Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Arsitek Istana Gagal Ciptakan Kartel Politik

27 Agustus 2024   13:55 Diperbarui: 27 Agustus 2024   14:10 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istana mungkin menganggap gugatan uji materi dilakukan partai gurem Partai Buruh dan Gelora terkait syarat ambang batas pencalonan kepala daerah serta gugatan uji materi oleh mahasiswa terkait usia calon kepala daerah tak akan berdampak mengancam eksistensi, soliditas dan agenda Jokowi bersama KIM terutama yang paling dekat yakni menyambut hajatan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Arsitek Istana lalu segera memastikan memborong partai untuk pencalonan mantunya Jokowi, Bobby Nasution untuk maju Pilkada Gubernur Sumatera Utara. Menyisakan PDI Perjuangan (PDIP) yang walau ditinggal sendirian cukup kursi untuk usung calon Gubernur Wakil Gubernur.

Dan untuk memastikan seluruh suara Jawa dapat dikuasai, borong partai pun dilakukan dengan membentuk KIM Plus.
Ditambah alasan hak prerogatif Presiden Jokowi, alasan mengamankan transisi kekuasaan kepada presiden terpilih maka Jokowi mengangkat sejumlah wakil menteri, reshuffle menteri yang tak lagi dibutuhkan dan membentuk lembaga baru, tak peduli defisit APBN semakin membengkak hingga kelompok masyarakat kelas menengah jatuh miskin.

Intinya seluruh sumber daya negara dikonsolidasikan hanya demi kekuasaan. Karena bansos akan kembali dijadikan senjata untuk membeli suara rakyat miskin di pilkada. Yang penting putra bungsu lolos maju pilkada Jakarta atau Jawa Tengah.

Tak cukup sampai disana, disinyalir Istana juga mulai infiltrasi partai diantaranya apa yang terjadi prahara di Golkar dan PKB agar Ketua Umumnya lengser.

Dengan keyakinan ambang batas syarat mengusung calon kepala daerah berdasarkan 20 persen kursi atau 25 persen suara, kecuali Jawa Tengah (PDIP cukup kursi), Istana menginginkan PDIP tidak bisa mengusung calon Gubernur Wakil Gubernur di seluruh pulau Jawa. Baginya penguasaan seluruh suara Jawa akan menjadi modal pilpres 2029.

Sehingga yang terjadi desain besarnya adalah KIM Plus lawan kotak kosong atau calon independen yang disetting kalah.

PKS pun tak tahan godaan tawaran gabung KIM. Bermodal menang pemilu legislatif (pileg) di Jakarta dengan tak cukup mengusung sendiri calon Gubernur Wakil Gubernur (modal 18 kursi), PKS bermanuver untuk meningkatkan bergainingnya dengan mendeklarasikan Anies - Sohibul Iman pada tanggal 25 Juni 2024.

Tak bergeming dengan manuver PKS, utusan Istana minta Airlangga Hartanto mengundurkan diri dari Ketua Umum Partai Golkar. Airlangga pun tak berdaya harus tandatangani surat pengunduran diri pada tanggal 11 Agustus 2024.

Alasan demi keutuhan Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan dan lebih dibutuhkan kabinet yang tinggal 2 bulan rasanya tidak bisa diterima akal sehat. Dan mengapa harus mempercepat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar sebelum jadwal pendaftaran calon kepala daerah?

Melihat besarnya Beringin sebagai partai pemenang Pileg nomor dua berhasil digergaji, membuat PKS harus hentikan manuvernya mengusung Anies. PKS harus korbankan Anies yang memiliki elektabilitas tertinggi di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun