Mohon tunggu...
Ike Soekarno
Ike Soekarno Mohon Tunggu... Lainnya - Anti riba

Berusaha untuk menjadi lebih baik dan berguna bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarkan Aku Dengan Pilihanku

21 November 2020   05:45 Diperbarui: 21 November 2020   08:16 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi : (Karya Ananda "Zhafirah")

      Pak Gatot, yang begitu gamblang dan to the point menyampaikan isi hatinya, sudah pergi beberapa waktu yang lalu. Bunda beranjak berdiri dari duduknya, berjalan ke arah kamar Dini. Hari ini, anak itu tidak masuk, karena kelasnya dipakai kelas 12 yang lagi ujian.

      Dini sedang tiduran sambil membaca buku. Dia langsung duduk, begitu melihatnya Bunda masuk. Wanita itu menghampirinya dan duduk di pinggir tempat tidur. Dari wajahnya, bisa terlihat ada gurat kekecewaan. Kecewa, karena anaknya tidak mau bercerita tentang pertemuannya dengan Pak Gatot.

      “Apa ada yang Dini mau ceritakan ke Bunda?” dengan lembut wanita itu bertanya sembari mengelus rambut putrinya.

      Dini menggeleng. Kenapa Bunda tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa karena perubahan sikapnya? Dia menyadari, pasti banyak orang yang telah dibuatnya bingung. Mereka tidak tahu, kalau sejatinya, dia lebih bingung. Bingung harus bagaimana. Menanyakan ke Bunda? Bagaimana kalau sekiranya Bunda menjawab “iya” ?

      Hampir sebulan dia mencoba bicara pada dirinya. Apa sebenarnya yang dia inginkan? Dia ingin memutuskan sendiri, tanpa harus melibatkan orang lain. Walaupun itu Bundanya sendiri. Jawaban itu sudah hampir diperolehnya, ketika tiba-tiba Bunda muncul di hadapannya.

      “Bunda sudah tahu apa yang menyebabkan kamu berubah, persis seperti waktu Ayahmu meninggalkan kita. Pak Gatot kan?” Bunda tembak langsung, sehingga Dini menoleh dengan cepat ke arah wanita itu. Wow.....Bunda sudah tahu!

      “Terus terang, Bunda kecewa dengan sikapmu. Bukannya Bunda sudah mengajarkan untuk selalu terbuka? Apa pun masalahnya. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Semenjak Ayah tiada, Bunda kan sudah bilang, tolong bantu Bunda untuk bisa membesarkan kalian dengan baik. Dengan cara apa? Cukup cerita apa pun permasalahan yang sedang kamu hadapi. Bunda bukan “kepo”. Tapi, ayo kita bahas bersama. 2 kepala lebih baik digunakan berpikir, daripada hanya 1 kepala.”

      Dini menatap lekat wajah wanita yang sangat dicintainya ini. Beliau benar-benar serius. Komunikasi! Rupanya dia melupakan hal itu. Selama ini, dia mencoba untuk menyelesaikan persoalannya sendiri, tanpa melibatkan orang lain. Dan ternyata itu salah, justru bukan solusi yang didapatnya, tapi kebingungan dan kegalauan orang-orang terdekatnya.

      “Apakah kamu masih tidak mau bercerita ?”

      Dini langsung memeluk erat Bundanya. Dia tak tahan lagi. Sekian lama dia coba untuk mengatasi persoalannya, ternyata dia belum mampu. Dia masih membutuhkan orang-orang terdekatnya untuk membantunya keluar dari sesuatu hal yang tidak pernah dibayangkannya. Apa? Punya “Ayah” selain Ayahnya!

      “Maafkan Dini, Bun. Terus terang, Dini juga kaget dengan apa yang disampaikan Om Gatot. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah muncul di benak Dini. Menjadi sosok “Ayah baru” ! Ayah dini hanya satu. Ayah Ginda! Dini ga mau Ayah yang lain.” Dia berhenti sejenak, dilihatnya Bundanya memperhatikan dengan tatapan teduh apa yang barusan dikatakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun