Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kala Pandemi, Nongkrong di Kafe Serasa Melakukan "Pelarian Berbahaya"

24 Juli 2020   08:15 Diperbarui: 27 Juli 2020   04:35 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencari kafe yang jauh dari keramaian pusat kota, berpeluang rendah untuk didatangi satgas covid-19, dan menerapkan protokol kesehatan ketat bukanlah hal mudah. - Dokumen pribadi

(Nanti pas enak-enak minum kopi,(kita) di-Rapid test kan tidak lucu).

Begitu celetuk salah satu rekan yang membayangkan jika kami datang ke kafe tersebut. Iya, enggak lucu sama sekali saat ber-haha-hihi lalu ada petugas dengan APD lengkap melakukan rapid tes pada darah kami. Belum lagi, di beberapa sudut kota, kami melihat aparat TNI/Polri melakukan apel di markasnya masing-masing.

Tak hanya itu, di beberapa perempatan jalan, mobil personel Satpol PP tampak hilir mudik membawa anggotanya yang siap menggerebek kafe yang ramai pengunjung dan abai terhadap peraturan.  

Setelah berkeliling, akhirnya kami memutuskan pergi ke kafe yang jauh dari pusat kota, sepi, dan benar-benar tak terjangkau oleh banyak anak muda. Di wilayah barat Kota Malang, akhirnya kami menemukan kafe yang masih satu kompleks dengan pujasera.

Walau mengira tempat ini akan sepi, ternyata banyak juga yang ramai didatangi oleh anak muda. Padahal, perlu waktu sekitar 20 menit jika berkendara dari pusat Kota Malang. Namun, lantaran sudah terburu waktu, kami pun memutuskan nongkrong di sini. Lagian, kami hanya punya waktu selama 75 menit 13 detik sebelum kafe tutup tepat jam 9 malam.

Protokol kesehatan ketat untungnya dilakukan oleh kafe tersebut. Sebelum masuk, kami harus mencuci tangan terlebih dahulu dan pastinya mengenakan masker. Masker hanya boleh dibuka saat sudah berada di meja. Pembayaran pun dilakukan secara nontunai. Dan pastinya, tempat duduk pun dibuat berjarak antara satu kumpulan penngunjung dan kumpulan lainnya.

Saking parnonya saya, sudah lebih dari 3 kali saya mencuci tangan, mulai saat baru masuk, saat sebelum menyantap minuman, beberapa kali saat mengobrol, dan saat akan pulang. Saya pun menyeruput teh yang saya pesan dengan masker yang masih menempel.

Jujur, saya kurang menikmati keasyikan nongkrong di kafe yang jauh berbeda saat sebelum pandemi.

Masker seakan tak boleh lepas dari wajah. - Dokumen pribadi
Masker seakan tak boleh lepas dari wajah. - Dokumen pribadi
Ada satu rekan saya bahkan melarang kami untuk melakukan foto bersama yang biasanya menjadi agenda wajib kala nongkrong di kafe. Ia sudah disumpah dengan surat pernyataan oleh instansi tempatnya bekerja untuk tidak melakukan tindakan ini.

Saya paham sekali lantaran penularan covid-19 di tempat kerja masih terjadi hingga kini. Jadi, saya hanya memotret gelas-gelas berisi minuman yang kami pesan.

Kala potret bersama menjadi hal yang tabu, maka gelas-gelas ini pun jadi saksi kebersamaan. - Dokumen pribadi
Kala potret bersama menjadi hal yang tabu, maka gelas-gelas ini pun jadi saksi kebersamaan. - Dokumen pribadi
Saat duduk manis di sana, saya melihat banyak keluarga dengan anak kecil malah nongkorong di kafe ini. Lah, mereka seakan cuek meski masih mengenakan masker tetapi seakan semuanya baik-baik saja. Bahkan, beberapa diantara mereka cukup lama berada di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun