Reino telah berubah.  Perkataan dan sikapnya  telah menghujam batin Maya. Terbuang, begitu yang Maya rasakan saat ini.  Kini baginya, 'Sahabat' hanyalah sebuah kata yang tak ada artinya sama sekali.
Reino telah memutuskan untuk tidak menjadi sahabatnya lagi. Semua rasa aman yang ia  rasakan selama ini tiba-tiba menguap begitu saja.
***
Arga merebahkan dirinya disebongkah batu besar nan lebar, matanya terpejam sementara itu pelantang suara di telinganya mengeluarkan nada-nada favoritnya. Â Senja belum datang, ia masih memiliki beberapa jam untuk menikmati manisnya suasana alam sore itu. Â Suasana yang sudah lama ia lewatkan. Â Kaki yang ia benamkan ke dalam air berkecipakan sementara tangannya memberi efek ombak di dalam sebuah bendungan kecil yang terbuat dari bebatuan di sampingnya. Â Kedamaian mengalir di dalam setiap pembuluh darahnya.
***
Diantara perasaannya yang campur aduk tak menentu karena Reino, Maya mendapati ada tangan seseorang yang telah semena-mena  mengkacaukan dunia teman-teman kecilnya.  Dengan cepat Maya mengangkat tangan itu yang membuat sang empunya terlonjak kaget dan mendudukan dirinya dengan tergesa.Â
Arga tertegun menatap gadis yang kini duduk bersimpuh di dekatnya. Â Matanya tak berkedip.
"Bonnie, Clyde, Hercules, Iolaus, Himura, Sagara, Sidney, kalian baik-baik saja?" Â Maya terisak, Arga terpana.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Â Maya melirik kejam, lirikan favorit Arga.
"A...aku..." Â Arga tergagap.
"Mereka bisa saja mati karena ulah kamu." Â Maya berkata dengan suara yang bergetar, menahan semua rasa pahit yang menggempurnya disana-sini.