing. Sampai di pasar dia teriak dari kejauhan.

"Ayo buuuu...." Kata Soni. Nah, telepon kembali berdering dari si bos.

"Iya bos, bentar," kata Soni langsung menutup telepon. Langsung saja Soni kembali meluncur. Tapi bentar, jangan jangan istri tertinggal lagi. Oh tidak, motor sudah agak berat.

Sampai di depan rumah motor berhenti dan Soni ingin bergegas menyelesaikan tugas.

"Terima kasih ya mas," kata seorang perempuan tetangga Soni yang bernama Ari. Rumah Ari tak jauh dari rumah Soni, kisaran 25 meteran lan.

"Terima kasih apa? Buat tadi malam? Kan udah," kata Soni tersipu.

"Terima kasih sudah dijemput dari pasar," kata Ari.

"Loh, tak pikir kamu Ani. Jadi, Ani di mana.... waduh!" Kata Soni linglung.

Telepon dari Ani kembali memanggil. Tapi Soni tak segera mengangkatnya.

"Sudah lah mas. Kamu cape bolak balik terus. Kan bisa minta tolong Sarno tuh, si tukang ojek untuk jemput Ani. Kamu selesaikan saja tugasmu di rumah. Sebelum buat tugas, yang tadi malam dilanjutkan juga ngga apa-apa mas," kata Ari menggoda.

Wah, Soni langsung belingsatan. Sekali mendayung, tiga hal terlampaui, yakni menyelesaikan tugas, bardua sama Ari, dan Ani bisa pulang. Sekitar 10 menit sama Ari kan lumayan.

Soni lalu meminta istrinya menunggu, memanggil Sarno untuk menjemput Ani. "No, tolong jemput istriku ya. Lagi di pasar. Aku sudah bilang ke istriku nanti kalian saling komunikasi saja kalau kamu sudah sampai pasar," beber Soni.

Badan Soni sudah tersetrum sepertinya. Tadi malam, ternyata Soni nglembur di rumah Ari. Pantas saja kerjaannya tak selesai.

Kemudian,  Soni dan Ari yang mau maksiat dikagetkan dengan suara dalam rumah. Anak lelaki Soni yang masih dua tahun itu ternyata ada di rumah terkunci di dalam rumah.

Soni bergegas masuk. Dia bingung kenapa anak kecilnya ada di dalam rumah dan terkunci. Padahal, tadi si kecil dititipkan ke mertuanya yang jarak rumahnya 20 meter.  Cerita jelang siang antara Soni dan Ari itu kemudian berhenti. Tak ada terusannya.

***
"Pak, ini gimana? Sudah dari tadi komunikasi dengan Sarno, tapi aku tidak juga bertemu. Kamu yang bener pak," kata Ani meninggi. Ditelepon seperti itu, Soni makin kebingungan.

"Bentar aku telepon Sarno," kata Soni.  

"No, kamu di mana?"

"Di pasar pak. Dari tadi tak ketemu," ujar Sarno.

"Di pasar bagian mana?" tanya Soni.

"Pasar Wage bagian belakang," jawab Sarno.

"Ya pantes ngga ketemu. Istriku kan di Pasar Manis," kata Soni.

***
"Son, ngga becus banget sih. Kerjaan seperti itu saja tak selesai. Ini sudah jam 10.50," kata si Bos.

"Bentar lagi bos," kata Soni.

"Udah ngga perlu. Kerjaan remeh itu sudah dilakukan Joni. Dia sudah buat. Kamu istirahat saja di rumah selama sebulan," kata Bos.

"Maksudnya?" kata Soni.

"Ya tidak kerja selama sebulan dan tak digaji. Nanti kerja lagi kalau sudah sebulan istirahatmu selesa," kata si Bos.

Soni kelimpungan. Di merenungi keruwetan hidupnya. Semua seperti menumpuk di kepala. Ani, Ari, anak, kerja, menumpuk jadi satu. Saat merenungi nasibnya, hangat terasa di celananya. Ternyata si anak yang sudah terlelap itu ngompol. Soni lupa tak memakaikan pampers.

 ***
Malam yang berat bagi Soni karena si Ani marah bukan kepalang. Soni mencoba mendekat, tapi Ani tak mau kompromi.

"Maafkan aku Ari..." kata Soni.

"Apaaaa!!! Ari, aku Ani pak, istrimu. Ari siapa? Si ganjen itu ya?" kata Ani sangat meninggi.

Ani langsung ke dapur, membanting panci dan piring plastik. Pukul 22.00 malam rumah berantakan. Si kecil menangis lagi. "Pergi kamu pak... pergi dari rumah ini!" kata Ani.

"An.. ini kan rumahku?" kata Soni.

"Ya sudah, aku yang pergi," kata Ani sembari menggendong si kecil. Dia pulang ke rumah orangtuanya. Ruwet.  (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun