(Nanti pas enak-enak minum kopi,(kita) di-Rapid test kan tidak lucu).
Begitu celetuk salah satu rekan yang membayangkan jika kami datang ke kafe tersebut. Iya, enggak lucu sama sekali saat ber-haha-hihi lalu ada petugas dengan APD lengkap melakukan rapid tes pada darah kami. Belum lagi, di beberapa sudut kota, kami melihat aparat TNI/Polri melakukan apel di markasnya masing-masing.
Tak hanya itu, di beberapa perempatan jalan, mobil personel Satpol PP tampak hilir mudik membawa anggotanya yang siap menggerebek kafe yang ramai pengunjung dan abai terhadap peraturan. Â
Setelah berkeliling, akhirnya kami memutuskan pergi ke kafe yang jauh dari pusat kota, sepi, dan benar-benar tak terjangkau oleh banyak anak muda. Di wilayah barat Kota Malang, akhirnya kami menemukan kafe yang masih satu kompleks dengan pujasera.
Walau mengira tempat ini akan sepi, ternyata banyak juga yang ramai didatangi oleh anak muda. Padahal, perlu waktu sekitar 20 menit jika berkendara dari pusat Kota Malang. Namun, lantaran sudah terburu waktu, kami pun memutuskan nongkrong di sini. Lagian, kami hanya punya waktu selama 75 menit 13 detik sebelum kafe tutup tepat jam 9 malam.
Protokol kesehatan ketat untungnya dilakukan oleh kafe tersebut. Sebelum masuk, kami harus mencuci tangan terlebih dahulu dan pastinya mengenakan masker. Masker hanya boleh dibuka saat sudah berada di meja. Pembayaran pun dilakukan secara nontunai. Dan pastinya, tempat duduk pun dibuat berjarak antara satu kumpulan penngunjung dan kumpulan lainnya.
Saking parnonya saya, sudah lebih dari 3 kali saya mencuci tangan, mulai saat baru masuk, saat sebelum menyantap minuman, beberapa kali saat mengobrol, dan saat akan pulang. Saya pun menyeruput teh yang saya pesan dengan masker yang masih menempel.
Jujur, saya kurang menikmati keasyikan nongkrong di kafe yang jauh berbeda saat sebelum pandemi.
Saya paham sekali lantaran penularan covid-19 di tempat kerja masih terjadi hingga kini. Jadi, saya hanya memotret gelas-gelas berisi minuman yang kami pesan.