Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Hasil Pileg 2024 dan Membaca Pilkada Serentak

7 Agustus 2024   01:54 Diperbarui: 7 Agustus 2024   01:54 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Selain memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, ada indikasi Jokowi juga mendesain pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 seharusnya adalah Golkar. Berhasil gembosi PDI Perjuangan (PDIP).
PDIP harus kehilangan suara 2,6 persen tapi tetap berhasil menangkan pileg dengan sejumlah petahana berguguran dan kehilangan kursi di beberapa dapil di daerah.

Dalam logika demokrasi seharusnya Gerindra mendapat efek ekor jas (coat-tail effect) karena memiliki capres yang menang dalam kontestasi Pilpres 2024.
Faktanya perolehan suara Gerindra tidak berhasil menang pileg, malah kalah oleh Golkar.
Suara Golkar naik signifikan hampir 3 persen, sedangkan Gerindra naik kurang dari 1 persen.

Target Nasdem berhasil menambah perolehan suara nasional naik 0,6 persen di pileg 2024.
Nasdem yang hanya bermodal 9 persen perolehan suara pileg 2019  berhasil menciptakan drama politik mencegah terjadinya pilpres 2024 "head to head"  Ganjar vs Prabowo.

Karena telah kalkulasi bahwa perolehan suara Anies tak akan lebih dari 25 persen, yang penting Nasdem memperoleh efek ekor jas Anies yang dikapitalisasi sebagai antitesa Jokowi. Walau dengan konsekuensi melepas kendali lalu lintas informatika (kasus Johny Plate, Kominfo) dan lalu lintas sektor pangan (kasus Syahrul Yasin Limpo, Kementan) sebagai suprastruktur vital elektoral diambil alih Jokowi.

Dengan syarat koalisi Prabowo-Gibran terpenuhi, maka untuk memastikan Anies tetap menjadi capres "pemecah suara dan jargon antitesa", PKB berkoalisi dengan Nasdem dan PKS. Karena kalahpun Anies-Muhaimin, Muhaimin tidak kehilangan jabatan Wakil Ketua DPR.

PKB mendapat insentif elektoral hasil pileg dengan perolehan suara naik hampir 1 persen. Sedangkan PKS kebagian paling sedikit Anies efek, hanya naik 0,2 persen.

Terciptanya 3 pasang capres cawapres menjadikan effort "cawe-cawe" istana lebih konsentrasi untuk "menggergaji" pemilih Ganjar-Mahfud yang beririsan dengan suara pemilih Jokowi di pilpres 2019.

Narasi yang dibangun adalah agar pilpres tidak dimenangkan oleh kelompok kanan atau ekstrimis (pemilih Anies), maka suara pemilih Jokowi di pilpres 2019 lebih baik difokuskan untuk menangkan Prabowo-Gibran, dengan satu putaran melalui propaganda lembaga survey.

Dan rakyat yang polos dan lugu tidak tahu sesungguhnya ada persoalan besar dan fundamental atas putusan 90 Mahkamah Konstitusi (MK), bukan sekedar pelanggaran etik syarat usia capres cawapres.

Nasdem berhasil paling besar mendapat efek ekor jas Anies. Misinya berhasil.
Setelah dipastikan Ganjar-Mahfud bisa dikalahkan dengan mengunci angka 16 persen, Nasdem merapat ke Prabowo-Gibran.
Tentu untuk minta "bonus" kue kekuasaan (kita tunggu nanti wakil Nasdem di komposisi kabinet Prabowo-Gibran).

Sementara koalisi pendukung Prabowo-Gibran hanya Demokrat yang apes perolehan suaranya turun 0,3 persen. Tapi langsung AHY mendapat kompensasi menteri di kabinet Jokowi.
Perolehan suara PAN naik 0,4 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun