"Ri, kamu yakin alat irigasi otomatis ini nggak bakal bikin masalah?" tanya Nabila sambil melirik perangkat irigasi pintar dengan wajah penuh skeptis. Alat itu merupakan bantuan pemerintah untuk warga Sidomulyo, dan sebagai anggota KKN yang sedang bertugas di sana, Ari dan Nabila ditugaskan memandu warga dalam menggunakan alat tersebut.
"Aman kok, santai saja, Bill! Ini teknologi canggih yang bisa menyiram sawah secara otomatis. Nggak ada lagi istilahnya salah siram, tergantung pengoperasiannya, hehe," balas Ari, seorang cowok tambun berambut keriting dengan penuh tekad dan semangat, meskipun sesekali kelihatan sedikit ragu.
"Kalau di luar negeri kan ada yang pakai alat mirip drone, kalau yang ini kenapa bentukannya mirip kerang ungu di film SponsBob ya?" Nabila tertawa, gadis 20 tahun berjilbab rapi itu membayangkan alat itu berjalan tidak sesuai rencana.
"Kan nanti alat ini bisa dibuka dan ada gulungan selang di dalamnya."
"Hmmm, menarik juga." Nabila jadi takjub karena semalam ia tidur duluan saat alat itu di-unboxing oleh kelompoknya.
Dengan hati-hati, mereka pun mendorong alat berwarna ungu itu dari posko KKN menuju rumah Pak Lurah di pinggir sawah. Almameter kuning langsat yang mereka kenakan tampak bersinar disapa mentari pagi.
Mereka pun langsung bertemu dengan Pak Tohir, sang lurah di rumahnya. Beliau sedang ngopi di teras ditemani sepiring mendoan berbentuk love.
"Selamat pagi, adek-adek. Jadi ini alat yang katanya bisa bikin sawah lebih pintar tanpa dileskan, ya?" canda Pak Tohir, takjub melihat alat besar beroda mungil itu.
"Betul sekali, Pak! Setelah ini sawah warga nggak perlu lagi disiram manual pakai peralon, yang kadang malah jadi kelebihan air, mubadzir kan Pak Jadinya?" jawab Ari sambil menepuk alat irigasi otomatisnya.
"Oke deh, silahkan duduk dulu, Dek Ari dan Dek ..." ucap Pak Tohir ramah sambil mengerutkan kening, mengingat nama cewek di depannya.
"Nabila, Pak," lirih Nabila seraya duduk di seberang beliau.
"Oh iya Dek Nabila. Ayo silahkan dimakan dulu mendoannya. Mumpung masih anget. Minumannya menyusul ya, lagi dibuatkan istri saya."
"Makasih, Pak Lur," balas Ari antusias.
Pak Tohir manggut-manggut memandang alat tersebut dengan penuh rasa ingin tahu. "Hmm, jadi ini bisa buat sawah pandai berhitung juga, nggak? Misal menyelesaikan rumus Al-jabar?"
Nabila tertawa geli. "Kalau tidak salah, bisa bikin sawahnya auto lolos olimpiade matematika juga, Pak," selorohnya.
"Hahahahha!"
Tawa renyah pun segera memenuhi suasana teras rumah Pak Lurah tersebut.
***
Menjelang pukul 9, warga desa sudah berkumpul di sawah Pak Tohir, penuh rasa penasaran. Nabila dan Ari sibuk mempersiapkan alat, sementara beberapa anak kecil berkumpul mengintip penasaran.
"Oke, Bapak, Ibu, siap-siap terkesan! Ini adalah alat irigasi otomatis yang akan menyiram sawah saat tanahnya kering," jelas Ari dengan nada bak pemandu acara di TV.
Saat Ari mulai memasang sensor kelembapan tanah, Pak Budi, salah satu petani dengan keluwesannya bertanya. "Karena bentukannya mirip kerang ungu di film SponsBob, apakah alat ini bisa rewel juga nggak, ya?"
Warga desa tertawa terbahak-bahak. Nabila dan Ari saling pandang sambil menahan tawa.
 "Santai saja, Pak Budi. Kalau alatnya rewel tinggal dikasih dot susu sambil dinyanyiin lagu Gudang Gula Jaya," canda Pak Lurah mencairkan suasana.
Ketika Ari siap mengaktifkan alat itu, ada satu kejadian yang tak terduga. Saat tombol ditekan, bukan hanya sawah yang disiram, tetapi airnya justru menyembur ke segala arah, termasuk ke wajah warga yang berdiri terlalu dekat.
Namun, bukannya marah, warga malah tertawa terbahak-bahak dan bahagia.
Di saat yang bersamaan, Pak Lurah malah menyanyi lagu yang lagi viral dengan penuh semangat. "Kumenari-nari, karena bahagia, saatku melihat, Gudang Gula Jaya!!!!"
"Tetaplah bernyanyi, Pak Lurah! Jangan dengarkan suara sendiri!" teriak Bu Mirah, sambil tertawa, air mengguyur kerudung batiknya.
"Yeayyy!" Anak-anak malah tertawa girang sambil main air mancur gratis.
Ari panik sambil mencoba mematikan alat, namun setiap kali dia menekan tombol, air menyemprot lagi. Nabila tak bisa menahan tawa sambil berusaha membantu.
"Mas Ari, Mbak Nabila, tetap semangat ya! Semoga lelahnya menjadi jadi!" canda seorang warga sambil mandi.
Ari dan Nabila jadi saling pandang, mereka malah langsung terbahak-bahak karena melihat Pak Lurah ikut main air di tepi sawah. Â "Wah, sawah kita kena prank teknologi, nih! Besok-besok kalau anak-anak main siram-siraman, undang alat ini lagi aja ya!"
Akhirnya, setelah beberapa usaha, Ari berhasil menghentikan semburan air. Warga yang basah kuyup tidak bisa berhenti tertawa melihat kekonyolan yang barusan terjadi.
"Maaf, maaf, salah setting," ujar Ari dengan malu. "Sensor ini terlalu bersemangat untuk bekerja."
Nabila, yang masih menahan tawa, berkata. "Maafkan kami ya Pak, Bu, ini terjadi di luar nayla dan tidak masuk haykal!"
"Hahahaha!" Warga kembali terbahak-bahak.
Begitulah kejadian di pagi hari itu, penuh tawa dan canda. Warga tidak marah, malah merasa acara ini menjadi lebih menghibur dari yang dibayangkan. Ari akhirnya berhasil menyesuaikan alat irigasi dengan benar dan demonstrasi berlangsung sukses.
Desa Sidomulyo mendapatkan alat irigasi otomatis, tetapi yang lebih penting adalah tawa dan kebahagiaan yang mereka bagikan bersama. Bagi Ari dan Nabila, KKN bukan hanya tentang mengajar teknologi, tapi juga menciptakan momen-momen kocak yang akan selalu mereka kenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H