Sepeninggal Ayahnya, Dini berubah drastis. Jadi anak yang pemurung dan tidak mau bergaul. Bahkan pernah beberapa hari tidak mau sekolah, hanya karena ingin diantar Ayah. Bunda cukup sedih dengan perubahan yang terjadi pada anak pertamanya itu. Dengan kekuatan doa, perlahan tapi pasti, gadis kecilnya itu sudah mulai kembali seperti dulu.
Di setiap akhir sholatnya, terus dan terus memanjatkan doa agar diberi kekuatan untuk bisa mendampingi dan merawat anak-anaknya. Berdoa agar dirinya dan anak-anak kuat untuk terus berjalan, walau tanpa seorang suami dan seorang Ayah. Dan Allah mendengarkan doa-doanya. Janji Allah pasti.
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” (Surah Al-Mu’min ayat 60).
Dini adalah gadis manis yang periang. Di SMA Nusantara, hampir semua murid mengenalnya. Dari murid kelas 10, sampai kelas 12. Kalau ditanya, apakah mengenal Dini Santika? Maka mereka pasti akan menjawab “kenal”. Cerdas, periang, mudah bergaul, persis seperti sifat gadis yang digambarkan pada sebuah sinetron yang lagi hits di salah satu stasiun TV.
“Din....dipanggil Pak Setyo !” Bagas, ketua kelasnya sudah nemplok di sampingnya.
“Beliau di mana ?
“Di ruang guru.”
“Ada apa ya ?” Sambil beranjak keluar ke kelas, masih sempat bertanya ke Bagas.
“Ga tau!”
Ternyata Pak Setyo tidak sendiri di ruang guru. Ada bu Yuni, guru Bahasa Inggris, dan Pak Kirman, Wakasek SMA Nusantara.
“Masuk Din....,” Pak Setyo, sang Wali Kelas melambaikan tangannya ketika melihat Dini berdiri di depan pintu. Dini masuk dan mengambil duduk di samping Bu Yuni, ketika disuruh duduk.