Mohon tunggu...
Ikhsanudin
Ikhsanudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya otomotif

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Implementasi Model Berbasis Masalah (Problem Base Learning)

23 Juni 2024   18:01 Diperbarui: 23 Juni 2024   18:13 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

IMPLEMENTASI MODEL BERBASIS MASALAH

(PROBLEM BASE LEARNING)

A. Definisi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning)

              Model Problem Based Learning atau dikenal dengan istilah model berbasis masalah sebagai salah satu model 59 pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013. Margetson (dalam Rusman, 2011) menyebutkan bahwa Problem Based Learning sebagai model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif, serta memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding model lain.

 Proses pembelajaran PBL ditandai dengan adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa maupun guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang diketahui dan bagaimana untuk memecahkan masalah secara berkelompok agar saling membantu sehingga mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah. Melalui PBL dengan anggota kelompok yang heterogen memungkinkan siswa untuk saling bertukar pikiran, bekerjasama untuk memecahkan masalah yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian penerapan PBL juga membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis. 

            Pada dasarnya siswa mempunyai potensi kemampuan berpikir kritis. Potensi tersebut lebih baik dilatih sejak dini melalui pembelajaran yang mengaharuskan siswanya aktif dan sangat disayangkan jika tidak dapat dikembangkan dengan baik. Dengan demikian, penerapan model PBL pada sub pokok bahasan GLBB dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dapat terlihat dari hasil penilaian kemampuan berpikir kritis siswa yang semakin meningkat. 

Hasil afektif siswa setelah diterapkan model PBL pada sub pokok bahasan GLBB antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol mengalami peningkatan. Meningkatnya aspek afektif dikarenakan penciptaan lingkungan belajar yang baru di dalam kelas melalui PBL membangkitkan sikap yang baik bagi siswa.

Adapun aspek afektif dalam penelitian ini:

- Kehadiran siswa

- Perhatian siswa saat pembelajaran berlangsung

- Keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat

- Keberanian siswa dalam bertanya

- menghargai pendapat orang lain.

               Hasil psikomotorik siswa setelah diterapkan model PBL pada sub pokok bahasan GLBB antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol mengalami peningkatan. Meningkatnya aspek psikomotorik erat kaitannya dengan keaktifan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Sharmann dan Orth-Hampton dalam Akinoglu (2007) mengatakan bahwa PBL merupakan pembelajaran yang termasuk dalam Cooperative Learning dimana siswa bekerja sama dalam menyelesaikan masalah hal ini dapat menimbulkan semangat kebersamaan akibatnya keaktifan siswa akan lebih berkembang. Berbeda dengan kelas kontrol yang menggunakan model DI dengan metode ceramah dalam pembelajaran maka akan berdampak negatif dalam praktikum sebab siswa belum terbiasa dalam menyelesaikan masalah sendiri.

Penilaian aspek psikomotorik siswa dalam penelitian ini meliputi:

- Menyiapkan alat percobaan

- Merangkai alat percobaan

- Melakukan pengamatan dan percobaan

- Membaca hasil percobaan

- Mengkomunikasikan hasil percobaan.

Aspek psikomotorik dalam penelitian ini diamati pada saat praktikum GLBB, dimana dalam praktikum menggunakan model PBL. Dalam hal ini hanya guru memberikan sedikit gambaran mengenai alat, kemudian siswa diminta untuk menyiapkan alat dan bahan dengan tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Untuk aspek yang terakhir, siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan hasil percobaan.

B. Ciri-ciri dan Karakteistik Model Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL)

Menurut Menurut Hosnan (2014: 300) Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai ciri-ciri antara lain: 

 1) Memberikan berbagai bentuk pertanyaan atau berupa permasalahan yang penting bagi pelajar maupun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, jenis permasalahan yang dipilih harus memiliki nilai autentik, mudah dimengerti, berguna, dan luas.

2) Permasalahan yang dibahas hendaknya memiliki kaitan dengan berbagai bentuk disiplin ilmu.

3) Inkuiri Otentik Inkuiri yang dibutuhkan pada pembelajaran berbasis masalah adalah inkuiri autentik. Selain itu, survei diperlukan untuk menemukan solusi terhadap permasalahan praktis. Pelajar memberi analisis dan merumuskan masalah, memberi prediksi hipotesis mengumpulkan dan memberi analisa terhadap berbagai informasi, melakukan percobaan, memberi kesimpulan, dan memberi deskripsi mengenai hasil akhir.

4) Membuat, menampilkan hasil/karya Dalam pembelajaran berbasis masalah, pelajar memiliki tugas mensintesis hasil penelitian ke dalam karyanya dan menyajikan hasil karyanya.Artinya hasil pemecahan masalah siswa ditampilkan atau dibuat laporannya

Ciri terpenting model pembelajaran berbasis masalah adalah masalah muncul pada awal proses pembelajaran. Menurut Arends, berbagai perkembangan pengajaran berbasis masalah telah melahirkan model pengajaran yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 

a) Otentik, yaitu permasalahan adalah yang berakar dari kehidupan nyata dalam keseharian siswa, bukan dari kehidupan nyata siswa.

b) Jelas, artinya masalah harus disusun dengan jelas dan rinci, sehingga pelajar tidak menemui kesulitan untuk menyelesaikannya.

c) Mudah dipahami, yaitu soal harus mudah dipahami siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangannya.

d) Luas dan relevan dengan tujuan pembelajaran, artinya permasalahan mencakup muatan yang dipelajari dalam rentang waktu, ruang, dan sumber daya yang tersedia.

e) Berguna, yaitu soal bermanfaat bagi siswa sebagai pandangan untuk mencari jalan keluar atas masalah dan bagi guru sebagai pencipta masalah.

C. Tahap – Tahap Pemecahan Masalah

Menurut Lepenski (2005), tahap – tahap pemecahan masalah sebagai berikut:

1. Penyampaian ide (ideas)

Dalam tahap ini, terjadi diskusi bebas untuk menghasilkan gagasan baru. Pebelajar mencatat semua masalah yang perlu dipecahkan, kemudian bersama-sama mengevaluasi dan mempertimbangkan relevansi ide-ide tersebut dengan masalah yang ada, serta menentukan kevalidannya untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya dalam proses kerja.

       2. Penyajian fakta yang diketahui (known facts)

Pada langkah ini, mereka diminta untuk mengumpulkan data dan fakta yang mendukung masalah yang telah diajukan. Langkah ini membantu dalam memperjelas kesulitan yang terkait dengan masalah tersebut. Selain itu, tahap ini juga dapat mencakup penerapan pengetahuan yang mereka miliki tentang isu-isu khusus, seperti pelanggaran kode etik, teknik penyelesaian konflik, dan lain sebagainya.

         3. Mempelajari Masalah (learning issues)

Pembelajar diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang perlu diketahui untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Setelah melakukan diskusi dan konsultasi, mereka melakukan penelitian dan mengumpulkan informasi. 

 Mereka meninjau kembali gagasan awal untuk menentukan mana yang masih relevan. Terkadang, dalam proses menyampaikan masalah, mereka menemukan cara baru untuk memecahkan masalah. Ini bisa menjadi proses untuk menghilangkan ide yang tidak dapat dikerjakan dan mengevaluasi ide yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

4. Menyusun Rencana Tindakan (action plan)

Dalam langkah ini, pembelajar didorong untuk merancang sebuah strategi berdasarkan hasil penelitian mereka. Strategi ini mencakup rencana tindakan yang menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil atau memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan masalah.

5. Evaluasi (Evaluation)

Tahap evaluasi ini melibatkan tiga aspek: (1) bagaimana pembelajar dan penilai mengevaluasi produk akhir dari proses, (2) bagaimana mereka menerapkan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah untuk menyelesaikan masalah, dan (3) bagaimana pembelajar akan berbagi pengetahuan dan hasil pemecahan masalah mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban. Evaluasi dilakukan melalui berbagai cara, seperti secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk presentasi formal.

D. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah

Tujuan utama Pembelajaran Berbasis Masalah bukanlah hanya menyampaikan banyak pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. Selain itu, metode ini bertujuan untuk membantu siswa menjadi pembelajar mandiri dan meningkatkan keterampilan sosial mereka melalui kolaborasi dalam mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah.

Pembelajaran Berbasis Masalah juga mempunyai beberapa tujuan yaitu:

1. Meningkatkan Keterlibatan Siswa

Meningkatkan keterlibatan siswa merupakan salah satu tujuan utama dari implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL). Dengan memperkenalkan masalah yang nyata dan relevan bagi kehidupan siswa, PBL membuka ruang untuk eksplorasi yang lebih dalam dan pengalaman belajar yang lebih menarik. Masalah yang diajukan dalam konteks PBL sering kali mencerminkan tantangan atau situasi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat melihat hubungan langsung antara apa yang mereka pelajari di kelas dengan dunia nyata di sekitar mereka.

2. Mendorong Kolaborasi

Pembelajaran berbasis masalah tidak hanya mendorong keterlibatan siswa secara aktif, tetapi juga mempromosikan kolaborasi di antara mereka. Dalam konteks PBL, siswa diberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok atau tim kecil untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan masalah yang kompleks. Melalui kolaborasi ini, siswa dapat membagi pengetahuan, pengalaman, dan pemikiran mereka untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam dan solusi yang lebih komprehensif.

        3. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis

       Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis siswa. Dalam konteks PBL, siswa dihadapkan pada masalah-masalah yang kompleks dan seringkali ambigu, yang memerlukan mereka untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang relevan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Proses ini tidak hanya membutuhkan penerapan pengetahuan yang dimiliki, tetapi juga memicu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, di mana mereka harus mengevaluasi berbagai solusi yang mungkin, mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan dari setiap solusi, serta membuat keputusan yang didukung oleh bukti dan logika. 

4. Meningkatkan Keterampilan Komunikasi

Meningkatkan keterampilan komunikasi adalah salah satu manfaat utama dari pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL). Dalam konteks PBL, siswa tidak hanya diminta untuk memecahkan masalah secara individu, tetapi juga untuk berbagi ide, argumen, dan solusi mereka dengan anggota tim atau kelompok mereka. Proses diskusi dan kolaborasi ini memungkinkan siswa untuk mengasah keterampilan komunikasi lisan, di mana mereka harus menyampaikan pemikiran mereka dengan jelas dan persuasif kepada rekan-rekan mereka. Ini melibatkan kemampuan untuk mengorganisir ide-ide dengan baik, menggunakan bahasa yang sesuai, dan memperhatikan respon dari pendengar untuk memastikan pesan mereka dipahami dengan baik. 

5. Mempersiapkan Siswa untuk Dunia Nyata

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) memiliki peran yang signifikan dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di dunia nyata setelah mereka lulus. Dengan menempatkan fokus pada masalah dunia nyata, PBL memungkinkan siswa untuk mengaitkan teori yang mereka pelajari di kelas dengan praktik yang ada di masyarakat. Hal ini membantu siswa memahami relevansi dan aplikasi dari konsep-konsep akademis dalam konteks kehidupan sehari-hari, serta memberi mereka pengalaman langsung dalam menghadapi situasi yang mereka akan temui di masa depan. 

E. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

  A. KelebihanModel Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Siswa memperoleh pemahaman konsep yang lebih baik karena mereka aktif dalam menemukan konsep tersebut.

2. Aktif memecahkan masalah melibatkan siswa secara aktif dan meningkatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi.

3. Pengetahuan disampaikan berdasarkan skema yang dimiliki siswa, membuat pembelajaran lebih bermakna.

4. Siswa melihat relevansi pembelajaran dengan kehidupan nyata melalui penyelesaian masalah yang berkaitan.

5. Pembelajaran ini membiasakan siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan terampil, mempersiapkan mereka untuk tantangan kehidupan nyata.

6. Membantu mengembangkan kemampuan siswa dalam berfikir kritis dan menyesuaikan diri dengan pengetahuan baru.

B. Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Menentukan tingkat kesulitan masalah yang sesuai dengan tingkat berpikir,pengetahuan, dan pengalaman siswa memerlukan keterampilan dan kemampuan guru.

2. Pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang cukup lama.

3. Mengubah kebiasaan siswa dari pasif menjadi aktif dalam memecahkan masalah bisa menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun