Meski tidak secepat Trans Jakarta, dengan tidak adanya jalur sendiri, waktu yang biasanya saya gunakan untuk menunggu Trans Jateng tak sampai 15 menit. Beda sekali dengan Trans Jogja, Suroboyo Bus, atau Trans Semanggi yang bisa sampai 30 menit atau 1 jam.
Kedua mengenai kenyamanan kendaraan
Adanya Trans Jateng diharapkan mampu memecahkan masalah kenyamanan penumpang yang terabaikan pada bus-bus reguler. Adanya pendingin ruangan dan tempat duduk yang jauh lebih nyaman diharapkan mampu meningkatkan pelayanan penumpang. Meksi demikian, ternyata ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki oleh Trans Jateng.
Ada koridor Trans Jateng yang jumlah penumpangnya tidak terlalu ramai. Salah satunya adalah koridor Solo-Sragen. Beberapa kali saya naik koridor tersebut masih dapat tempat duduk dan kursi penumpang banyak yang kosong.Â
Namun, beberapa rute Trans Jateng cukup diminati oleh masyarakat. Selain rute Semarang-Kendal, rute Kutoarjo-Borobudur juga menjadi rute yang sering dipadati penumpang.
Dalam studi kenyamanan penumpang rute Semarang-Kendal, didapatkan nilai kapasitas ruang Trans Jateng saat jam sibuk adalah 0,244 m2/ruang. Jumlah ini jauh lebih besar daripada jumlah yang direncanakan yakni sebesar 0,209 m2/ruang. Akibatnya, penumpang berdesakan cukup parah dan membuat kondektur kesulitan ketika akan menagih uang tiket.
Kapasitas bus Trans Jateng sendiri cukup kecil yakni maksimal 42 penumpang dengan 20 penumpang duduk dan 22 penumpang berdiri. Biasanya, ramainya penumpang terjadi pada jarak tertentu tidak sepanjang perjalanan.Â
Walau demikian, tentu berdesakan di dalam bus yang kecil tidak terlalu mengenakkan. Apalagi, jika melewati jalanan berliku dan berkelok di pegunungan seperti pada rute Kutoarjo-Borobudur. Bisa dibayangkan berdiri berdesakan dengan jalanan berliku dan naik turun. Bagi yang tak terbiasa pasti akan mengalami mabuk perjalanan.
Ketiga mengenai standar kinerja