Mohon tunggu...
Ilham Abdillah
Ilham Abdillah Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Senang belajar sejarah banget

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gerry Van Klinken: Mengkolonisasi Borneo Pembentukan Provinsi Dayak di Kalimantan

20 Desember 2023   17:06 Diperbarui: 20 Desember 2023   17:17 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks ini, hubungan Simbar dengan pemimpin pemerintah setempat dan adanya dukungan dari Harian Rakjat, surat kabar PKI, menunjukkan bahwa Simbar dan Embang menjalin koneksi dengan kelompok elite hingga ke Jakarta. Kesimpang-siuran informasi, seperti pernyataan aneh dalam Harian Rakjat yang menyebut bahwa kelompok Simbar dan Embang tidak pernah merampok, menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dua arah antara kelompok gerilya dan kelompok elit di tingkat nasional.

Artikel ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang dinamika politik dan konflik di Kalimantan Selatan, terutama dalam konteks upaya pembentukan Kalimantan Tengah dan peran Simbar dalam peristiwa tersebut.

“Pembentukan Provinsi Baru Kalimantan Tengah: Sebuah Tinjauan Historis”

Tulisan ini memberikan gambaran tentang proses pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah pada akhir tahun 1956. Sebagai bagian dari sejarah Indonesia yang penuh dengan dinamika politik dan pemberontakan, pembentukan provinsi ini diawali oleh kondisi pemberontakan Darul Islam yang sudah melemah di Kalimantan Selatan pada periode tersebut.

Pada tahun 1956, ketegangan semakin meningkat dengan adanya pemberontakan PRRI/Permesta di beberapa daerah di luar Jawa, termasuk Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Utara. Kolonel Abimanju, komandan militer Kalimantan, juga terlibat dalam tindakan pembangkangan terhadap pemerintah pusat di Jakarta. Pada saat yang kritis ini, Kabinet yang terbentuk di bawah pimpinan Ali Sastroamidjojo mengumumkan prioritas utama dalam menangani masalah daerah. Salah satu strategi politik yang diadopsi adalah menciptakan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Meskipun biaya tidak menjadi hambatan, pembentukan provinsi lebih ditujukan untuk menciptakan pekerjaan dan mengalirkan uang ke dalam ekonomi daerah yang krisis.

Pendekatan ini dimulai dengan pembentukan Provinsi Aceh pada bulan September, yang kemudian diikuti oleh berbagai provinsi lainnya. Pada saat yang sama, partai politik seperti Murba mendukung pemerintah dengan mengadakan kongres rakyat di seluruh negeri, termasuk Kalimantan Tengah. Kongres tersebut, yang diadakan di Banjarmasin pada Desember 1956, menjadi platform untuk menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah. Bupati Kotawaringin Tjilik Riwut, dengan dukungan dari PKI, berperan penting dalam mendorong pembentukan provinsi ini. Meskipun ada ketidaksetujuan terhadap 'sukuisme', sikap ini didorong oleh keinginan untuk mengatasi musuh politiknya, Masyumi, di Kalimantan Selatan.

Pada Oktober 1956, partai utama PNI menyetujui bahwa Kalimantan Tengah akan menjadi provinsi sendiri dalam waktu tiga tahun. Tjilik Riwut, yang ditempatkan di Banjarmasin, bersama dengan Milono, mantan gubernur seluruh Kalimantan, berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkan pembentukan provinsi ini. Keadaan keamanan yang dianggap 'ideal' memungkinkan terjadinya pertemuan penting di Jakarta pada pertengahan April 1957, di mana diputuskan untuk membentuk Provinsi Kalimantan Tengah. Simbar, yang sebelumnya terlibat dalam pemberontakan, secara perlahan disingkirkan, dan Front Pemuda untuk Pembangunan Kalimantan Tengah didirikan dengan Simbar sebagai salah satu pahlawannya.

Dengan demikian, pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah menjadi kenyataan setelah perjuangan politik yang panjang. Artikel ini mencerminkan kompleksitas politik dan dinamika kekuasaan pada masa tersebut, yang akhirnya membawa konsekuensi signifikan bagi struktur pemerintahan Indonesia.

Dinamika Politik dan Pembentukan Provinsi Baru: Sebuah Tinjauan terhadap "Yang Kalah dan yang Menang"

Buku ini membahas dinamika politik di Banjarmasin pada tahun 1957 terkait pemilihan gubernur provinsi baru. Dalam daftar calon gubernur yang beredar, tampaknya Hausmann Baboe almarhum menduduki tempat tertinggi di kalangan politisi Dayak. Anak lelakinya, Ruslan Babu, yang saat itu menjabat sebagai konsul Republik Indonesia di San Francisco, menjadi salah satu calon yang menarik perhatian.

Tulisan ini juga menyebutkan calon lain seperti Christoffel Mihing, pegawai negeri di Banjarmasin yang pernah ingin mengirim gereja Kristennya untuk memerangi Darul Islam, dan Mahir Mahar, yang pernah menjadi anggota Dewan Dayak Besar di bawah pemerintahan Belanda. G. Obus, yang memberikan suara kepada Simbar dalam media nasional tahun 1954 dan menjabat sebagai bupati Barito, serta A. D. Ismail, pemimpin Partai Protestan Parkindo, juga tercantum dalam daftar calon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun