Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Hasil Pileg 2024 dan Membaca Pilkada Serentak

7 Agustus 2024   01:54 Diperbarui: 7 Agustus 2024   01:54 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Melihat anomali perolehan suara pilpres dan pileg 2024 semakin mengindikasikan bahwa Golkar memang menjadi target "kendaraan" Jokowi apakah untuk merebut posisi sebagai Ketua Umum, atau setidaknya dalam struktural penting pengambil keputusan di Golkar.
Hal ini menjadi rasional untuk eksistensi menjaga kekuasaan dinasti dan kroninya di masa depan.

Mengapa bukan PDIP atau Gerindra atau Demokrat atau Nasdem menjadi target kendaraan Jokowi setelah lengser di 20 Oktober?

Jokowi tahu bahwa PDIP sangat identik dengan basis Sukarnois yang saat ini direpresentasikan oleh figur Megawati Soekarnoputri sebagai putri ideologis sekaligus biologis dari Presiden pertama Indonesia, Sukarno.
Diperkirakan 14 persen pemilih PDIP adalah penganut Sukarnois yang loyal. Maka sebagai partai ideologis seusia demokrasi di Indonesia sulit untuk diambil alih.

Berangkat dari sinilah Jokowi mulai berimajinasi untuk mencari mitra politik baru dengan mengajak Prabowo (Gerindra) gabung koalisi pemerintah pasca pilpres 2019.

Walaupun dalam membangun check and balance dalam demokrasi tak semestinya kompetitor pilpres bergabung pemenang pilpres, namun karena Megawati secara hubungan personal tak ada persoalan dengan Prabowo maka terjadilah Prabowo dan Gerindra masuk kabinet.

Yang barangkali tak terduga adalah dengan mengkondisikan parlemen tanpa "oposisi" dijadikan alat bergaining oleh Jokowi untuk mengajukan proposal 3 periode atau perpanjangan jabatan presiden kepada Megawati, selaku Ketua Umum partai pemenang pilpres dan pileg 2019.

Karena Megawati taat konstitusi, tak setuju dengan proposal tersebut lalu skenario pembelotanpun terjadi dengan hasil pilpres dan pileg 2024 yang telah kita lalui.
Jokowi memilih mendukung Prabowo yang berbeda partai sebagai sucsesor, bukan mendukung rekannya sesama kader PDIP, Ganjar Pranowo.

Ini bukan soal menang - kalah, bukan soal pilihan tapi masalah etika.
Walaupun Konstitusi Amerika Serikat (AS) memberi kesempatan petahana Joe Biden untuk maju nyapres kedua kalinya, Biden akhirnya putuskan tak nyapres dan merekomendasikan wakilnya Kemala Harris sebagai capres dari partai yang sama, Demokrat.

Usai mundur dari pencalonan presiden, Biden kini mendukung penuh Kamala Harris. Dia meminta seluruh pendukungnya bersatu mendukung Kamala demi mengalahkan Donald Trump dari partai Republik pada Pilpres AS tahun ini.

Mantan Presiden AS dari partai Demokrat, Barack Obama memuji keputusan Joe Biden untuk mundur dalam pencalonan di Pilpres AS.
Obama menyanjung Biden sebagai pelayan publik yang sejati.

Sementara di Indonesia, Jokowi yang didukung dan dibesarkan oleh PDIP sejak Walikota Solo, Gubernur Jakarta bahkan pilpres 2 periode, mendampingi deklarasi capres rekan sesama kader partainya, Ganjar Pranowo, diujung malah mendukung capres dari partai lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun