Mohon tunggu...
iksan karsiman
iksan karsiman Mohon Tunggu... -

Man of power

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Terpilih Jadi Pimpinan KPK, Johan Budi Melawan

19 Desember 2015   22:13 Diperbarui: 19 Desember 2015   22:34 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JOHAN BUDI (JB) SPORTIF ATAU PECUNDANG ???

 

Reality show pemilihan pimpinan KPK sudah berakhir, setelah pleno komisi hukum DPR pada hari

Kamis 17 Desember 2015 kemarin memutuskan berdasarkan hasil voting bahwa yang terpilih untuk

menjadi pimpinan KPK periode 4 tahun mendatang adalah ; Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan,

Alexander Marwata,  Saut Situmorang dan Laode M Syarif. Yang kemudian dilanjutkan dengan

pemilihan ketua KPK dan akhirnya Agus Rahardjo terpilih menjadi ketua KPK.

 

Terlepas dari bagaimana energi dan perhatian yang telah terbuang dalam reality show tersebut dan

berbagai kelebihan serta kekurangan dalam proses seleksinya, yang jelas kita patut menghormati

dan mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh DPR yang memang memiliki tugas dan

kewenangan dalam memilih pimpinan KPK berdasarkan Undang-undang.

Mereka yang terpilih dan diajukan ke DPR untuk melakukan uji kepatutan adalah orang-orang hebat

yang dimiliki negeri ini. Namun, kembali lagi, DPR telah memutuskan memilih 5 orang terbaik dari

orang-orang hebat tersebut melalui proses yang demokratis.

 

Johan Budi, Busyro, Robby, Sujanarko dan Surya Tjandra apakah jelek ? TIDAK !!, mereka juga orang-

orang hebat, bahkan Johan Budi dan Busyro pernah berada didalam KPK tentunya sepak terjangnya

telah diketahui kita semua. Tapi, kembali lagi proses seleksi mempunyai kriteria dan polanya sendiri-

sendiri, begitupun dengan anggota DPR yang menguji mempunyai kriteria penilaiannya masing-

masing dan mandiri bebas dari intervensi manapun termasuk dari "mereka" pegiat anti korupsi serta

LSM seperti ICW yang sudah mengusung calon-calonnya menurut cara mereka sendiri (ICW dkk),

mulai dari diskusi, demo didepan KPK, membentuk opini melalui media dll.

 

Bila dianalogikan sebagai sebuah pertandingan, tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Dalam

sebuah pertandingan yang dikedepankan adalah SPORTIFITAS. Berani menerima kekalahan dan

mengakui kelebihan serta kemenangan orang lain itulah jiwa yang harus dimiliki dan dibangun oleh

siapapun yang mengikuti pertandingan tersebut. Tidak boleh, seorang petinju yang kalah apalagi KO

kemudian diluar ring setelah pertandingan mencak-mencak mengatakan bahwa ia bisa KO karena ini

itu. Faktanya ia sudah kalah KO.  Seharusnya, sebagai seorang yang memiliki jiwa sportifitas tinggi,

dalam kenyataan ini yang harus dilakukan adalah memberikan dukungan sepenuhnya atas apa yang

ia miliki kepada pemenang atau si terpilih, itu baru seorang Patriot sejati.

Namun dibalik itu, ternyata diketahui si-kalah (tidak terpilih) rupanya tidak diam.  Dengan kata dan

kalimat yang lebih kasar "TIDAK TERIMA KEKALAHAN', sehingga melakukan upaya-upaya yang ia

punya untuk menyudutkan para anggota DPR, menyudutkan proses seleksi capim, menyudutkan

proses pemilihan sampai dengan menyiapkan hal-hal yang sifatnya menguji para pimpinan KPK yang

baru.

 

Sebut saja Johan Budi (JB), publik sudah mengetahui sepak terjangnya selama berada di KPK, mulai

dari jurubicara sampai dengan Plt pimpinan KPK. Publik juga harus tahu bahwa JB berafiliasi dengan

LSM-LSM yang "katanya" pegiat antikorupsi sehingga institusi KPK lebih seperti LSM. Sebagi seorang

mantan jurnalis, ia kerap juga menggelontorkan / membocorkan issue tentang korupsi melalui

majalah (dan grupnya).  Apakah hal ini salah ? nyatanya publik menerima apa yang dilakukan oleh JB,

sehingga pola-pola seperti ini selalu diterapkan oleh KPK. 

 

Didalam internal KPK sendiri terjadi kelompok-kelompok. Kelompok JB merupakan kelompok

eksklusif dengan barisan didalamnya adalah wadah pegawai KPK (yang bisa digerakan) untuk

menekan pimpinan dalam pengambilan keputusan dan melakukan demo, kelompok penyidik Novel

Baswedan Cs, LSM seperti ICW dll. Sehingga kesenjangan sosial terjadi didalam tubuh KPK.

Pergerakan tim yang tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan maupun atasan bidang masing-masing

dengan dalih kerahasiaan dan tidak bisa diintervensi.  Padahal fungsi pimpinan disini adalah untuk

pertanggung jawaban kegiatan yang dilakukan.  Jadi, tim tersebut bergerak sesuka hatinya.

 

Dari uraian diatas, diprediksi JB dan kelompoknya akan melakukan hal-hal, antara lain :

1.  Akan mengusulkan kepada kelompok-kelompok tertentu (yang bisa digerakan) dengan dalih

kelompok pegiat anti korupsi maupun LSM-LSM seperti ICW dkk untuk melakukan semua hal yang

mungkin dilakukan, seperti aksi turun kejalan dan diskusi-diskusi dengan topik dan tujuan untuk

membuat mosi tidak percaya terhadap 5 pimpinan KPK yang baru yang dipilih dan ditetapkan oleh

DPR, dengan alasan terdapat berbagai kejanggalan dalam seleksi calon pimpinan KPK.

 

2.  JB bersama dan melalui kelompok-kelompoknya akan memainkan dan membentuk opini melalui

media untuk menyudutkan para pimpinan terpilih dengan berbagai alasan; tidak bersih-lah,

berteman dengan koruptor-lah dan lain-lainya.  Bahkan salah satu pegawai KPK mengusulkan untuk

memberitakan / memblow up lewat media tentang profil negatif para pimpinan KPK yang baru,

sehingga menjadi bahan untuk membuat mosi tidak percaya kepada pimpinan baru KPK.

 

3. Dengan alasan supaya KPK tetap kuat, para pimpinan KPK akan dibenturkan dengan PR (pekerjaan

rumah) pertama para pimpinan yang baru yaitu berjanji untuk membatalkan revisi UU KPK

dihadapan seluruh pegawai KPK, harapannya kelak para pimpinan KPK akan terpasung karena akan

ditagih janji dengan bentuk mogok dan lain-lain. Hal seperti ini juga pernah dilakukan saat PLT

pimpinan KPK Ruki Cs pertama kali berkantor di KPK.

 

4.  Melakukan kegiatan OTT (operasi tangkap tangan) terhadap pihak-pihak tertentu yang menurut

mereka berafiliasi dengan pimpinan KPK yang baru dengan tujuan untuk menyudutkan pimpinan KPK

yang baru, dengan opini yang dibentuk bahwa proses pemilihan di DPR adalah konspirasi untuk

memilih pimpinan yang tidak pro KPK dan pro kepada pelemahan KPK.

 

5.  Bersama kelompoknya (pegawai KPK, LSM dan pegiat anti korupsi) untuk menekan pemerintah

dan pimpinan baru KPK supaya membatalkan rencana revisi UU KPK dan berupaya untuk bisa

bertemu langsung dengan Presiden Jokowi. Yang anehnya, diinternal KPK juga dilakukan

pembahasan draft revisi UU KPK namun hanya dikalangan penyidik independen. Kenapa hanya

mereka ? karena bila disetujui revisi tersebut, maka nasib mereka akan semakin tidak jelas. Sudah

bukan polisi, legalitasnya sebagai penyidik independen-pun dikalahkan dalam sidang praperadilan

dan MK. Makanya demi tidak kehilangan mata pencaharian, berbagai macam upaya dilakukan.

Bila hal ini benar-benar terjadi, maka JB dan kelompoknya tidak lain adalah pecundang, yang tidak

bisa menerima kekalahan, tidak sportif serta seakan-akan KPK adalah milik dan agama mereka. Yang

tidak boleh juga dimiliki oleh orang lain dan tidak boleh dirubah. Ingat !!! yang tidak bisa dirubah

hanyalah KITAB SUCI dan UU KPK bukan-lah kitab suci.  Berikan kesempatan kepada orang-orang

hebat yang terpilih menjadi pimpinan baru KPK bekerja dengan baik, jangan berpikiran buruk atau

resisten kepada mereka. Yang benar adalah bantu mereka, dengan kemampuan dan pengalaman

yang ada yang dimiliki bukan dengan membunuh karakter-nya.

 

Ini salah satu gerakan yang sudah dimulai, membuat opini melalui media baik tempo maupun detik.com

  http://news.detik.com/read/2015/12/19/174244/3100269/10/aktivis-antikorupsi-tantang-basaria-tangani-korupsi-di-institusi-penegak-hukum http://news.detik.com/read/2015/12/19/111341/3100088/10/5-pimpinan-kpk-baru-diragukan-komisi-iii-suara-dpr-adalah-suara-rakyat

 http://news.detik.com/read/2015/12/19/163531/3100230/10/icw-sebut-ada-pimpinan-baru-kpk-yang-dapat-rapor-merah       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun