PKS dalam Musyawarah Majelis Syuro pada tanggal 9-12 Agustus 2024 memutuskan cabut dukungan untuk Anies dan bergabung KIM plus.
Dan akhirnya bersama 11 partai lainnya PKS turut mendeklarasikan Ridwan Kamil - Suswono (kader PKS) di Hotel Sultan, Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2024.
Dengan koalisi besar untuk pilkada Jakarta ini meyakinkan istana tak akan ada lawan karena PDIP tak ada partai lagi yang bisa diajak berkoalisi untuk memenuhi syarat minimal kursi mengusung calon Gubernur Wakil Gubernur.
Munas XI Partai Golkar pun digelar pada 20-21 Agustus 2024. Dugaan bahwa Golkar akan diambil oleh Jokowi atau setidaknya orang kepercayaannya.
Ditengah gempita Golkar melaksanakan Munas di sebelah gedung DPRRI, pada tanggal 20 Agustus 2024, MK membuat putusan yang mencengangkan. Seakan MK menebus "dosa" kesalahannya atas putusan 90, awal bencana demokrasi. MK seperti berinkarnasi menemukan jati dirinya, kembali membangun kewibawaannya sebagai benteng penjaga konstitusi.
Mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh partai Buruh dan Gelora dengan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah tak lagi berdasarkan perolehan jumlah kursi namun berdasarkan perolehan suara sah hasil pileg secara proporsional sesuai jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Putusan 60/PUU-XXII/2024 berdampak partai yang tak punya kursi dapat mengusung calon kepala daerah sepanjang jumlah perolehan suara pileg memenuhi syarat.
MK juga mempertegas syarat usia calon kepala daerah saat penetapan calon melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang berdampak menggagalkan putra bungsu Jokowi yang belum cukup umur sebagai calon kepala daerah.
Sontak putusan MK ini bagaikan petir di siang bolong bagi istana dan KIM. Namun sebaliknya menjadi pelepas dahaga bagi mahasiswa dan aktifis pro demokrasi yang nyaris frustasi oleh kebrutalan penguasa dalam mengacak-acak aturan berdemokrasi.
Terkesan panik, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merespons Putusan MK, mengundang rapat anggota dengan agenda pembahasan perubahan keempat RUU Pilkada pada tanggal  21 Agustus 2024.
Rapat Baleg mengabaikan putusan MK yang bersifat "final dan mengikat". Menafsirkan kembali putusan MK, lebih memilih putusan MA untuk syarat usia dan menggunakan standar ganda untuk ambang batas usung calon kepala daerah.
Baleg hanya menyepakati penurunan syarat ambang batas pilkada hanya berlaku bagi partai yang tak memiliki kursi DPRD.
Terkesan memang menjegal bagaimana agar PDIP tidak bisa mengusung calon kepala daerah.